KETUM PBI MEMBERIKAN PENGHARGAAN KEPADA AGUS BLACK JAZZ

IDE LOMBA HADIAH FULL TROPI TANPA UANG

Kembalikan Marwah & Martabat Lomba, Juri Disupport Bareng dari Uang Pendaftaran

Hari gini lomba hanya memberikan hadiah tropi saja? Ide ini pernah dijalankan di Solo Fair Factor 2 (14/8/22) dan berhasil, tiketnya 500K, 24 peserta full. Kali ini Agus Black Jazz punya gagasan yang lebih segar, total uang pendaftaran setelah dikurangi untuk piala, diberikan semua untuk fee juri!

Seperti halnya di Solo Fair Factor 2, kelas ini tentu hanya dibuka beberapa saja, bukan semuanya. Dengan hanya menyediakan hadiah tropi, kelas ini dianggap kurang menarik, peserta jaman now diasumsikan lebih mengejar hadiah materi ketimbang prestis yang sesungguhnya, dengan supremasi tropi saja.

Bila terlalu banyak kelas, peserta sedikit, panitia rugi. Faktanya, memang banyak EO yang ragu ketika ditawari membuat lomba dengan kemasan hadiah hanya tropi saja seperti jaman dulu. Masih kawatir, apa masih laku.

BACA: SOLO FAIR FACTOR 2, LOMBA PERTAMA DI ERA MILENIAL YANG MEMBUKA KELAS HADIAH FULL TROPI TANPA UANG

 

 

Sesungguhnya fakta bila di Solo Fair Factor ke-2 bisa full peserta, kendati baru uji coba satu kelas, sedikit banyak bisa mematahkan anggapan tersebut.

Agus Black Jazz dari Ponorogo, mengaku ingin menggagas lomba dengan hadiah tropi saja, diusulkan untuk event PBI. Konsepnya sedikit berbeda dengan di Solo Fair Factor 2.

“Jujur ya, saya ini memang loyalis PBI. Kalau mau dirunut ke belakang, terutama di gelaran setelah saya come back lagi, hampir semua lomba PBI saya ikuti terus, hasil akhirnya sesungguhnya lebih banyak kecewanya,” ujarnya kepada burungnews.com beberapa hari seusai gelaran 20th Jogja Istimewa (12/2).

 

AGUS BLACK JAZZ DAN TROPI JUARA 1 SFF 2, HADIAH TANPA UANG

 

Dari satu kecewa ke kekecewaan berikut hingga menumpuk, toh tidak membuat Agus kapok. “Namanya loyalis, terlanjur cinta. Bahkan saya merasa memiliki dan ingin berbuat lebih supaya PBI bisa menjadi lebih baik, lombanya bisa bermartabat sebagaimana keinginan yang sering disampaikan oleh Pak Ketua Umum, H. Bagya Rakhmadi,” imbuhnya.

Gagasannya kali ini benar-benar unik. “Kalau di SSF 2, kan uang pendaftaran masuk ke panitia, setelah dikurangi buat biaya ini itu seperti tropi. Kebetulan waktu itu yang juara juga burung milik saya. Artinya, saya sepakat dan sangat mendukung konsep lomba hadiah tropi saja tanpa uang,” ujar Agus lagi.

Nah kalau gagasan yang sekarang dikemukakan oleh Agus, detilnya sungguh berbeda. “Uang pendaftaran itu, biar terjaga prestisnya, misal kita tentukan tiket lumayan mahal, 1 juta, 24-G. Kita anggap penuh, terkumpul 24 juta rupiah. Setelah dikurangi untuk membeli tropi yang benar-benar eksklusif dan terbaik, misalnya seharga 500K per satu tropi, untuk juara 1-10, sisanya yang 19 juta full kita serahkan untuk fee juri.”

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Dengan cara ini, panitia atau bagian dari panitia, tidak perlu lagi mencari-cari support dari luar, atau katakan dari peserta tertentu sebagaimana kecurigaan yang selama ini ada di benak banyak kicau mania. “Kalau kita merasa kecewa melihat yang juara kok bukan yang semestinya, kita pasti langsung curiga, wah ini ada main belakang. Meskipun belum tentu dan sulit membuktikan.”

Dengan pola yang diusulkan Agus, para juri sudah bisa menerima fee yang jumlahnya cukup besar, tetapi fee itu sebagai imbalan karena juri harus bekerja profesional, amanah, fairplay, bukan dari pihak tertentu karena dianggap membantu burung miliknya bisa juara.

“Karena asal duit itu kan dari semua peserta kelas itu, bukan dari salah satu atau sebagian kecil peserta yang support. 19 juta cukup besar meskipun dibagi, katakan 10 orang. Apalagi kalau kelas khusus ini dibuat beberapa kelas, misalnya ada yang 500K, 1.000K, dan 1.500K, atau variasi lain yang sekiranya masih bisa dijangkau oleh para peserta,” imbuhnya.

 

 

Apakah para calon peserta bersedia mengikuti kelas khusus yang hadiahnya tropi, meskipun dibuat mewah dan dibranding sebagai kelas paling prestis? “Nah ini tugas kita nanti mengajak para kicaumania yang bersedia “berkorban” demi kebaikan bersama.”

Akan dicari calon peserta yang sejak awal bersedia untuk mengikuti lomba secara apa adanya. Semua peserta harus sepakat tidak boleh ada yang main belakang, hingga bisa memberikan kesempatan kepada para juri untuk mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya dengan sepenuhnya bersandar pada fakta lapangan.

“Bentuk pengorbanan berikutnya, sepakat yang juara hanya menerima tropi dan piagam saja, tanpa tambahan uang pembinaan sebagaimana biasanya.”

 

 

Menurut Agus, ide ini sudah disampaikan langsung ke Ketua Umum H. Bagya. “Saya sudah telepon langsung dan menjelaskan panjang lebar, lengkap dan detil. Beliau sangat mendukung.”

Burungnews pun mengkonfirmasi kepada H. Bagya, yang kemudian memang dibenarkan. “Hadiah tanpa uang, hanya tropi, sebenarnya sudah lama jadi wacana dan rerasan kami. Ada masukan dari para tokoh, juga pewarta atau media terkait hal tersebut,” ujar H. Bagya mengawali pembicaraan.

Pada prinsipnya, H. Bagya mengaku sangat setuju dengan usulan yang sampai detil teknis sebagaimana disampaikan Agus Black Jazz. “Kapan itu bisa lakukan, maunya ya lebih cepat lebih baik. Tapi itu kan tidak bisa diputuskan sendiri, kami harus lebih dulu melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, ya pihak host atau penyelenggara, juga dengan para tokoh yang peduli dengan hadiah tanpa uang,” imbuhnya.

 

 

Secara pribadi, H. Bagya menyebutkan, lomba yang hanya menyediakan Piala Eksklusif, tanpa ada tambahan materi baik uang atau barang tertentu, akan mengembalikan marwah lomba burung yang sebenarnya.

“Dari sisi fungsional, para juri, dalam menjalankan tugas bisa lebih lepas, tanpa terbebani sama sekali. Dari sisi peserta atau pelomba, tidak akan ada pemaksaan kehendak, sehingga juga rdiak akan melakukan intervensi dengan beragam bentuk dan modus. Yang dicari benar-benar prestis, yang diraih dengan cara terhormat pula.”

Seperti gagasan Agus Black Jazz, H. Bagya pun berpikiran bila kelas-kelas khusus ini, mungkn bisa dicoba dalam format 24 atau 36-G, atau jumlah lain yang sekiranya membuat pantauan bisa lebih jeli, teliti, presisi, dari sisi peserta juga bisa ikut memantau dengan lebih baik.

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

“Kita awalnya bisa mengundang dan melakukan pendekatan dengan para kicaumania yang mau peduli, punya visi yang mendekati sama. Soal harga tiket bisa diatur, harapan saya bisa dijangkau oleh banyak kalangan, tapi sekaligus bisa menutup biaya, yang membuat para juri tidak lagi merasa perlu mencari-cari tambahan dari luar fee resmi.”

H. Bagya yakin ide ini bisa segera terwujud. “Misalnya mencoba dulu di beberapa kelas seperti Murai Batu, Kacer, Cucak Hijau, Anis Merah. Mohon doa dan dukungannya, supaya bisa segera diwujudkan dan bila berhasil, ke depan akan diperluas lagi jumlah sesinya, dan bisa jadi role model untuk lomba masa depan yang bisa mengembalikan marwah dan martabat lomba, untuk mencari prestis dan kepuasan batin, sesuai hakekat hobi.” [maltimbus]

 

BACA JUGA: HADIAH HANYA TROPI TANPA UANG, PEMINAT KELAS TEMPOE DOELOE DI SFF 2 TERNYATA BANYAK

 

 

KATA KUNCI: agus black jazz lomba hadiah full tropi tanpa uang lomba hadiah tanpa uang juri disupport bersama oleh semua peserta

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp