YOGI PRAYOGI & DENY PURDANA

BEDA CARA MENILAI BURUNG ANTARA JURI DAN PESERTA

Kenapa Terus Terjadi, Ini Sebab dan Solusinya Menurut Yogi Prayogi

Sejak jaman dahulu kala sampai jaman now, protes terhadap hasil penilaian juri di lomba burung masih menjadi hal yang jamak. Peserta merasa burungnya bagus dan layak, tetapi diabaikan oleh team juri. Sementara juri merasa sudah bekerja dengan benar.

Bahkan ketika banyak EO baru bermunculan, lantas mengklaim telah memberbaiki atau memakai istilah yang lebih tegas, “menyempurnakan” sistem penilaian sebelumnya, tetap saja banyak peserta mulai even skala latber hingga even akbar nasional komplain karena merasa apa yang dilipih oleh juri masih keliru.

 

 

YOGI BERSAMA TOKOH LINTAS EO

 

Yogi Prayogi, mantan ketua KM dan founder Silobur, mencoba menganalisis masalah ini. “Ini semacam kesimpulan atau hasil perenungan yang saya temui selama di lapangan, baik dari sisi saya sebagai peserta, maupun ketika ikut berkecimpung dalam penjurian.  Semoga bermanfaat untuk semua pihak,” tutur Yogi sesaat setelah mengirimkan bahan pointer kepada burungnews.com.

 

Dari sisi JURI, hal-hal yang membuat hasil penilaian bisa berbeda dari sudut pandang peserta, atau hal yang berpeluang membuat juri keliru dalam memilih burung juara, bisa karena:

- KKN, walau prosentasenya lebih kecil daru jumlah gantangan. Meski sulit dibuktikan, sampai sekarang yang namanya KKN antara peserta dan juri, ditengarai masih terus terjadi, dari level Latber apalagi di even-even akbar yang memperebutkan hadiah besar  dan prestise.

- Less skill atau kemampuan yang masih kurang memadai, terutama para Juri Junior

- Human error atau kesalahan juri, bisa karena Less experience kurangnya pengalaman; kelelahan karena durasi lomba yang panjang, sesi /kelas banyak, banyak burung bagus turun dan pada kerja; tidak fokus, bisa karena dari SDM-nya, atau banyak masalah dari luar yang tetap dibawa ke lapangan, dan sebagainya.

 

Dari sisi PESERTA, ini beberapa hal yang sering membuat mereka merasa kecewa, beberapa diantaranya pun melakukan komplain serius:

- Merasa layak juara, padahal real di lapangan tidak. Misal, kacer ngeshow yang tidak keluar isian materinya. Murai Batu yang dari luar kelihatannya kerja, tapi di lapangan suara lirih sekali, atau bahkan disimpulkan tidak kerja.

- Perbedaan menilai, versi peserta sudah benar,  padahal versi juri tidak 

- Jarak pager yang jauh kadang membuat salah oleh peserta dalam menilai

- Peserta prosentase terbanyak lebih fokus memperhatikan burung sendiri dan sekitarnya, sementara juri harus memberikan perhatian pada semua.

 

 

Lalu, apa solusinya? Menurut Yogi, hal-hal di bawah ini bisa membantu mendekatkan persepsi antara juri dan peserta.

 

Dari sisi PENJURIAN:

- Siapkan SDM yang mumpuni dengan mengadakan Diklat yang benar, membimbing Juri agar lebih expert di profesinya. Cara mengkualifikasi Juri sesuai dengan kemampuannya, kalau di Silobur ada Level Juri Trainee, Juri 1, Juri 2, Juri 3 (mid senior) dan Juri Senior.

- Menambah jam terbang juri di latihan yang dimbimbing oleh Seniornya serta mengevaluasi setelahnya.

- Menerjunkan juri di lomba sesuai kualifikasinya:

- Lomba : 70 - 80 % yang line up adalah minimal Juri 3, bila ada level juri 2 harus diawasi oleh Supervisornya

- Latpres : 70 - 80 % yang di line up adalah minimal Juri 2, bila ada level juri 1 harus diawasi dan dibimbing oleh Supervisornya.

- Latber : 70 - 80 yang di line up adalah minimal Juri 1, bila ada level Juri Trainer harus diawasi dan dibimbing oleh Supervisornya.

 

- Menghilangkan Juri yang hanya sebagai Operator atau proxy dr seniornya, juri ini hanya sebagai executor senior/Supervisor/Korlap nya. Kalau si senior bener ok saja, namun bila tidak benar akan disalah gunakan. Dengan  level juri yang mandiri dan percaya diri, mungkin juri operator dan proxy akan dihilangkan.

- Line up tugas juri tidak selalu 1 team atau 1 daerah, karena peluang KKN lebih mungkin terjadi karena faktor kedekatan. Dengan mencampur team juri dari berbagai kota atau daerah yang tidak saling, peluang KKN bisa diminimalisir.

 

 

Dari sisi PESERTA:

- Edukasi ke peserta dengan melibatkan seminar, diklat, serta sarasehan tentang penjurian / penilaian burung.

- Sebagian besar peserta kurang begitu paham masalah pakem penjurian, mereka mengerti bersumber dari mulut ke mulut, medsos, atau media namun kurang begitu memahami  praktek di lapangannya.

- Memberi peluang kepada peserta agar terlibat dalam penjurian sehingga bisa merasakan bagaimana  menjuri langsung di lapangan.

 

Catatan akhir Yogi: Penjurian burung selalu ada jurang perbedaan antara juri dan peserta, karena penjurian sifatnya relatig walau sudah ada standar pakem penjurian. Beda dengan penjurian burung merpati balap yang absolut, itu pun kadang masih ada protes yang tak terselesaikan hingga diputuskan dengan undian / tos-tosan.

 

 

 

Catatan burungnews:

- Jarak pagar yang jauh dengan penonton, secara formal disebutkan agar juri tidak terlalu terganggu dengan teriakan peserta. Namun sebagian peserta mulai curiga, ini adalah taktik/strategi agar peserta tidak bisa mendengar dengan baik suara burung, sehingga ketika ada komplain, bisa mudah membuat alasan seperti volume kurang, kalah lagu dan semacamnya.

Kecurigaan lebih mendalam, ini adalah strategi agar juri lebih mudah bermain-main tanpa terlalu ketahuan peserta. Maka ada semacam tantangan, kalau yakin siap fairplay, ayo pagar yang dekat, biar peserta juga bisa ikut mendengar dengan baik suara burungnya.

- Sebagian besar diklat yang digelar, oleh EO mana pun, masih sebatas teori saja, tidak disertai praktik langsung. Hal ini membuat jurang pemahaman tentang burung yang bagus dan layak juara, tidak semata antara peserta dan juri saja. Bahkan sesama juri pun sangat mungkin punya pemahaman yang berbeda.

Misalnya, benarkah juri benar-benar paham dan bisa membedakan antara lagu asli dari si burung, dengan lagu isiannya? Apakah ukuran suara yang dianggap bagus itu lebih karena punya banyak variasi lagu isian, atau karena cara membawakannya yang merdu dan enak dinikmati?

(Pada suara orang/manusia, kita lebih mudah memberi penilaian seorang penyanyi yang mencoba improvisasi dengan banyak cengkok, tapi dasar suaranya fals, dengan penyanyi yang memilih cengkok sederhana tapi dasar suaranya memang merdu. Sebagian besar akan memilih yang terakhir lebih baik. Bagaimana pada suara burung, sebagian besar dari kita belum memiliki pemahaman atau kesepakatan yang sama soal ini).

Cara burung membawakan lagu ada yang membandingkan atau menggambarkan dengan seorang supir yang mengendarai mobil. Mobil dengan spek yang sama, bisa terasa berbeda oleh supir yang beda.

Ada yang halus, tetapi tetap bisa kencang dan cepat sampai tujuan. Penumpang jadi nyaman dan tenang. Ada yang pembawaannya kasar, ngnjak gasnya menghentak, demikian pula saat mengerem, kalau belok juga terasa goyangannya.

Secara teoritis, penggambaran di atas sangat membantu. Tapi menerapkannya pada suara burung, butuh latihan dan jam terbang yang cukup panjang, lalu bersama-sama membuat semacam kesepakatan.

 

BERSAMA-TEMAN-KM-DAN-DIRJEN-KSDAE-Ir.-WIRATNO-DI-PIALA-RAJA

KATA KUNCI: yogi prayogi silobur putra imi cup 2

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp