KAISAR EBOD, MEMBERIKAN PENGARAHAN DI PIALA NGAPAK 2

KAISAR EBOD

Sering “Dikhianati” Juri, Jadi Inspirasi Rumuskan Resistian

Piala Ngapak 2, adalah event ke-7 yang menerapkan Resistian, sistem yang dikembangkan oleh H. Mahfoud Sulaiman, belakangan lebih akrab dipanggil sebagai Kaisar Ebod. Ternyata, ide ini muncul karena sang Kaisar merasa sering dikhianati oleh para jurinya sendiri.

Piala Ngapak 2, Minggu 7 Juli 2019 di alun-alun Banyumas berlangsung begitu smooth.  Sangat nyaman untuk semuanya. Penerapan BnR line secara efektif membuat tidak ada saling tunggu saat hendak menggantang. Saat memantau burung dari luar pagar, juga tanpa teriakan yang berarti, bahkan di kelas-kelas super keras seperti murai batu dan love bird. Tidak muncul pula komplain yang benar-benar serius.

Banteng dan kawan-kawan panitia memang menyiapkan dengan sangat baik, melakukan berbagai antisipasi supaya lomba bisa benar-benar berlangsung kondusif, terutama dari sisi keamanan untuk mendukung ketertiban lomba.

“Kami belajar dari banyak event sebelumnya, baik itu yang digelar oleh Ronggolawe, juga oleh EO lainnya. Belajar itu dari event yang sukses apa rahasianya, juga dari yang kurang berhasil sebabnya apa.”

 

PELOPORI MEMBUKA LOMBA DENGAN LAGU INDONESIA RAYA

 

Namun tak bisa dipungkiri, kehadiran Kaisar Ebod di lapangan memang memberikan aura tersendiri. Apalagi, di Piala Ngapak 2 ada beberapa aturan baru terkait penerapan Resistian. Misalnya bendera koncer yang hanya dua saja, A dan B. “Supaya lebih simpel, karena kalau jujur, yang namanya juara sesunguhnya kan yang 3 besar.”

Di event inilah burungnews punya kesempatan berbincang lebih dekat dan akrab dengan Kaisar, sehingga bisa menelusuri lebih dalam pikiran-pikirannya, termasuk latar belakang munculnya Resistian, serta prinsip dasar, intisari, atau roh dari Resistian itu sesungguhnya ada di mana.

Resistian adalah sistem baru yang dirumuskan oleh Kaisar sendiri, singkatan dari Reformasi Sistem Penilaian. Namanya juga reformasi, sudah barang tentu banyak menguliti untuk memperbaiki sistem yang berlaku sebelumnya.

 

 

“Jadi begini, saya kan dari awal sampai sekarang memang tidak ikut main burung. Saya tetap istikomah memilih jadi bakul kebutuhan burung saja. Jadi burung yang bagus itu seperti apa, terus sistem atau sebutlah pakem penilaian seperti apa, selama bertahun-tahun sejak lahirnya EO Ronggolawe Nusantara benar-benar juga tidak tahu dan tidak pernah ikut campur. Semua itu sepenuhnya saya serahkan kepada teman-teman divisi juri yang lebih tahu. Saya cukup memfasilitasi saja. Kebutuhannya supaya bisa berjalan dengan baik seperti apa, saya penuhi dan cukupi.”

Karena tidak pernah benar-benar nyebur jadi pemain burung dan ikut jadi peserta, Kaisar pun tidak memiliki kepentingan apa pun untuk mendukung atau memenangkan burung tertentu, atau burung milik tokoh tertentu.

“Kalau ada kepentingan, kepentingannya tunggal, yaitu bagaimana supaya lomba itu mesti fairplay, mesti apa adanya, sesuai fakta lapangan. Karena dengan begitu kicaumania jadi senang, lomba secara umum jadi ramai, terus imbasnya dagangan saya jadi laku lebih banyak. Itu saja sih kalau mau disimpulkan secara sederhana.”

 

SESI AKHIR PIALA NGAPAK, TETAP PENUH, SELESAI 18.30

 

Dengan berjalannya waktu, bertahun-tahun menggelar lomba, perlahan Kaisar pun belajar. “Saya pelajari bagaimana para juri itu memilih burung yang bagus di antara para kontestan, bagaimana merumuskan usulan dari juri dan korlap atau IP, hingga sampai pada keputusan bahwa itu juaranya. Selain itu, selama bertahun-tahun kan mata dan kuping terbuka begitu lebar, sering dengar laporan atau curhat dari para peserta, itu si A main mata dengan si B, dan semacamnya. Tentu kita tidak mau percaya begitu saja dengan semua laporan-laporan itu, namun tetap kita tampung. Kemudian ada proses semacam investigasi untuk menelisik kebenarannya. Intinya dari situlah saya banyak belajar.”

Kaisar jadi tahu bila lomba yang dihelat Ronggolawe Nusantara sering berlangsung tidak sesuai dengan keinginannya, yaitu supaya bisa fairplay dan sesuai fakta di lapangan. “Bisalah dibilang saya sering dibohongi atau dikhianati para juri saya sendiri. Tentu juri yang sudah berpangkat sehingga punya kewenangan atau kekuasan untuk ikut menentukan siapa yang layak jadi juara.”

Tetapi, itu semua justru yang memunculkan inspirasi atau ide membuat sistem baru. “Resistian itu sebenarnya pengin membuat penilaian burung jadi lebih sederhana, jadi lebih mudah, lebih efisien, tetapi tetap akurat.”

 

 

Sepintas, penerapan Resistian tampak hanya menghilangkan bendera nominasi, karena dianggap memakan waktu. Merumuskan hasil nominasi seringkali sama waktunya bahkan bisa lebih lama dari waktu menilai itu sendiri. Dengan menghilangkan bendera nominasi, yang berarti juga menghilangkan proses perumusan, setiap sesi bisa memangkas waktu setidaknya 8 menit.

Kalau main 25 sesi, berarti 200 menit alias 3 jam lebih. Lomba yang sudah menerapkan Resistian pun disebut sudah bisa rampung kisaran jam 18. Kalau pun molor, tidak terlalu lama. Piala Ngapak 2 misalnya, secara keseluruhan sudah selesan jam 18.30. Bandingkan dengan event sebelum era Resistian, yang umumnya rampung antara juam 20.00 – 22.00.

“Menghapus bendera nominasi itu kan bagian teknis yang paling mudah diamati. Rohnya sesungguhnya bukan di situ, yaitu kita membalik kewenangan juri dengan Korlap atau IP. Kalau sebelumnya itu juri membuat usulan, terus yang memutuskan Korlap / IP, sekarang kita balik. Korlap / IP yang mengusulkan, juri yang memutuskan burung mana yang juara.”

 

 

Kaisar menyadari sistem yang baru ini tidak semuanya suka. “Ya alamiah ya. Mereka yang kewenangan dan kekuasannya kita preteli tentu tidak suka. Akan ada banyak alasan untuk menolak sistem ini.”

Apalagi karena sistem ini Kaisar sendiri yang merumuskan. Di benak mereka yang selama ini mungkin merasa sudah sangat pakar urusan menilai burung, akan berpikir emang Kaisar (H. Ebod) itu siapa, tidak tahu burung kok bikin pakem.

“Saya dianggap tidak ngerti burung, Bewok yang  sering runtang-runtung bareng saya juga. Kok tiba-tiba menciptakan sistem penialian, apa itu tidak salah? Jangankan orang luar Ronggolawe, yang di dalam pun juga pasti ada. Tapi kita tetap jalan, dan kalau di tengah-tengah menemui kendala, yakin akan segera kita temukan solusi. Sekali lagi, bagi saya jalan menuju solusi itu menjadi mudah, syaratnya kalau kita mau peduli. Ya, rumusnya sederhana, untuk cepat menemukan solusi, hanya perlu Peduli.” [maltimbus]

JUARA PIALA NGAPAK, KLIK DI SINI

BROSUR BUPATI CUP BANJARNEGARA, KLIK DI SINI

BROSUR PIALA KAJARI TEMANGGUNG, KLIK DI SINI

BROSUR KAPOLRES CUP JEPARA, KLIK DI SINI

BROSUR DELATA CUP 2 REBORN SUKOHARJO, KLIK DI SINI

BROSUR PIALA CISADANE 1 TANGERANG, KLIK DI SINI

KATA KUNCI: kaisar ebod resistian piala ngapak 2 kalau peduli ketemu solusi

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp