PENILAIAN MURAI BATU. PENERAPAN PAKEM SERING TAK KONSISTEN

DISKUSI PAKEM MURAI BATU

Pilih Kualitas Biasa Tapi Anteng, Atau Bagus Tapi sedikit Nakal?

 

 

 

Pakem yang dianggap tidak jelas, atau kurang konsisten, sering membuat bingung peserta. Ini hampir berlaku di semua jenis burung secara umum. Burung yang kualitas dan materinya bagus, tapi ada sedikit nakal saja, bisa dikalahkan oleh burung biasa-biasa saja, tapi kerjanya lebih anteng dan duduk di satu titik.

Di saat yang lain, peserta sering melihat ada burung bagus tapi pakai turun-turun atau nakal, tetap bisa juara. Saat ditanyakan kenapa bisa juara, juri menjelaskan, turun beberapa kali atau sedikit nakal tidak masalah, karena ini lomba burung berkicau, yang diutamakan kemerduan dan kualitas kicauannya, bukan antengnya.

Dengan makin banyaknya EO, memang makin banyak pilihan. Secara umum, burung yang bagus sebenarnya tidak beda jauh antara EO yang satu dengan yang lain. Kalau burung memang punya kualitas dan materi bagus, dan kerjanya juga bagus, harusnya di EO mana pun tetap bisa juara.

Tapi memang tiap EO punya detil aturan yang berbeda. Sekarang mulai ada EO yang memakai bendera diskualifikasi, peringatan, atau semacamnya, untuk menandai burung yang dianggap sudah tidak bisa menang lagi. Misalnya pada kacer, karena mbagong di tengah jalan. Pada kenari, karena ngelabrak atau ngeruji. Pada murai, karena dianggap ngeban/ngeruji atau turun di tebok.

Pada kacer mbagong, mungkin parameternya agak jelas, Pada kenari dan murai batu, masih sering tidak sama persis penerapannya meskipun EO-nya sama, tapi beda juri atau beda sesi. Misalnya, apakah kenari yang nabrak jeruji, hanya sebentar dan langsung balik lagi dan kerja lagi, termasuk yang didiskualifikasi atau tidak.

 

MURAI NGERUJI. MENGURANGI NILAI, ATAU DISKUALIFIKASI?

 

Demikian pula pada murai batu, pengertian turun dan nebok, atau nampar, ngeban, atau ngeruji, kadang di lapang ditafsirkan secara berbeda oleh petugas yang berbeda, baik EO yang sama apalagi bila beda EO.

Ada EO yang tidak menerapkan model bendera kualifikasi secara terbuka. Ketika melihat burung yang turun berulang, tidak ada bendera tanda apa pun. Tapi sudah semacam jadi kesepakatan saja, burung yang seperti itu tidak bisa juara.

Model yang  tertutup ini yang kadang menimbulkan pertanyaan dan protes, karena dianggap tidak jelas dan tidak tegas. Seringkali di waktu lain, ada burung yang menurut pandangan peserta ada nakalnya, tetap bisa juara. Hal seperti ini yang kadang bisa menimbulkan prasangka buruk terhadap team juri.

 

H. SADAT & ADRY BABEL. SIAP COME BACK, PERLU YAKIN PAKEMNYA.

 

Maka pemain papan atas sekaliber H. Sadat yang memakai akun Fahd Fahd di laman face book-nya pun bertanya dan membuka diskusi soal ini, kemarin sehari menjelang lebaran (5/7).

Pertanyaan dan pernyataan lengkapnya seperti ini:

“Mau tanya nih, sama Suhu, Maestro, Panglima & semua EO perburungan yang ada di tanah air. Gaimana si penilaian murai batu yang sebenarnya?  Apa benar,  bila burung ada nampar/ ngeban lebih dari 3 kali, gak bisa juara. Sedangkan durasi kerja  mencukupi & kwalitasnya bisa dibilang mewah. Dibanding burung yang duduk anteng, tapi kwalitas standar & burung kerja aja. Saya mau tahu jawabannya. Harus pilih burung yang mana di antara 2 itu? Beda cerita kalau burung sama-sama mewah, otomatis harus pilih yang lebih duduk.”

 

 

Sebagian teman-temannya memberikan komentar dengan nada bercanda. Sofyan Juandi selaku panglima Radjawali Indonesia (RI), yang disinggung dalam pertanyaan, memberikan jawaban yang cukup serius.

Menurut kang Pian, begitu panggilan akrabnya, di RI murai batu yang nampar atau ngeban ke jeruji, disebutnya TIDAK MASALAH. Alias masih punya hak untuk jadi juara.

“Masalah kalau burung sampai turun ke tebok, akan ada 3 bendera peringatan, kuning, biru, dan merah. Kalau baru dapat dua bendera yang kuning dan biru, masih bisa diusulkan dalam pengajuan juara, bila burung tersebut memang benar-benar punya kualitas lebih menonjol atau di atas rata-rata musuh-musuhnya saat itu.”

 

SOFYAN JUANDI. RI MENGIKUTI PERKEMBANGAN, TERMASUK PENILAIANNYA

 

Nah, kalau burung sudah turun ke tebok  dan bunyi di bawah, atau kang Pian menyebut dengan istileh “ngepel”, maka langsung tancap bendera MERAH alias diskualifikasi. Artinya, sudah tidak bisa lagi diusulkan jadi juara.

“Mohon ijin para suhu ini pakem RI, karena menurut kami lomba burung makin maju begitu juga penilaiannya harus meningkat seperti teknologi yang terus berkembang. Penilaian di Radjawali Insya Allah bisa ngikutin perkembangan dunia Kicaumania, seperti di Love Bird sudah mulai dengan penilaian yang terukur,  Terima kasih atas pandangan yang kritis dari sobatku.”

Sadat rupanya juga bisa menerima penjelasan yang cukup gamblang dari Kang Pian. Setidaknya, pakem versi Radjawali Indonesia. Bagaimana dengan Anda, murai mania lainnya yang mungkin belum berkesempatan mencoba lomba di Radjawali Indonesia?

 

[Mau berbagi cerita / berita di burungnews.com? Bisa berupa profil, tips, berita hasil lomba, brosur lomba, rangkuman diskusi di media sosial, breeding, video, dan lainnya. Silakan kirim ke burungnews@gmail.com dan/atau redaksi@burungnews.com. Lengkapi dengan foto pendukung berikut penjelasannya, foto mohon jelas / tidak kabur, paling tidak ukuran 100 kb format jpg. Brosur lomba juga yang tidak pecah saat dibesarkan, dianjurkan ukuran file minimal 1 mb.] 

 

TERKAIT:

TAKE OVER KENARI HERO, TANDAI COME BACK-NYA H. SADAT

MB JUARA SETLEAH 1,5 TAHUN MEMBISU

AGENDA LOMBA BURUNGNEWS

 

 

KATA KUNCI: radjawali indonesia pakem murai batu h. sadat adry riady h. sadat come back bendra diskualifikasi bendera peringatan murai batu ngepel sofyan juandi kang pian fahd likin nanda putra

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp