H SIGIT WMP

H. SIGIT WMP

Kalau Love Bird Mau Ramai Lagi, Cukuplah Kita Bersatu Lagi

Surutnya popularitas love bird secara umum, membuat banyak kalangan kicaumania menjadi prihatin. Langsung atau tidak, ini memang berkaitan dengan banyak orang. H. Sigit WMP, pemilik sang legendaris Kusumo (almarhum), menyampaikan beberapa pandangannya.

Situasi saat ini, para love bird mania semakin tersekat-sekat dan terbelah, menurutnya justru menambah runyam situasi. “Kita lihat sekarang di lapangan, orang mulai mengidentifikasi dan membeda-bedakan ada pemula ada senior, ada akar rumput ada tokoh dan bos, ada lagi sebutan suhu, master, maestro, dan seterusnya. Sebutan yang terakhir itu, ada yang karena panggilan dari orang lain, tetapi beberapa ada pula yang melabeli dirinya sendiri. Ini juga awal mulai penyekatan atau pembelahan yang kita kenal.”

Lalu belakangan ada lagi muncul sekat dari kategori love bird, ada yang menyebut Fighter di satu sisi, dan di sisi sebelahnya ada Konslet. Ini yang sekarang sedang jadi arus utama perdebatan sehari-hari. “Kalau mau jujur, sebenarnya masih banyak spot abu-abu di antara Konslet dan Fighter, yang sesama pemain dengan jam terbang cukup lama saja masih ada perbedaan persepsi. Itu yang membuat pemisahaan kelas dalam beberapa kasus juga menjadi masalah baru.”

 

 

Ini dia asupan tambahan yang paling pas buat nyeting Paud. Sudah banyak yang membuktikannya...  Bila Anda belum bisa mendapatkannya di kios terdekat, bisa menghubungi nomor yang tertera pada baner berikut, atau langsung lewat Tokopedia / Bukalapak.

 

H. Sigit mengaku sudah mencoba memahami dan menghormati berbagai kebijakan EO, yang tentunya punya niat awal yang baik, bagaimana supaya lomba love bird peserta bisa ramai lagi. “Dari sudut pandang EO, apa pun itu, tentu yang dipikirkan adalah bagaimana supaya pesertanya bisa ramai. Selain menyangkut prestis dan nama baik, hal lebih penting mengenai jumlah peserta karena menyangkut hitung-hitungan pemasukan. Tentu ini hal yang sudah sama-sama kita pahami, dan hal itu pun bukan sesuatu yang keliru. Sah-sah saja.”

Awal mulai pemain kebanyakan, atau sering disebut sebagai akar rumput, dianggap “takut” melawan burung-burung yang begitu rajin bunyi seolah tak peduli lawan di kanan-kiri, kemudian kerap dijuluki sebagai konslet, munculah ide membuat kelas bursa atau lelang, dengan batasan harga maksimal tertentu. Filosofinya, biar si pemilik yang mengukur sendiri, kalau burungnya merasa harganya lebih mahal dari harga maksimal yang ditentukan panitia, berarti ya jangan diturunkan, daripada dibeli dengan harga di bawah harga pasaran yang semestinya.

Itu adalah cara halus menolak kehadiran burung-burung langganan juara agar tidak menakutkan bagi peserta kebanyakan. Kemudian muncul kelas Paud atau Baby, yang ditujukan untuk burung-burung pemula, usia muda, secara teori ada kesepekatan umum bila batas umurnya adalah 5 bulan.

 

 

Mereka yang dianggap paham, akan melihatnya dari tanda-tanda fisik, seperti paruh, kaki, hingga kondisi bulu. Namun di lapangan seringkali juga menimbulkan perdebatan, ada burung yang menurut para peserta lain dianggap sudah lewat batas usia, sementara si pemilik ngotot usianya masih masuk kategori Paud / Baby.

Belakang, mulai muncul istilah Fighter untuk membedakannya dengan Konslet. Idenya adalah, agar burung fighter yang merupakan mayoritas, bisa bermain dalam kelas tersendiri, melawan sesama fighter. Dengan demikian, lawan seimbang, pemenangnya bisa gantian, lomba pun akan ramai lagi karena banyak pemilik love bird masih merasa punya harapan dan kesempatan menang yan sama.

Pemikiran tersebut berangkat dari pemahaman bila sepinya lomba love bird, karena banyak peserta yang burungnya masih biasa-biasa saja, takut dengan burung-burung konslet yang hampir pasti menang. Kenapa disebut hampir pasti menang, karena burung konslet seperti bunyi terus sepanjang laga, berhenti atau jeda beberapa detik saja. Sementara untuk love bird kebanyakan yang disebut fighter, membuat “bunyi” saja sulit, apalagi mau bunyi berulangkali, syukur dengan durasi yang panjang.

 

 

“Okelah, saya tidak ingin menyalahkan ide pemisahkan Fighter dan Konslet, yang belakangan malah ada yang menghapus salah satunya. Kita berpikir positif bila niat awalnya baik. Namun belakangan, kami melihat bila pembedaan atau pemisahan itu, menjadi masalah baru,” ujar H. Sigit memulai analisanya.

Ada lagi model lain, pembatasan poin. Love bird yang telalu baik, nilainya melebih batas maksimal, akan “terbakar”, kehilangan hak juara. Juara pun menjadi milik burung yang nilainya tertinggi, tetapi masih sama atau dibawah batas maksimal.

Model ini pun di mata H. Sigit cukup rancau, sama membingungkannya dan pemisahan fighter dan konslet. “Nyatanya, ada burung yang bisa menang di batas poin bawah, lalu menang lagi di batas poin yang jauh di atasnya, bahkan masih bisa menang di kelas los poin. Wah, kan hebat sekali itu burung bisa diatur kapan mainnya sedikit saja, kapan main setengah saja, kapan main habis-habisan untuk dapat poin sebanyak-banyaknya. Kesimpulan, batas poin juga bukan solusi.”

Pemisahan kelas Fihgter dan Konslet, di matanya malah membuat keduanya seperti disekat-sekat, dibeda-bedakan, jadi terbelah, dan satu sama lain malah seperti tidak akur. “Menurut saya sudah mengarah pada tanda bahaya, lampu warning sudah mulai menyala. Kita harus mau menyadari hal ini sebelum terlambat. Hilangkan sekat atau pagar itu. Ayo semua saja kita bersatu lagi. Buang itu label konslet, fighter, pemula, suhu, master. Kita setara, baik pemilik maupun burungnya.”

 

Burung mau tampil maksi dan stabil di segala cuaca, serta terjaga kesehatannya. Berikan LEMAN'S secara teratur, cukup 1 tetes untuk harian, bisa dicampur pada minuman, atau oleskan pada EF. Sudah banyak yang membuktikannya, jangan sampai ketinggalan...

 

H. Sigit mengaku sudah mulai melangkah, mengajak bicara dengan beberapa teman love bird mania. “Kita mencoba mencari akar masalah. Kenapa harus takut dengan burung yang rajin bunyi atau gacor itu. Kesimpulan, salah satunya karena pakem yang dianggapnya kurang adil dalam memberikan bobot nilai pada tiap kelompok durasi.”

Ini hanya perumpamaan saja, burung yang bunyi pendek-pendek tapi rajin, katakan masing-masing 10 detik, bunyi 12 kali (total 120 detik), poinnya tetap menang melawan yang burung durasi lebih panjang, katakan 30an detik, bunyi 3 kali (total 90 detik).

“Dari situ, kita pun akan mencoba mengutak-atik pakem yang sekiranya adil. Memang perlu dibuatkan semacam konsep dulu, agar diskusi lebih bisa terarah. Kalau sudah sepakat, itu kita usulkan ke EO-EO. Kalau kita bersatu, akan besar dan kuat, yakinlah EO-EO pun akan bisa menerima masukan dari kita. Sebab, ini untuk kebaikan bersama, untuk semua love bird mania, juga untuk EO juga. Semua akan diuntungkan.”

Beberapa hal yang harus jadi pegangan dalam menyusun pakem. Misalnya mengutamakan durasi, maka durasi yang lebih panjang harus diberi bobot yang lebih tinggi daeripada durasi pendek, meskipun mungkin lebih rajin. Tak kalah penting, pakem itu harus mudah dipahami oleh semua pihak, juga harus mudah diterapkan.

AGENDA & BROSUR LOMBA, KLIK DI SINI

 

KATA KUNCI: sigit wmp solusi love bird sepi konslet vs fighter

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp