PENYERAHAN TROPI TOBONG DARI PEMKOT KEPADA KETUA PBI

BALEKAMBANG KUMANDANG 6

Burung Nakal, Ngeruji, atau Pelanggaran Lainnya, Bisa Juara?

“Burung banyak polah (bergerak) kok juara.” Tentu, kita sering mendengar gerundelan atau keluhan semacam ini dari para peserta lomba burung.  Apa yang dipermasalahkan itu, juga bisa bentuk pelanggaran atau kelemahan lain, ketika burung tersebut kebetulan juara.

Mengharamkan burung yang memiliki kelemahan atau melakukan pelanggaran bisa juara, seakan sudah begitu dalam menghujam benak para kicaumania saat ini. Maklum, saat ini banyak sekali EO yang mengadopsi dan menerapkan dengan cara menandai burung-burung yang menunjukkan kelemahan atau pelanggaran.

Secara tidak langsung, akhirnya menjadi edukasi dan dianggap sebagai kebenaran. Ketika ada EO yang tidak menerapkan teknis semacam ini, dianggap aneh. Keputusan juri dianggap salah.

 

 

Sebagian kicaumania lama atau senior, menganggap penerapan tanda pelanggaran lebih untuk “menutupi” kekurangan para juri, untuk memudahkan dalam mencari juara. Akhirnya, yang dicari itu burung yang aman, yang tidak membuat pelanggaran. Soal kualitas jadi seperti diabaikan.

“Dengan teknis seperti ini, semakin banyak burung yang melakukan pelanggaran, tentunya semakin memudahkan para juri dalam mencari juara. Pilihannya semakin sedikit,” begitu kira-kira kesimpulan dari mereka yang merasa kurang sreg dengan model pemberian bendera pelanggaran/kelemahan.

Hanya sedikit EO yang masih kekeh tidak menerapkan teknis penandaan pelanggaran atau kelemahan burung dengan menancapkan bendera. Salah satunya adalah organisasi tertua, PBI, yang pakem dasarnya diadopsi oleh EO-EO yang lahir setelahnya.

 

SEBAGIAN PUNGGAWA PBI SOLO DI EVENT BALEKAMBANG KUMANDANG 5

 

Pakem PBI yang tidak memberikan tanda khusus bagi burung yang menunjukkan kelemahan atau melakukan pelanggaran, antara lain akan kembali diterapkan di gelaran Khofifah Cup Surabaya (6/11) dan Balekambang Kumandang 6, Minggu 13 November besuk, hingga Piala Rangkok Betawi di Jakarta (4/12).

Menurut Wawan, salah satu juri senior yang bernaung di bawah PBI Cabang Solo, tidak memberikan tanda dengan bendera atau semacamnya di nomor gantangan, bukan berarti mengabaikan atau sama sekali tidak mempertimbangkan burung-burung yang punya kelemahan.

“Pakem di PBI, burung itu dinilai oleh 6 orang juri, terus ada 2 orang korlap dan 1 orang IP. Memang tidak ada tanda khusus, katakan dengan menggunakan bendera yang bisa dilihat langsung oleh para peserta, tetapi di lembar penilaian sebenarnya tiap juri juga sudah memberikan tanda dengan coretan atau tulisan, baik untuk burung yang memiliki kelemahan, maupun burung yang sangat menonjol,” jelas Wawan.

 

 

Semua itu di akhir penilaian akan dibandingkan dengan durasi keseluruhan. “Kalau durasi dianggap masih sampai 80 persen, atau kelemahan dan pelanggaran tidak sampai 20 persen, burung tersebut masih akan dipertimbangkan untuk bisa juara, dengan melihat perfoma dan kualitasnya dibanding lawan-lawannya. Ada semacam “rekap” oleh masing-masing juri, kesimpulan yang berupa ajuan mentok dan koncer, kemudian akan dicocokkan dengan temuan Korlap yang juga akan membandingkan dengan temuan juri lainnya, di cek ulang oleh IP,” imbuh Wawan.

Perlu digarisbawahi dan ditegaskan, tentang peran Korlap. Korlap itu hanya jadi penyeimbang, bukan penentu juara. Jurilah yang pada akhirnya jadi penentu keputusan, mana yang nilainya mentok, dan terutama mana yang bakal diajukan dapat koncer.

Dalam pakem di PBI, para juri diutamakan harus mencari keunggulan atau kualitas burung. “Kualitas itu merujuk pada materi lagu, volume, durasi, kemudian sebagai tambahan adalah gaya.”

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Kesimpulannya, menurut Wawan, burung bisa saja punya kelemahan, apakah itu mungkin semacam ada beberapa kali jeda terlihat agak lama, ngeruji atan nampar, mantul, nyisir untuk cucak hijau, dan beberapa pelanggaran lainnya yang khas pada jenis burung tertentu. Selama tidak berlebihan, masih bisa juara.

“Pengertian tidak berlebihan itu, ya secara total tidak sampai 20%, artinya durasinya masih 80% atau lebih. Tinggal lihat, kalau secara perfoma dan kualitas di atas rata-rata, selisihnya jauh lebih bagus ketimbang lawan-lawan yang mungkin punya durasi lebih baik, burung seperti ini masih bisa diajukan jadi juara.”

Satu hal yang justru jadi prasyarat awal apakah burung itu layak untuk dinilai atau tidak, justru soal fisik. Menurut Wawan, kalau fisik terlihat ada cacat, misalnya salah satu atau kedua matanya kena katarak, buta, sebagian sayap atau bulu tampak sekali ada yang gundul, cacat pada sebagian kaki yang membuat tidak bisa nangkring dan berdiri sempurna, burung yang menunjukkan tanda-tanda seperti ini malah tidak bisa juara di PBI.

 

TWISTER GOLD, salah satu pakan burung yang disebut paling cocok untuk murai batu, hwamey, anis merah, kacer oleh para kicaumania yang sudah mencoba dan kemudian terus memakainya, termasuk untuk jenis burung pemakan serangga lainnya. Tersedia juga TWISTER SEAWEED, ANTI STRES, MASTER, serta TWISTER TROTOLAN untuk meloloh pemakan serangga dan TWISTER BUBUR untuk meloloh pemakan bijian.

 

Di luar pakem dan hal-hal yang bersifat teknis di lapangan, Wawan meyakinkan bila para juri yang akan bertugas di Balekambang Kumandang, nantinya benar-benar akan bertugas secara profesional, apa adanya, sesuai fakta lapangan, dan amanah. “Mereka kita pilih bukan semata karena kecakapan teknis, tapi juga terkait integritas, terus ada Korlap dan IP yang memantau dan mengawasi, tentu partisipasi peserta untuk ikut memantau para juri juga diharapkan, dengan cara-cara yang baik tentu saja.”

Selain akan disumpah menjelang bertugas, mereka semua para fungsional, sudah menandatangani pakta integritas di acara Pemantapan dan Penyegaran Fungsional. “Pakta integritas Itu kan intinya sumpah atau janji secara tertulis untuk bertindak profesional, netral, dan jujur ketika sedang bertugas.”

Agar semua itu bisa berjalan mulus sesuai rencana, Wawan pun meminta dukungan yang penuh dari peserta. “Kalau kita ngomong sportivitas, fairplay, itu kan melibatkan lebih dari satu pihak, salah satunya peserta. Jadi ayo bareng-bareng, sikap fairplay itu juga harus ditunjukkan oleh para peserta sejak dari rumah.,” tandas Wawan lagi.

 

 

Sikap sportif dan fairplay dari sisi peserta, antara lain ditunjukkan dengan cara, tidak menghubungi team juri, apaakah itu melalui telepon, atau malah datang langsung ke rumahnya, tidak mencoba titip-titip, dan semacamnya. Di lapangan juga begitu, cukup beli tiket, menggantang burung, terus menonton atau memantau dari luar pagar dengan tenang dan tertib. Tidak perlu teriak, menyebut nomor gantangan, memanggil nama juri.

Setelah menggantang langsung keluar, jangan coba mendekat ke pedok menunggui juri keluar, lantas menyebut nomor gantangan atau memberikan kode tertentu. “Silakan bisa dan boleh memakai sangkar model dan merek apa saja, bebas, tapi tolong biarkan dalam kondisi standar, jangan diberi aksesoris tertentu yang berpotensi dianggap sebagai tanda supaya indentitas burung atau pemilik diketahui oleh team juri. Walau pun burung Anda mungkin bagus dan layak juara, pasti akan jadi bahan gunjingan. Jadi, mari bersama-sama kita jaga juga nama baik masing-masing.” [maltimbus]

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

BROSUR BALEKAMBANG KUMANDANG 6:

 

JADWAL LOMBA BALEKAMBANG KUMANDANG:

KATA KUNCI: balekambang kumandang 6

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp