WAHYU 8055 SEMARANG. LOMBA UNTUK MELEPAS PENAT, JANGAN MALAH BIKIN PENAT

WAHYU 8055

Lomba Burung Sekarang Bikin Emosi, Yuk Bersama Cari Solusi

 

 

 

Semakin banyak dan seringnya digelar lomba, kita melihat ini sebagai sebuah perkembangan, atau kemajuan, tentu saja. Dilihat dari sisi ekonomi, misalnya. Perputaran uang di hobi burung berkicau yang terkait dengan lomba, jelas makin membubung tinggi.

Tapi, di balik hingar bingar lomba burung yang semakin semarak itu, banyak pula yang merasa sedih. Bukan pada keramaiannya, namun karena melihat para pegiat lomba, terutama para pengelola lomba dan team juri, dianggap banyak yang menyimpang. Tentu saja, mereka tak sendirian. Para peserta pun sudah barang pasti punya andil.

Hal yang seringkali membuat jengkel dan marah. Sebagian kicaumania ada yang langsung mengungkapkan kejengkelannya di lapangan. Sebagian lagi berusaha menahan diri dan menerima apa pun yang terjadi. Namun bila terus menerus terjadi, pada akhirnya bikin dada jadi sesak juga.

 

WAHYU 8055. BERANGKAT SENANG, PULANG HARUS SENYUM.

Hal ini antara lain juga terungkap pada cuitan Wahyu 8055 pada akun facebook-nya. Wahyu menyebutkan, kondisi lomba burung saat ini membuatnya menjadi lelah dan menjenuhkan. “Lelah semuanya, tenaganya, waktunya, biayanya. Semua itu akan terbayarkan seandainya setelah lomba hati kita jadi senang , sesuai tujuan awal hobi. Kalau itu terjadi, berapa pun jauhnya, berapa pun biayanya, akan dikejar oleh siapa pun. Tapi ini sebaliknya, malah bikin neg,” ujarnya.

Lah bagaimana lagi, namanya lomba burung, tapi yang lomba bukan lagi burungnya. “Memang secara fisik ada burung yang digantung, tapi itu ibarat hiasan saja. Yang lomba malah orangnya atau pemiliknya. Mohon maaf, saya tidak bermaksud menunjuk atau menyindir pada perorangan tertentu, atau EO  tertentu. Tapi coba tanya pada yang lainnya juga, yakinlah banyak yang punya pandangan serupa dengan saya,” tandasnya. 

Penyebabnya, karena ambisi orang-orang pengin menang, merasa malu kalau burungnya kalah, ingin selalu berada di atas yagn alin. Bila perlu, membeli nama saja. Burung milik orang lain yang kemudian “diaku” atau “diklaim” sebagai miliknya, dengan hanya mengganti nama pemilik dan alamatnya saja.

Bagi sebagian pemilik burung, hal itu tidak jadi masalah, mereka merasa lebih butuh uang ketimbang nama. Secara transaksi ekonomi sih, hal yang sesungguhnya normal dan sah-sah saja, sepanjang itu memang ada deal atau kesepakatan kedua belah pihak. 

 

APA ADANYA SAJA. KALAH MENANG, TETAP SENANG

 

Sebagian lain rela membeli mahal burung-burung yang dianggap memang punya materi, kualitas, dan kinerja yagn baik. Ini juga hal yang secara umum baik, membuat lomba burung menjadi lebih bergairah. Membuat perekonomian di lomba burung secara umum meningkat tajam. Membuat banyak kicaumania punya harapan besar, burungnya tampil bagus dan kemudian dilirik, lalu bisa laku mahal.

“Kita tidak menutup mata pada efek-efek bagus seperti itu, dan kita tentunya ikut senanglah,” ujar Wahyu lagi.

Yang jadi soal, ketika burung yang belinya mungkin sangat mahal itu, seolah-olah harus jadi juara. “Kita tahu dan paham, kalau orang berani beli mahal, tentu tak sembarangan. Pastilah sudah diseleksi, sudah dipantau. Tapi di lapang, namanya burung kan ya tidak mesti. Ada kalanya tampil bagus, ada kalanya kurang. Masa harus menang terus. Peserta lain seolah untuk menyempurnakan kebanggaan bagi si pemilik juara, menang melawan gantangan yang full.”

Menjadikan semakin sedih, karena ini bag virus. Cepat menjangkit. Pelomba yang awalnya jadi peserta seperti apa adanya, lama-lama kesal ketika merasa dikalahkan terus-terusan. Yang dilakukan kemudian malah ikut nyebur, bagaimana sih caranya biar burungnya lebih diperhatikan, dan bila memungkinkan ya dijadikan juara kendati mungkin ada yang lebih bagus darinya.

“Nah, itu yang secara umum terjadi di dunia lomba burung kita saat ini. Tercium jelas banyak aroma persengkokolan. Memang sulit membuktikan, tapi bau dan rasanya sangat jelas terasa. Sekarang teknologi semakin maju, dunia hobi burung itu ruang yang sempit. Ibarat kita mendesah, semua yang di kanan-kiri kita bisa mendengar. Ini saya bicara secara umum ya, tidak menunjuk perorangan tertentu, tidak EO tertentu. Semua sajalah, ini masalah kita bersama kok.”

Soal titip menitip burung pada juri supaya lebih dipantau, bukan barang baru. Sejak dahulu juga sudah ada. Hanya saja, ketika uang semakin menjadi raja, banyak yang semakin nekad.

“Selama ini saya bisa merasakan hal itu. Tapi mencoba tetap bertahan menjalani hobi secara apa adanya saja. Melombakan burung secara apa adanya saja. Secara pribadi mencoba berteman baik dengan semuanya, dengan para EO, dengan para juri, tapi berusaha untuk tidak pernah nitip-nitip itu burung. Pada akhirnya dibuat gerah juga dengan tingkah polah sebagian mereka. Sekarang saya benar-benar merasa lelah dan jenuh.” 

 

WAHYU 8055 DI ORDE "DULU", SEKARANG MASIH TETAP IMUT

 

Itu baru kaitannya dengan lomba. Belum lagi kalau mengingat tingkah polah sebagian kicaumania di luar lomba. “Misal titip burung untuk dibreeding. Kesepakatan awal misal ada bagi hasil dan semacamnya. Setelah jalan bisa berbelok arah. Lebih banyak laporan anakan matilah, sampai indukan yang mati. Dan itu berulang kali, selalu sama.”

Lalu, adakah solusinya? Dalam tulisan yang diunggah di akun facebook berikutnya, Wahyu mencoba menawarkan himbauan sebagai berikut:

  1. Yuk kita singkirkan ego, gengsi, rasa gak mau kalah sama orang lain. Karena betul kata pepatah di atas langit masih ada langit. Dalam lomba burung, biarkan burung lawan burung, bukan burung lawan yang punya, atau pun lawan juri
  2. Semua burung yang dibeli itu pasti bagus, mewah dan lain sebagainya.,Tapi fakta lapangan yang berbicara. Ada kalanya burung kita kerja gak maksimal, jangan dipaksakan untuk bisa juara, hanya karena burungnya sering juara dan sudah punya nama gak mau kalah sama yang lain. Kadang kita, terutama saya merasa sedih, burung yang kerjanya maksimal ternyata kalah sama burung yang kurang maksimal kerjanya.
  3. Yuk mari kita jalankan perintah ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widi, dan lain-lain sesuai kepercayaan masing-masing. Apabila kita punya iman, menjalankan perintahNya, dan menjauhi semua laranganNya, In Syaa Allah lomba di mana pun pasti akan terasa nyaman. Memang nikmat dunia itu terasa menyenangkan, tapi ingat itu hanya sesaat. Apalagi kalau itu diperoleh dengan cara yang kotor atau tidak baik.
  4. Ketenaran sesaat, kesenangan sesaat tidak ada artinya sama sekali. Saya lomba burung bukan cari ketenaran, tapi melampiaskan kepenatan dari rutinitas sehari-hari. Tenar, terkenal itu hanya imbas dari jago kita yang menang. Ketenaran dan nama harum seseorang akan kekal abadi kalau kita meraihnya dengan cara yang baik dan benar. Tanpa mengorbankan seseorang atau pun burung orang lain yang lebih layak juara.
  5. Sekali lagi, yuk kita ciptakan lomba yang bersih, bebas dari hal-hal yang tidak terpuji, yang hanya untuk keuntungan diri sendiri ataupun pribadi. Kembali ke agama masing-masing. Takutlah akan DOSA, takutlah akan kehidupan setelah kehidupan duniawi, takutlah akan neraka.

Ini hanya pesan moral saja. Tanpa menyinggung siapa pun. Terima kasih, salam sukses untuk panjenengan semuanya.

 

TERKAIT:

WAHYU 8055: INI BURUNG SAYA, DIAKU DAN MAU DIJUAL ORANG LAIN.. KLIK DI SINI

AGENDA & BROSUR LOMBA, KLIK DI SINI

 

KATA KUNCI: lomba burung yang lomba pemiliknya wahyu 8055 himbauan untuk kicaumani agar lomba bisa nyaman dari wahyu 8055 pesan moral wahyu 8055

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp