SUASANA LOMBA, NYAMAN, TANPA TERIAK, FAIRPLAY, SESUAI PROKES (dok. zoni media hpbi)

GRAND PRIX MURAI BATU HPBI BANDUNG + DATA JUARA

Lomba Nyaman dan Fairplay, Benar-Benar Didisain Patuhi Protokol Kesehatan

Di masa pandemi ini, semua lomba mengklaim mematuhi protokol kesehatan (prokes). Kalau mau jujur, boleh jadi inilah lomba yang didisain menerapkan prokes paling serius. Cocok buat percontohan event lainnya.

Namanya Grand Prix Murai Batu, digelar di gantangan HPBI Pasar Segar Bandung, Minggu 20 Desember 2020. Menurut Keke, sang penggagas, sejak awal event ini memang didisain untuk menyesuaikan dengan standar prokes, dengan kebiasaan atau tatanan baru.

 

 

KEKE BERSAMA HERRY IP, ONE D, DAN TOKOH LAINNYA (dok. zoni media hpbi)

 

Jumlah orang yang hadir benar-benar dibatasi. “Caranya, pertama, jenis burung yang kita buka jangan banyak-banyak. Kita hanya buka murai batu saja, buat selingan ditambah hwamey dan branjangan.”

Ke dua, jumlah gantangan tiap sesi juga dibatasi. Di event ini, semua kelas maksimal 36 gantangan, satu kelas utama bahkan hanya 25 saja.

Ke tiga, jumlah sesi atau kelas juga dibatasi. “Di sini total hanya akan main 26 sesi. Lomba akan dimulai tepat jam 09.00, di dalam gantangan disediakan kursi yang sudah diberi nomor sesuai nomor gantangan buat peserta. Kita rancang selesai jam 17.30.”

 

Hari gini belum pakai TWISTER? Segera merapat di kios-kios / agen terdekat, bila belum ada mintalah untuk menyediakan, biar Anda dan para kicau mania lainnya lebih mudah mendapatkannya. Coba dan buktikan kualitasnya, dan berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

Ke empat, panitia juga bekerjasama dengan Satgas Covid-19 PMI Kabupaten Bandung. Pagi hari sebelum lomba dimulai, dilakukan sterilisasi dengan penyemprotan desinfektan. Hal ini tentu saja akan meningkatkan rasa aman bagi siapa saja yang akan memasuki area ini.

Di luar peserta yang dapat jatah kursi di dalam lapang, jarak pagar dengan gantangan juga hanya 3 meter. Artinya, nonton dari luar pagar pun masih cukup dekat dan bisa memantau burung dengan cukup baik. Ini adalah bagian dari usaha untuk menggelar lomba secara fairplay, transparan, semua bisa memantau burung dengan baik, tanpa perlu teriak-teriak.

Mari kita uji klaim Keke soal pembatasan orang dengan hitung-hitungan sederhana. Bila peserta penuh semua, total peserta maksimal adalah (36 burung x 25 sesi) + 25 burung (ada satu sesi utama maksimal 25 peserta, lainnya 36), hasilnya 925 peserta. Bila satu burung rata-rata turun dua kali, maka burung yang dibawa ke area ini adalah ½ x 925, hasilnya 462 burung. Faktanya, ada satu burung yang kuat dimainkan 3 sampai 4 kali.

 

 

Bila satu orang dianggap membawa satu burung, jumlah orang yang hadir sebagai peserta juga hampir sama dengan jumlah burung, hanya sekitar 400an orang. Faktanya, banyak yang satu orang membawa dua, tiga, atau lebih burung. Memang, ada juga satu burung yang dikawal dua orang lebih. Misalnya, si pemilik mengajak serta jokinya, atau mengajak keluarganya.

“Nah, dari jumlah orang yang hadir sebagai peserta saja sudah terbtas, sedikit, pasti lebih mudah dikendalikan baik untuk kelancaran dan kenyamanan lomba, maupun untuk mematahui standar prokes yang baik,” imbuh Keke.

Lomba pun berlangsung lancar sesuai rencana. Dimulai jam 09.00, benar-benar nyaris tanpa teriak, dan sudah rampung pada jam 17.30, saat hari masih terang benderang. Peserta datang dari semua kalangan, banyak di antaranya datang dari Jabodetabek.

 

Mr. ONE D dan ERICK INTER, PROFESOR SAPU BERSIH KELAS HWAMEY (dok. zoni media hpbi)

 

Biar lebih objektif, komentar dari peserta yang selama ini dikenal kritis bisa menjadi acuan. Ada nama Kang One D, salah satu tokoh kicaumania Bandung yang ikut merapat ke sini, juga Herry IP yang datang dari Jakarta.

“No fairplay adalah akar masalah lomba saat ini, selain di masa pandemi adalah bagaimana bisa menerapkan prokes dengan sebenar-benarnya, bukan hanya buat ngeles. Event yang digagas Keke ini patut kita acungi jempol, karena minimal sudah mencoba mengatasi masalah-masalah yang sudah akut itu (no fairplay, red.) dengan berani menawarkan sistem kemasan lomba yang sangat transparan,” ujar One D.

 

 

One D lantas menyoroti panitia yang sudah menerapkan pakem yang jelas dan tegas; sistem tiketing yang transparan, baru dibagi di lapang dengan diacak lebih dahulu; menyediakan kursi dengan nomor sesuai jumlah gantangan; jarak pagar yang dekat dengan gantangan hanya 3 meter; jenis burung yang hanya 3 saja; jumlah kelas/sesi hanya 26 masing-masing diisi maksimal 36 peserta; pemberlakuan bendera durasi; nominasi terbuka untuk mengedukasi peserta mana-mana yang layak juara dan yang belum layak; harga tiket yang lebih bijaksana dan ramah untuk semua kalangan; hingga lomba yang benar-benar menerapkan non teriak.

“Semua itu membuat susasana lomba sangat nyaman. Menang atau kalah pun merasa terhormat dan bangga. Kami sebagai peserta pun menjadi tenang dan merasa aman, tidak ada rasa kuatir event tiba-tiba didatangi aparat dari gugus tugas Covid lalu tiba-tiba dibubarkan sebagaimana di sejumlah event lain, misalnya,” imbuh One D.

 

MB BRITISH - H. IYAN & H. HERLAN - METRO SF, JUARA TIKET 500RB. (dok. zoni media hpbi)

 

Herry IP juga mengaku sangat terkesan, dan merasa event ini benar-benar bisa jadi percontohan buat event yang lain. “Untuk pertama kali ya saya kira, event murai batu yang benar-benar kondusif, non teriak, kita semua bisa mantau suara dan materi burung dengan baik, apakah yang duduk di kursi di dalam lapang bahkan penonton yang di luar pagar sekali pun karena jarak pagar cukup dekat. Selamat dan sukses buat om Keke dan HPBI, buat kicaumania Bandung juga. Saya ikut senang dan bangga bisa hadir di sini.”

Kenapa event ini lebih terkesan sangat memanjakan murai batu? Jenis burung ini, termasuk murai Borneo dan ekor hitam, dimainkan 19 kali. Menurut Keke, ini sesuai dengan konsep dan tajuk lomba, Grand Prix Murai Batu.

 

Apapun problem "bunyi" pada burung Anda, dari mulai MACET sampai hanya mau tampil angot-angotan, berikan MONCER-1, tunggu beberapa hari, langsung JOSS.

 

“Pembatasan jenis burung adalah strategi agar jumlah orang yang hadir tidak terlalu banyak. Untuk yang pertama kita gelar murai batu dulu, buat penyela ada hwamey dan branjangan. Berikutnya bisa saja kita menggelar Grand Prix cucak hijau, kacer, lovebrid, dan lainnya.”

Ditegaskan lagi oleh Keke, ia dan kawan-kawan HPBI Bandung memang merancangnya agar lomba bisa mematuhi standar prokes, selain demi kenyamanan semua peserta. “Kalau mau serius patuhi prokes, orang yang datang memang harus dibatasi. Sekarang sedang pandemi, segala sesuatunya harus menyesuaikan dong. Kita ingin di masa pandemi hobi burung tetap bisa jalan termasuk gelaran lombanya, tentu harus dengan sistem dan cara yang baru,” tandas Keke.

 

EJE JAYA, MB CASPER JUARA KELAS UTAMA GRANDPRIX - PD RIZKY (dok. zoni media hpbi)

 

Masih menurut Keke, apa yang dilakukan di gelaran ini sebenarnya sesuatu yang biasa saja, secara teknis dan penerapan tidak ada yang istimewa, tidak ada yang sulit. “Hanya butuh kemauan saja, juga harus bisa menahan nafsu atau menahan diri. Mohon maaf, misalnya tidak bernafsu ingin dapat peserta sebanyak-banyaknya sehingga bisa dapat cuan atau untung yang berlipat juga. Kalau di sini kan, memang dirancang seperti itu, asal semua biaya sudah ketutup, ada sedikit lebih sudah cukup, sudah kita syukuri. Harus diakui, ini memang sesuatu yang berat dilakukan.”

Kita perlu berterima kasih pada Keke dan kawan-kawan, yang telah menutup lomba di tahun 2020 ini dengan manis melalui gelaran yang benar-benar nyaman, fairplay, dan benar-benar menerapkan prokes dengan baik. [maltimbus]

 

Yang di desa, di kota. Yang ikut lomba atau sekadar didengar suaranya di rumah. Dari generasi ke generasi sudah memakai TOPSONG.

 

SEBAGIAN PANITIA DAN TEAM JURI HPBI BANDUNG

 

BEKERJASAMA DENGAN SATGAS COVID-19, PMI KAB. BANDUNG

 

STERILISASI DENGAN PENYEMPROTAN DESINFEKTAN SEBELUM LOMBA DIMULAI

 

JUARA GRAND PRIX MURAI BATU HPBI BANDUNG (20/12/2020):

 

 

KATA KUNCI: grand prix murai batu hpbi

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp