ABAH TATUK, DWI JALU, HERU BUSER, DIAPIT ITOK, MARDI, ISKANDAR, BELAJAR DARI SMM

KETIKA PANITIA IKUT MENURUNKAN BURUNG

Kenapa Masih Banyak yang Menganggap Salah?

“Juara di lomba dia sendiri, ya pantes. Dia-dia yang milih juri, dia-dia yang nentuin hadiah, dia-dia pula yang ambil lagi hadiahnya.” Begitu tanggapan seorang kicaumania ketika menerima link berita hasil lomba burung.

Komentar spontan, sebab dia sendiri tidak berada di lapangan, tidak menonton apakah yang juara itu memang burung kerja dan kualitas serta layak juara. Kecurigaan “pasti” ada yang tidak beres ketika burung yang ditengarai milik panitia ikut turun lomba, sepertinya memang sudah menancap kuat benak banyak kicaumania.

Kicaumania selama ini sudah terlalu banyak disuguhi “tontonan”, ketika ada oknum panitia menurunkan burung, apalagi bila dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Misalnya, sangkar dan krodong diganti, terus menyuruh orang asing yang menggantang, bukan kru yang sudah dikenali khalayak.

Untuk burung-burung tertentu yang sudah biasa turun lomba, publik telanjur sudah mengenali itu burung dengan baikm. Tanpa perlu ciri-cirik unik pada fisik burung, tapi cukup dari suaranya, gaya show-nya. Mau ganti sangkar dan ganti orang yang nggantang, akhirnya tetap ketahuan juga.

Atau dari hasil “nguping” entah dari mana sumbernya, sehingga sebelum lomba dimulai sudah dapat bocoran burung si panitia mau turun dengan sangkar dan kru baru. Celetukan pun sering terdengar dan cepat menyebar, “Wah hadiahnya bakal ngandang.”

 

 

Publik terlanjur terlalu sering disuguhi tontonan vulgar betapa pihak panitia pun kerap berbuat segala cara demi menambah pundi-pundi keuntungan atau menghindari rugi lebih banyak. Caranya, ya dengan “mengandangkan” hadiah kembali ke kantong panitia.

Modusnya dengan cara menurunkan burungnya sendiri. Bila panitia tidak punya burung yang dianggap mumpuni untuk juara, bisa saja dengan cara meminjam burung yang dianggap handal, tentu dengan perjanjian tertentu bila juara, (sebagian besar) hadiah akan diambil lagi oleh si panitia.

Banyak pula modus lain. Misal yang lazim, pada kelas dengan hadiah besar, tapi ada ketentuan kuota minimal sebagai syarat hadiah juara 1 keluar atau bongkar. Bila kuota tak terpenuhi, haidah juara 1 tidak keluar, tapi mulai dari juara 2 dengan nilai yang jauh di bawahnya, bisa separuh atau bahkan 1/3 sampai ¼ dari juara 1.

Awalnya mengklaim sudah habis, ada yang mau beli tiket ditolak, tapi di gantangan ternyata kosong bisa 1 atau beberapa burung. Ini modus yang kerap dijalankan oleh panitia, dan mulai bisa di antisipasi oleh sebagian calon peserta yang punya kans juara dan cerdas.

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

Kembali ke topik panitia menurunkan burung. Banyak EO yang sebenarnya memang tidak membuat aturan secara khusus soal ini. Ketika ini terjadi, memang bukan soal melanggar aturan, karena memang tidak ada aturannya.

Yang dibahas kemudian soal keelokan atau etika. “Kalau pas sedang jadi panitia, ya kasih kesempatan ke peserta dari luar panitia lah. Meskipun burung sebenarnya layak, kan tetap jadi omongan. Apalagi kalau sebenarnya kurang layak, makin gaduh nantinya. Seperti tidak ada lagi lomba lain saja, kok ngotot pengin turun di lomba sendiri, ngotot pula pengin jadi juara di kelas utama yang hadiahnya gede,” ujar seorang kicaumania yang minta namanya tidak disebutkan.

Orang itu mengakui, banyaknya kicaumania yang menganggap miring bila ada burung panitia turun, lebih karena curiga akan ada konflik kepentingan. Juri, dianggap akan cenderung memenangkan burung milik panitia. Peserta lain kemudian merasa terdholimi, atau bahkan merada dibohongi.

Namun, sejak 2 tahun terakhir, cerita soal konflik kepentingan bila panitia, atau pengurus suatu EO, atau pihak yang dianggap dekat dengan panitia atau EO menurunkan burung, mulai tertepis atau setidaknya berkurang.

 

 

Munculnya SMM, harus diakui memberikan lembaran dan pemahaman baru. SMM secara tegas dan terang benderang membolehkan panitia atau pengurus, ikut menurunkan burungnya. Di luar pengurus, para peserta “diikat” dalam member atau keanggotaan, terus peserta dari luar juga perlu mendapatkan “rekom” supaya bisa ikut berlomba di dalamnya.

Syarat bisa bergabung, semua harus sepakat punya niat awal yang bersih, lomba secara apa adanya, tidak boleh berniat apalagi sampai bertindak curang, dengan cara apa pun. Tatip pun mesti diikuti, seperti menjaga ketertiban dan situasi yang tetap kondusif dari awal sampai akhir.

Awalnya, sejumlah pihak curiga bila ini hanya semacam arisan saja. Juaranya nanti digilir, sehingga pada akhirnya semua akan kembali. Tidak ada yang rugi, tidak ada uang pendaftaran yang hilang. Sekarang kalah, besuk ada gilirannya juara.

Kecurigaan yang langsung dibantah. “Ya itu tidak benar. Kita main 24-G, penonton bisa ikut memantau dengan jelas. Juri juga tidak boleh komunikasi, tanpa korlap yang lumrahnya jadi penghubung. Di luar team juri, kita pengurus, kepanitiaan dari jenjang terendah sampai tertinggi, seperti saya sebagai ketua pun, tidak boleh mendekati area penilaian,” ujar Abah Tatuk ketika dikonfirmasi.

 

SUASANA DI SKMN, KALAU TERTIB, TENANG, SENYAP, PESERTA JUGA BISA PREDIKSI JUARA TIDAK JAUH DARI PILIHAN JURI

 

Abah lantas menunjukkan bukti konkret, sepanjang berjalannya SMM, sebagian besar juara, terutama kelas-kelas utama, diraih oleh para rekom. Seringkali oleh rekom baru yang secara pribadi juga belum kenal dengan para member lama, pengurus, panitia, apalagi team juri.

Ari Krupuk, salah satu peserta dari Jogja, pernah mengungkapkan kesan betapa asyiknya lomba di SMM. “Pertama, meskipun di brosur tidak ada keterangan hadiah utuh, tapi peserta SMM sejak awal selalu penuh, dan itu sudah dipublis secara terbuka pada data peserta di tiap kelasnya. Hadiah pasti bongkar semua, aman, belum ada cerita kan lomba di SMM hadiah kurang dari yang tertera di brosur.”

“Kedua sebagai peserta merasa tenang, nyaman, dan sesungguhnya ini lomba yang secara biaya paling murah. Kita cukup pesan, bayar sesuai harga tiket, datang, gantang, pantau dengan tertib.”

Krupuk yang menggantang Suropati ketika double winner, kemudian Ken Warok yang terakhir sudah bisa masuk 3 besar, menjelaskankan apa yang dimaksud paling murah, juga kenapa lomba di sini terasa sangat asyik dan nyaman, sehingga pengin datang lagi bila ada kesempatan.

 

 

“Saya pernah merasakan juara. Benar-benar hanya keluar biaya beli tiket, tidak ada tambahan lain sepeser pun. Maksud saya begini, setelah sesi yang burung juara, kan tidak langsung pulang. Masih pengin melihat sesi lainnya, masih ingin santai sambil ngobrol dengan teman kicaumania lainnya. Nah selama di lokasi lomba hingga mau pulang, benar-benar tidak ada apakah itu bagian dari team juri, bagian dari panitia, yang datang mendekat kemudian langsung atau dengan kode tertentu, lantas meminta semacam bonus. Padahal, di tempat lain, jujur saya masih sering melihat situasi seperti itu masih ada. Dari sisi peserta atau si juara, tentunya ini mengurangi kenyamanan. Nah, di SMM hal itu benar-benar nihil, sehingga para juara, siapa pun itu, pasti merasa nyaman dan jadi ketagihan datang lagi.”

Hal-hal nyata seperti diungkapkan oleh Ari Krupuk, yang membuat para peserta tidak pernah lagi mempermasalahkan bila panitia, para pengurus sampai jenjang tertinggi, katakan Abah Tatuk sebagai Ketua, atau Dwi Jalu sebagai Sekjen, MHB sebagai humas, ikut menurunkan burung. Bahkan ketika burung mereka juara pun, semua sudah percaya bila itu memang karena burungnya mendukung, memang situasi saat itu benar-benar layak jadi juara.

Kesimpulannya, mau itu panitia, atau orang yang dianggap dekat dengan panitia atau team juri, benar-benar tidak perlu dipermasalahkan ketika burungnya ikut turun, selama team juri juga benar-benar bekerja objektif, apa adanya, sesuai fakta lapangan. Itulah pelajaran yang bisa dipetik dari SMM.

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Fakta menarik lainnya, beberapa orang yang awalnya sempat curiga bahkan nyinyir pada SMM dengan menggunakan narasi “lomba wagu, lomba arisan’, akhirnya juga meniru atau mengadopsi pola yang digunakan oleh SMM hampir secara keseluruhan, dengan beberapa modifikasi kecil di sana-sini.

Mulai sistem penjuriannya, hingga model mengikat peserta dengan format member dan rekom. Ketika apa yang sudah dijalankan oleh SMM kemudian bak virus cepat menyebar luas, dianggap baik kemudian diikuti dan ditiru, Abah Tatuk dan kawan-kawan pun merasa bangga.

“Semoga itu bisa menjadi ladang amal ibadah kami. Itulah yang bisa kami lakukan untuk para kicaumania, sebab kami memang tidak bisa beribadah dengan cara, misalnya berceramah di mimbar keagamaan.”

 

DHONA GDM & LONDO, SILATURAHMI KE SEMUA EO

 

Dengan merendah, Abah Tatuk menyebut SMM adalah komunitas kecil yang kebetulan dipercaya untuk mengelola lomba. Event SMM bukan profit oriented, bukan pula ladang cari rejeki. “Sekadar hobi, jadi tidak ada salahnya member ikut lomba. Tujuan buat member ya supaya bisa ikut lomba, terkait juara itu sepenuhnya biar burung dan fakta lapangan. Kita selalu mengedepankan sikap fair play biar jangan sampai ada yang merasa terdholimi.”

Apa yang sudah berjalan selama sekira 2 tahun dan sekarang sudah bisa diterima oleh kicaumania secara umum, akhirnya juga menginspirasi sejumlah EO atau komunitas. Salah satunya adalah SPM, Solidaritas Pecinta Murai, komunitas yang digagas oleh Aswindra Tumin dari NZR Indonesia, kini ber-home base dan dikembangkan di Yogyakarta, diketuai oleh Teddy BKS dengan sejumlah punggawa utama seperti Dhona GDM.

Teddy, Dhona, dan kawan-kawan hendak menggelar Kopdar 2 SPM pada 12 Maret besuk di gantangan Jogja Bay yang saat ini terus dibenahi dengan sejummlah fasilitas pendukung seperti sistem buka tutup elektrik.

 

TEDDY, DHONA, DAN PARA PUNGGAWA SPM. INGIN BUKTIKAN TEAM JURI TETAP OBJEKTIF KENDATI ADA BURUNG MILIK PANITIA

 

Di sini, panitia dari jenjang terendah hingga tertinggi, juga secara tegas diperbolehkan menurunkan burung terbaiknya, baik di kelas khusus member maupun reguler (kelas umum siapa saja boleh ikut tanpa perlu mendaftar jadi rekom).

Dhona memastikan, burung-burung milik panitia yang akan ikut serta, akan dilakukan secara terbuka, transparan, tanpa perlu melakukannya secara sembunyi-sembunyi atau ditutup-tutupi. “Dari mulai daftar peserta di tiap kelas, akan kita buka. Misalnya burung saya atau Teddy ikut, ya pasti namanya akan tercantum pula. Demikian pula dengan sangkar dan kru yang menggantang, ya seperti biasanya yang sudah dikenali oleh para kicaumania lainnya.”

 

DHONA GDM BERSAMA TOKOH SENIOR DANU KUSUMO DAN ENDRO BILLION

 

Dhona ingin membuktikan bila team juri yang nantinya bertugas, benar-benar akan bekerja objektif dan profesional. “Sepenuhnya mendasarkan pada kinerja burung. Mau ada situasi yang sering disebut tipis atau 11-12, tetap harus yang 12 yang juara. Tidak boleh karena yang 11 misalnya burung panitia, lantas itu yang dijuarakan. Juara yang juara, kalah ya kalah, milik siapa pun itu.”

Nah, bagi Anda yang belu memesan tiket Kopdar 2 SPM, masih ada kesempatan. Dua kelas member sudah penuh, sudah tambah 1 kelas lagi dan sudah terisi sekitar 70%. Kelas reguler utama tiket 2 juta juga sudah menipis. Simak brosur dan jawal lombanya di bawah ini. [maltimbus]

 

 

BROSUR KOPDAR 2 SPM JOGJA:

 

BROSUR SMM FEAT SKMN ROAD TO PIALA SULTAN DELI:

 

 

BROSUR WONOGIRI FAIR BATTLE:

 

BROSUR DAN AGENDA LOMBA LAINNYA, KLIK DI SINI

 

KATA KUNCI: abah tatuk dona gdm dhona gdm spm kopdar 2 spm smm pmm itok solo

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp