BENZ WIRA & PANDU. SUDAH CLEAR, JADI BAHAN BELAJAR BERSAMA

CATATAN DARI BENZ WIRA CUP

Ada Keributan? Ini Yang Terjadi & Saya Ketahui

Ini boleh disebut catatan pribadi, mohon maaf kalau unsur subjektivitasnya juga kental. Saya merasa perlu untuk menggarisbawahi apa yang terjadi even Benz Wira Cup, dan kemudian tersebar luas dengan labeling yang kurang pas.

Saya memang sudah berniat dan merencanakan untuk hadir ke Purworejo. Sejak jauh hari, om Benz sudah nyolek supaya saya ikut membantu ‘mengawal” even garapannya. Saya harus mengatakan bukan karena saya orang hebat lantas Benz meminta “pengawalan”. Saya tahu pasti, permintaan yang sama juga disampaikan ke semua teman dan sahabat-sahabatnya dari yang lawas sampai teman yang kekinian.

Kebetulan saya masuk kategori teman lama. Kenal sejak kami sama-sama masih “unthul”. Awal dekade 2000-an, saya masih baru mengenali jagad hobi burung berkicau, terutama lomba burung. Benar-benar ndak tahu apa-apa. Jangankan memahami burung yang bagus dan yang tidak, membedakan jenis burung saja masih suka keliru.

(He he, sejujurnya, sampai sekarang juga belum tahu betul sebenarnya burung kualitas itu yang seperti apa, bagaimana menilai klaim dari seseorang bahwa seharusnya burung dialah yang juara, atau klaim “semua penonton lain bilang seharusnya burung saya yang juara”, dan semacamnya).

Jadi, model cerita (saya lebih suka menyebut tulisan kami sebagai cerita, bukan berita apalagi karya jurnalistik) yang saya kembangkan adalah berdasar apa kata nara sumber, entah itu dari peserta (yang menang biasanya bicara soal keunggulan,  atau yang kalah bilang jadi korban penggorengan dan semacamnya), bisa dari juri, panitia, atau pihak lain yang kita anggap mengerti.

 

 

 

Sekarang kembali kepada soal kehadiran ke Purworejo. Saya merasa perlu untuk meluangkan dan mementingkan hadir karena diundang baik sebagai teman maupun sebagai pewarta dari tabloid Agrobur, selain sekali-kali juga menulis untuk media online, seperti pada tulisan ini.

Kurang dari sepekan, saya sempat cek ke Benz, menanyakan kesiapan lomba, dan terutama soal peserta yang sudah meniatkan diri untuk hadir. Benz menjelaskan bahwa secara umum ramai, tapi masih belum seusai dengan target yang diinginkannya.

Kami lantas mencoba sedikit diskusi mengubah pola komunikasi, terutama agar bisa menjaring teman-teman kicaumania lokal dan pemula. Saya berpikir kalau suatu lomba mau ramai, haruslah punya dukungan kuat dari pemain lokal dan mereka yang secara umum disebut sebagai pemula, sebab jumlah mereka sangatlah besar dan yang membuat jagad lomba burung saat ini jadi begitu bergelora.

 

SUDAH SAATNYA JAGOAN MAU TAMPIL MAKSI. Gunakan Moncer1 dari Super Kicau, asupan paten para juara. Bisa diberikan dengan beragam cara, bisa teteskan langsung pada paruh (bila burung terbiasa dipegang tangan), teteskan pada minuman, oles dan campur dengan makanan atau EF, suntikkan pada EF seperti jangkrik.

Untuk tahap awal, beriktan setiap hari selama sepekan. Lihat dan perhatikan perubahan yang terjadi. Selanjutnya bisa diberikan mulai H-2 atau sesuai kebutuhan. Hati-hati barang TIRUAN.

 

Saat sampai lokasi sekitar jam 09.30 – 10.00, sekitar stadion WR Supratman, tempat digelarnya lomba, belum begitu semarak. Kondisi di tiketing juga begitu, terlihat masih ada tumpukan pesanan tiket yang belum diambil.

Saya ikut dibuat gelisah karenanya. Kegelisahan juga saya lihat saat om Yogi Prayogi, sahabat Benz lainnya sampai ke lapangan. Kegelisahan itu saya tangkap dari pertanyaan yang dilontarkan sambil bisik-bisik, mungkin tidak enak kalau kedengaran om Benz. “Menurutmu, ini lomba mau ramai tidak ya.”

Terus terang, saya mencoba menjawabnya dengan diplomatis. Mau ngomong bahwa om Benz mungkin juga masih galau, kok ya tidak sampai hati.

Tapi kegelisahan saya mulai berkurang saat mendekat ke bagian tiketing. Mungkin sekitar 10.30an. Awalnya saya hanya pengin motret brosur  Malioboro Vaganza, yang sebelumnya saya titipkan di meja panitia agar bisa dilihat dan diambil oleh peserta.

Di situlah secara tak sengaja saya dengar celetukan seorang kicaumania belia, cerita sama teman wanitanya yang menenteng burung love bird, mungkin pacarnya. “Sudah tidak kebagian tiketnya, tinggal yang sesi terakhir, mungkin mainnya sudah sore sekali atau malah malam, bagaimana mau beli apa tidak.”

Seketika itu pun saya merasa plong.

 

 

Betulah. Saat sesi love bird yang pertama dimulai, kalau tak salah Paud, peserta tampak penuh. Ada satu dua gantangan yang kosong, saya pikir wajar dan sudah sangat bagus, mungkin karena ada pemesan yang belum datang.

Saat itu kami melihat sambil duduk di kursi di pinggi gantangan. Om Yogi yang kebetulan berada di samping saya, kembali berbisik. “Wah ramai mas, ramai ternyata.” Seperti saya, raut wajahnya pun sudah tampak lega dan gembira.

Begitulah seterusnya, kelas demi kelas tampak ramai. Cucak hijau misalnya, saya hitung secara serampangan ada sekitar 65 peserta. Murai batu, sepertinya hanya kosong 1 gantangan, artinya diisi 71 peserta. Kelas kecil seperti konin, terisi 40an gantangan. Kacer, juga meriah, sesi pertama terisi sekitar 50an ekor, hal yang sama juga terlihat pada kelas cendet.

 

KARENA UKURAN BURUNG BERBEDA-BEDA. Topsong Mini Pelet, paling cocok untuk burung kecil seperti kolibri, ciblek, prenjak, tledekan, dan lainnya. Nutrisi sesuai dengan kebutuhan burung Anda, jaminan kualitas dari TOPSONG.

HOTLINE: 0813.2941.0510

 

Sampai di situ lomba benar-benar berlangsung sangat manis. Rapi dan lancar. Sejak sesi pertama kelas pleci, benar-benar terkondisi untuk masuk lapangan sesegara mungkin, berkumpul di luar garis putih sambil membuka kerodong, lantas masuk lapangan dan segera menggantang tanpa saling tunggu.

Setelah itu, peserta segera keluar pagar, memantau dari luar tanpa teriak. Hal yang sama juga kembali teruji dengan baik saat memasuki partai yang sering disebut sebagai “neraka” yaitu love bird dan murai batu. Nyaris senyap. Kadang ada satu dua celetukan, tapi begitu diingatkan panitia juga langsung nurut.

Sekitar jam 13, kalau tak salah saat di lapangan sedang digantung burung cendet, saya merapat ke sekretariat panitia. Tujuannya adalah untuk mengecek apakah data juara sudah disiapkan dan ditulis dengan baik, biar segera ditayangkan update data juaranya di media online.

Saat keluar ruang sekretariat, melihatlah satu orang kicaumania tampak memegangi hidungnya yang keluar darah. Ada sekitar 5 mengerumuninya, dan terus bertambah. Ada yang menolong, mengelap dengan tisu. Ada yang motret, mungkin juga ada yang merekam pakai video.

Saya pun sempat tanya kenapa itu. Dijawab kalau itu terkena tindakan dari aparat keamanan. Banyak celetukan komen spontan yang mengirinya. Ada yang mengajak segera berobat dulu, ada juga yang bilang tidak benar petugasnya, ngawur, visum dan laporkan, dan semacamnya.

Komentar spontan yang dilakukan para peserta dengan nada marah itu, menurut saya memang wajar. Ada perasaan tidak terima melihat rekan sama-sama peserta, meskipun secara pribadi mungkin tidak kenal, bisa sampai tercedari seperti itu.

Setelah itu, saya lihat panitia, dibantu beberapa sahabat bertindak cepat. Korban segera dibawa berobat, di saat yang sama juga langsung dilakukan upaya mediasi dengan teman-teman korban, yang bisa kita pahami tentu saja kurang bisa menerima situasi seperti ini.

Beberapa saat kemudian, sekitar 13.30, saya sudah merasa cukup kehadirannya di Purworejo, dan akan pulang, lebih tepatnya bergeser ke even lain di Jogja, Pyramid Cup. Penyelenggaranya, om Hallley, Anang, dan Sulis Rencong, kebetulan juga sama-sama sahabat lama. Sama-sama juga jauh hari sebelumnya sudah ngomong ini-itu berdiskusi agar lomba bisa ramai dan sukses.

Saat keluar gerbang stadion, saya kembali berpapasan dengan korban yang diboncengkan motor oleh temannya, berdampingan dengan satu motor yang dinaiki panitia dengan seragam TNI. Mungkin yang terlibat insiden dengannya. Sudah tidak ada darah keluar dari hidungnya. Dia juga sudah tampak tersenyum, lantas disambut oleh teman-temannya.

Sekitar jam 15.00 saya sampai Pyramid, jalan Parangtritis. Pertama-tama yang saya cari tentu saja om Halley. Setelah bersalaman, Halley pun menanyakan kabar lomba di Purworejo. Saya jawab ramai dan bagus penyelenggaranya. Dengan wajah gembiranya, Halley pun membalas, “Syukurlah, berarti kami sama-sama ramai hari ini.”

Nah setelah itu, barulah saya ketemu dengan teman-teman lainnya dan saat itulah orang sibuk membicarkaan soal even Purworejo. “Tahu ndak, ada keributan di Purworejo.”  Saya tak sempat menghitung, tapi hampir setiap menemui teman-teman, sedang membicarakan hal yang sama.

Satu-satu, saya pun bertanya, keributan macam apa yang dimaksud. Jawabannya pun hampir sama, “Lihat tuh ramai di face book, sampai ada yang bercucuran darah.” Mungkin lebih dari 10 kali saya coba menjelaskan versi yang saya ketahui, bahwa kurang tepat kalau menyebut ada keributan.

Di luar adanya insiden tersebut, lomba bahkan berlangsung lancar dan tertib. Bahwa ada satu peristiwa kecil yang mengawali atau menjadi sebab ada insiden, itu iya. Saya menyebut peristiwa kecil, maksudnya bukan menunjuk insidennya, tapi peristiwa yang menjadi pemicu insiden.

Saya tak bermaksud meremehkan atau mengecilkan terjadinya insiden tersebut. Justru sebaliknya, kenapa peristiwa awal yang mungkin kecil dan sepele itu harus ditindak dengan kekerasan fisik. Seberapa parah sih pelanggaran yang dilakukan korban sampai harus dicederai seperti itu.

Sebelum pulang dari lokasi lomba Benz Wira, hampir semua orang yang saya tanya tidak tahu persis kejadiannya seperti apa. Saya pun mencoba menyimpulkan, peristiwanya terjadi sangat cepat dan nyaris senyap. Sekali lagi, ini memperkuat kesimpulan saya bila peristiwa atau pemicu awalnya sesungguhnya tidak parah-parah amat, jadi sangat tidak perlu sampai ada penindakan fisik.

Apa pun itu, kita sepakat kekerasan fisik harus ditentang. Oleh siapa pun, di mana pun.

Panitia sudah mengaku kesalahannya, dan meminta maaf secara terbuka. Pihak korban yang kemudian kita ketahui sebagai Pandu, kicaumania asal Purwokerto yang tinggal di Jogja, juga sudah mau menerima dan bersedia untuk berdamai, saling meminta maaf juga. Artinya, semua pihak sudah menyatakan bila permasalahan dianggap selesai.

 

YAKIN SUDAH MEMBERIKAN YANG TERBAIK UNTUK BURUNG ANDA? Tweet Song, pakan kualitas terbaik dengan nutrisi seimbang. Sudah banyak yang merasa cocok, saatnya Anda juga ikut membuktikannya.

 

Kenapa saya merasa perlu menulis hal ini dengan cukup panjang lebar? Saya hanya ingin menekankan atau menggaris bawahi, bahwa apa yang terjadi di Purworejo benar-benar kurang pas tepat disebut sebagai “keributan” atau semacamnya.

Bahkan respon teman-temannya, atau para kicaumania lainnya begitu melihat peristiwa itu, juga masih dalam batas yang wajar. Hanya ngomong tidak benar, ngawur, laporkan, dan semacamnya.

Di tempat lain, saya pernah beberapa kali melihat respon yang lebih dari itu. Teman-teman peserta tidak terima kemudian balas mengejar dan mengeroyok si petugas. Nah, kalau begitu kejadiannya, bolehlah di sebut sebagai keributan.

Anda semua yang kebetulan tidak berada di lokasi dan mungkin hanya melihat kiriman gambar dan membaca komentar, boleh mengecek silang kesaksian saya ini dengan semua yang ada di lapangan. Apakah ini melebih-lebihkan, atau memang begitu adanya.

Saya bahkan berani mengatakan, di luar insiden tersebut, ini adalah salah satu lomba terbaik yang pernah saya lihat secara langsung. Baik secara penyelenggaraan, sampai secara partisipasi peserta. Soal penjurian, saya juga hanya ingin menyampaikan apa yang saya lihat, sampai saya pulang, tidak ada melihat peserta yang komplain. Bahwa mungkin ada yang merasa “seharusnya burung saya yang juara”, walahualam.

 

TIMBUL SUNOTO

Sahabat Benz Wira, Sudah Melihat Lomba Burung Sejak Tahun 2.000  

KATA KUNCI: benz wira cup harmoni kediri jogja istimewa malioboro vaganza piala adipura klaten

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp