DWI LONDO BERSAMA DE THUKUL DAN WARJO

SOLO KOTA BUDAYA

Tak Hanya Penjuriannya, Hadiah Pun Dipastikan Jujur dan Terbuka

Ingin menggelar lomba yang benar-benar bisa memuaskan peserta, Dwi Londo dari Ronggolawe Solo Raya pun melakukan semacam survai apa yang dikeluhkan peserta seusai lomba. Dua hal yang kemudian dicatat paling banyak keluhan, soal penjurian dan hadiah.

Banyak peserta lomba, merasa burungnya kurang terpantau dengan semestinya. Burung kerja, bagus, tapi “ditinggal”. Bahkan, terkadang ada yang merasa burungnya layak koncer juara, tapi hilang dari kejuaran. Tidak dapat nominasi atau semacamnya.

 

 

“Kita sudah lama jadi penyelenggara lomba, sudah tahu persis bagaimana modus dan trik juri yang tidak baik, yang nakal. Sejak awal, kita sudah memilih dan memilah para juri yang oke secara kemampuan, juga jujur. Tinggal bagaimana di lapangan nanti, briefing dan seterusnya, bagaimana teknis rolling, memastikan semua peserta burung terpantau secara adil dan merata. Juri dipastikan akan kita awasi, memastikan bertugas profesional dan amanah.”

Keluan berikut yang cukup banyak, adalah menyangkut hadiah. Banyak juara, yang ketika menerima hadiah uang pembinaan, sudah berada dalam amplop dalam kondisi tertutup rapat. “Kadang kala, karena hanya kru, bos tidak ikut, tidak berani membuka. Ketika sampai rumah, dibuka, kaget, kok jumlahnya merasa tidak sesuai dengan di brosur.”

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

Beberapa ada yang mengaku, setelah komplain, panitia mengaku salah, lantas menambah. Namun, banyak juga yang protesnya tidak digubris. Panitia selalu punya alasan. Dalam baberapa kasus, panitia sudah sesuai aturan, dengan menunjukkan para brosur, tetapi peserta yang kurang cermat, seperti tidak menghitung burung di lapang, juga tidak membaca secara detil aturan yang tertulis di brosur.

Menurut Dwi Londo, perbedaan tafsir itu, seringkali karena lebih karena panitia kurang terbuka saja membuka data, padahal sebenarnya tidak salah. “Misalnya ada aturan seperti di Solo Kota Budaya, di luar hadiah persentase, hadiah bongkar bila peserta minimal 33. Peserta hanya 32, mulai juara 2. Bisa muncul jumlah hitungan berbeda versi peserta dan panitia, karena tidak dijelaskan secara terbuka ketika burung baru digantang, penilaian belum atau baru dimulai.”

 

 

Hal itu terjadi, karena terkadang, jumlah total tiket terjual dengan jumlah burung digantang bisa berbeda. “Misalnya, jumlah tiket terjual 34, tapi burung di gantangan ada 32. Ternyata, ada dua peserta yang sudah bayar, karena satu dan lain hal, mendadak berhalangan hadir.”

Bila kasus seperti ini, Solo Kota Budaya memakai dasar jumlah peserta adalah tiket terjual. “Akan ada petugas yang mengumumkan, bisa lewat MC, berapa jumlah peserta resmi, ketika penjurian baru dimulai. Dalam kasus ini, meski jumlah burung di gantangan 32, panitia akan memakai jumlah yang 34. Artinya, meskipun burung di gantangan hanya ada 32,hadiah bongkar, mulai juara 1 utuh.”

 

 

Bisa juga sebaliknya, jumlah burung di gantangan ada 33, ternyata yang tercatat beli tiket hanya 32. Artinya, ada 1 peserta gelap, tidak beli tiket tapi asal menggantang di titik yang kosong. Tentu ada selisih seperti ini, akan dicari.

Bila ditemukan peserta yang tidak menaruh potongan tiket di bawah, biasanya dalam gelas, berarti dialah yang belum beli tiket. “Ketika saat itu yang bersangkutan mau mengurus, membeli tiket susulan, kita hitung 33. Tapi bila tidak bersedia, kita minta juri untuk mengabaikan, tidak menilai burung tersebut, berarti peserta akan dihitung 32, hadiah mulai juara 2. Ini juga diumumkan di awal-awal penilaian dimulai.”

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Bagaimana dengan penerapan di hadiah persentase? Dwi Londo memastikan, berapa pun peserta, berapa pun jumlah kejuaraan yang diambil, panitia bersih hanya mengambil 25% saja, sisanya yang 75%, bersih untuk hadiah.

“Mau misal juara hanya 1-2, 1-3, dan seterusnya, ya dari 75% itu dibagi secara proporsional. Ini kita bicara ketika ada kasus jumlah peserta tidak sampai penuh. Jadi tidak ada panitia sudah ngambil 25%, yang 75% masih kena potongan lagi untuk tropi dan lainnya. Atau misal peserta 10 ekor, diambil 1-2, sisa haidah untuk juara 3-4-5 kembali diambil masuk kantong panitia. Tidak akan terjadi.”

 

 

Dwi lantas memberi contoh bila peserta 10, diambil 1-2, tiket 1 juta. Uang tiket terkumpul 10 juta. Panitia sudah ambil bagiannya 2,5 juta. Sisanya yang 7,5 juta untuk hadiah semua, misal juara 1 sebesar 5 juta, juara 2 sebesar 2,5 juta.

Data jumlah peserta, uang masuk ke panitia, dan proporsi dan nomimal hadiah untuk masing-masing juara, juga akan ditunjukkan kepada penerima hadiah. “Jadi, mau yang hadiah langsung nominal, sampai yang persentase, kita umumkan jumlah pesertanya, terus dibua juga data jumlah nominal hadiah untuk masing-masing kejuaraan.”

Bila melihat antusiasme kicaumania, rasanya kasus-kasus di atas hanya untuk contoh saja. “Dari pantauan awal pemesanan tiket, Insya Allah semua kelas hadiah bisa bongkar. Mohon doa dan dukungannya.” [maltimbus]

 

 

BROSUR SOLO KOTA BUDAYA KE-13:

 

KATA KUNCI: solo kota budaya

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp