BERAGAM MODUS PESERTA DALAM UPAYA MENGIRIM PESAN KEPADA JURI

SEPERTI APA LOMBA YANG FAIRPLAY & TIDAK / KURANG FAIRPLAY

Ini Loh Tanda-Tandanya

 

 

 

Kapan pun dan di mana pun, topik tentang lomba burung yang  fairplay menjadi sexy. Semua orang teriak ingin fairplay, tapi seperti apa lomba yang fairplay. Kalau dianggap tidak fairplay, siapa sesungguhnya yang menodai.

Bukankah kalau benar ada sesuatu yang tidak fairplay, pasti melibatkan setidaknya dua pihak? Namun, kalau peserta merasa “dikhianati” kemarahan biasanya hanya dialamatkan pada satu pihak saja, juri atau panitia. Ia lupa ada pihak lain yang berperan juga, yang tak lain adalah sesama peserta juga.

 

 

Nah berikut beberapa tanda bila kondisi lomba FAIRPLAY atau KURANG/ TIDAK FAIRPLAY:

  1. Cek dari mulai brosurnya. (A) Lihat kolom info lomba, kalau isinya hanya panitia inti, ya itu berarti pertanda kondusif. Tapi kalau isinya berderet “teman-teman” panitia luar kota ikut dimasukkan, apalagi juga nama-nama juri baik dari tempat lomba digelar sampai nama juri luar kota juga dimasukkan, kita patut bertanya-tanya, untuk apa nomor kontak peserta luar kota dan para juri ikut dimasukkan ke info lomba. (B) Lihat di bagian sponsor, kalau sponsornya adalah dari produk-produk pendukung (misal pakan, obat-obatan / vitamin burung, sangkar dan aksesoris, hotel) dan lain-lain yang tidak punya kepentingan dengan siapa yang juara, itu pertanda kondusif. Tapi kalau dalam jajaran sponsor juga terdapat nama-nama yang nota bene juga akan ikut jadi peserta, kita patut bertanya, apa nantinya tidak akan terjadi konflik kepentingan.
  2. Amati setelah menggantang, kalau semua peserta langsung ke luar lapang atau minggir tanpa tolah toleh ke arah juri, berarti cukup kondusif.
  3. Kalau ada satu, dua, tiga, atau lebih peserta yang setelah menggantang mencoba mendekat ke titik di mana juri keluar, kemudian mencoba menyampaikan pesan tertentu, mungkin membisikkan nomor gantangan, atau memberi kode dengan tangan, pertanda orang-orang itu berjiwa tidak fairplay
  4. Modus untuk menitipkan pesan makin canggih. Kalau panitia ketat memasang regu keamanan di sekitar area juri, sebagian peserta tetap bertahan di dalam lapang dengan alasan mengganti nomor gantangan, mau minta semacam tanda tangan dari panitia. Saat juri keluar, tanpa malu langsung menyampaikan pesan-pesan terselubung.
  5. Pada lomba yang kurang ketat, beberapa peserta bahkan tampak leluasa keluar masuk ruang juri, lalu tampak ngobrol akrab baik di dalam maupun di sekitar area juri.
  6. Perhatikan sangkar milik orang atau kelompok yang sama, mungkin ada semacam tanda yang sama. Bisa berupa stiker, penanda kecil pada pangkringan, tebok, gantungan dan lainnya. Saat semakin banyak EO melarang menggunakan stiker, tanda-tanda lain secara cerdik sering digunakan, bisa pada pangkringan, kolak pakan/minum yang dipasang secara tidak standar, kunci pintu, gantungan, dan banyak variasi lainnya.
  7. Peserta yang berperilaku kurang elok ini, sebagian adalah mereka-mereka yang cukup dikenal dan kesohor, artinya bukan peserta biasa, bisalah kalau disebut tokoh.

Ketujuh hal di atas adalah hal-hal yang terlihat mata semua orang. Hal yang seharusnya membuat si pelaku merasa malu, nyatanya masih tetap bisa dilihat di banyak lomba hingga sekarang. Di luar itu, pengkondisian terselubung sangat mungkin sudah dilakukan.

Kasak-kusuk di lapangan hanya untuk memastikan team penilai “tidak salah” pilih. Boleh jadi ada perubahan atau pemindahan nomor gantangan, atau penggantian “tanda” pada sangkar karena tanda yang sudah disepakati sebelumnya sudah bocor atau dikenali peserta lain.

 

 

BELAJAR MENGKONDISIKAN FAIRPLAY PADA KOMUNITAS BRANJANGAN

Pertanyaan berikutnya, adakah kondisi lomba yang sangat mendukung semangat fairplay? Meskipun belum sepenuhnya sempurna, kita perlu belajar pada komunitas branjangan. Pada even-even yang menggelar kelas branjangan dan melibatkan dukungan komunitas, biasanya sudah ada semacam pengkondisian agar lomba bisa berjalan fairplay.

Hal seperti ini bisa terjadi sebab sesama peserta anggota komunitas, meskipun bendera komunitasnya mungkin berbeda, merasa sebagai satu keluarga. Siapa pun juaranya, dianggap juara bersama.

 

TRADISI PARA BRANJES, DUDUK MANIS, TIDAK BERSUARA, ANTI MAIN TITIP

 

Sudah ada edukasi yang sistematis bahwa para peserta branjangan harus menggantang dari awal, lalu langsung minggir dan duduk manis. Mereka juga bersepakat untuk tidak ada satu pun yang mencoba memberikan kode, tanda, apalagi sampai kasak-kusuk pada juri meminta diperhatikan nomor gantangannya.

Kesepakatan lainnya, tidak ada yang berteriak, semua mesti tenang, sepenuhnya ikut mendengarkan dan menyimak suara burung. Kalau ada hasil yang dianggap melenceng, komplain juga dilakukan secara santun, bisa langsung oleh peserta yang didampingi pengurus atau tokoh komunitas.

 

 

Tradisi baik tersebut kini menjelma menjadi semacam norma bersama. Kalau ada peserta yang nekad melanggar norma, akan langsung ketahuan oleh yang lain.

Misalnya, sengaja menggantang paling akhir dengan modus bisa terlihat oleh juri yang mau keluar, sementara burung yang lain kondisinya sudah tergantang semua, dan pemilik atau yang menggantang sudah duduk manis pada tempatnya.

 

DIDUKUNG KOMUNITAS, SESI BRANJANGAN SELALU MERIAH

 

Apalagi kalau sampai si penggantang atau rekannya mencoba mendekat ke juri lalu memberi tanda atau kode atau membisikkan sesuatu, yang patut diduga menunjuk pada nomor gantangannya. Akan diketahui dengan mudah oleh peserta lain yang sudah taat norma.

Para peserta branjangan umumnya memang mendapat semacam “keistimewaan”, boleh duduk manis di dalam pagar. Hal ini karena mereka menjamin bisa tertib dan tidak akan mengganggu konsentrasi juri dalam menilai.

Bisakah untuk jenis burung yang lain, situasinya bisa dibuat kondusif seperti pada sesi branjangan? Anda semua, para kicaumania yang budiman, bisa menerka-nerka jawabannya.

 

PALING COCOK DAN DISUKAI BURUNG KECIL

BERITA LAINNYA

KATA KUNCI: tanda-tanda lomba fairplay atau tidak fairplay belajar dari komunitas branjangan

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp