IBU WAGIYEM DI DEPAN MOMONGAN YANG HARUS DILOLOH TIAP 2 JAM

IBU WAGIYEM, PELOLOH JALAK DI KLATEN

Dapur Kami Terganggu, Masa Diam Saja

Pada 14 Agustus yang lalu, hampir semua bapak-bapak dan ibu-ibu dari Kampung Jalak ikut aksi menentang Permen. Sebenarnya, sebagian besar dari penduduk di sini mengaku sulit memahami apa itu Permen, mengapa mereka begitu ringan kaki dan bersemangat ikut aksi ini?

Kampung jalak lokasinya berdampingan dengan Rowo Jombor, mudah diakses dari terminal bus (baru), atau selatan stasiun Klaten, ke arah selatan. Sebelum Anda memasuki gerbang Rowo Jombor, di sebelah kiri ada gapura besar bertuliskan Kampung Jalak. Sekitar 95 persen penduduk di sini adalah peternak dan/atau peloloh jalak. Sebuah spanduk menentang Permen juga dibentangkan di sebelahnya.

 

 

SETIAP JENGKAL RUANG DIMANFAATKAN JADI KANDANG JALAK

 

Ibu Wagiyem, salah peternak dan peloloh pun bercerita banyak tentang kehidupan warganya. “Waktu itu hampir semuanya, terutama yang relatif masih muda-muda pada ikut. Kampung ini jadi sepi, karena tinggal yang tua-tua saja. Saya termasuk yang tinggal, tapi suami saya ikut. Ibu-ibu yang lain hampir semuanya ikut,” jelasnya kepada burungnews.com, yang datang bersama kru video dari globalkicau chanel.

Selain beternak, meloloh anakan jalak adalah pekerjaan yang dominan dilakukan oleh para ibu-ibu. Bu Wagiyem yang memiliki puluhan pasang kandang ternak pun, sebagian besar anakan jalak suren yang jadi momongannya untuk diloloh, adalah membeli.

“Ini yang saya loloh sekitar 50an ekor, beragam umur, hanya sedikit saja tak sampai 10 ekor yang anakan sendiri, sisanya ya beli dari peternak lain, belinya dari indil netas 1 hari, atau di sini biasa disebut abangan (abang = merah, red.).”

Piyik-piyik itu akan dijual setelah umur 24 hari, atau saat sudah nangkring. “Namun bila kita lagi butuh duit, kita bisa menjualnya saat usia baru 12 hari.”

Bu Wagiyem dan para ibu-ibu lain yang punya momongan anakan jalak jelas tidak bisa pergi jauh atau terlalu lama. “Secara umum, tiap dua jam harus kita loloh. Untuk anakan umur 1-3 hari, tidak boleh lebih dari 2 jam. Kalau meloloh sekitar 50 anakan ini, rampung ya sekitar 1 jam. Jadi hanya punya waktu selo sedikit, sekitar 1 jam, buat nyuci baju, masak, nyuci piring, dan kegiatan rutin rumah tangga lainnya belum rampung, harus balik loloh lagi. Bisa dibilang memang kami tidak bisa pergi jauh atau terlalu lama meninggalkan rumah. Paling keluar rumah ya pas kondangan atau ikut membantu tetangga yang punya hajat, itu pun bolak-balik pulang karena harus ngurusi momongan ini.”

 

TOPSONG BREEDING BR & SUPER N. SELALU TERSEDIA DI PETERNAK DAN PELOLOH

 

Menu loloh yang dipakai oleh Bu Wagiyem, untuk piyik umur beberapa hari adalah tepung jangkrik, atau jangkrik yang  ditumbuk, berikutnya adalah voer formula BR, seperti produk yang dikeluarkan oleh TOPSONG BREEDING. Sejumlah obat-obatan juga disediakan. Tampak antara lain juga Super N.

“Kalau burung tampak nyekukruk, kami biasa pakai Super N. Biasanya kalau listrik mati agak lama, atau karena sebab lain yang kami tidak selalu tahu. Tapi karena sudah meloloh dari sekitar tahun 2004, saya paham sekali gejalanya, kapan harus diberikan obat.”

Sampai pertengahan bulan Juni, semuanya baik-baik saja. Harga beli abangan atau piyik yang baru netas satu hari, waktu itu berkisar 80 – 100 ribu per ekornya. Setelah diloloh sampai usia 24 hari, bisa dijual dengan harga mulai 380-400 ribuan per pasang / 2 ekor.

Lalu, seperti tiba-tiba, warga di kampung jalak tiba-tiba seperti masuk pusaran keserahan bersama. “Ya dari pertengahan bulan Juli lah... ada kabar simpang siur, ada yang bilang ternak jalak mau dilaranglah, harus pakai ijin, harus bayar pajaklah..., katanya karena ada peratusan yang memasukkan jalak suren jadi burung langka atau apa. Di tengah ketidakpastian, harga langsung turun. Abangan jadi 50 ribu. Demikian juga setelah diloloh sampai usia 24 hari, langsung drop. Sebagian pengepul di sekitar sini malah libur tak mau lagi membeli anakan, katanya karena pembeli dari luar kota juga belum mau beli.”

 

 

Dampak yang terakhirlah yang kemudian dirasa memukup para peternak dan peloloh. Banyak anakan hasil ternak yang kemudian menumpuk. Sementara merawat dan memberi makan harus jalan terus. Kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa ditunda.

“Karena dapur kami saat ini jelas-jelas memang terganggu, karena penghasilan utama dari penduduk di sini kan memang jualan anakan jalak, kalau harganya turun, apalagi para bakul yang membeli produk kami mulai libur, ya otomatis hidup kami jadi sulit. Jadinya kami semua pun langsung mau diajak ikut aksi, karena itu buat memperjuangkan nasib, biar bisa normal lagi seperti sebelumnya. Dapur kami pada limbung, ya masa mau diam saja.”

 

 

Hal lebih tegas diungkapkan oleh Bapak Warsono, tokoh penggagas Kampung Jalak. Menurutnya, Permen ini bila terus dipaksakan untuk diberlakukan, akan membuat ribuan peternak dan peloloh jalak di Klaten akan jadi pengangguran.

“Kami sudah puluhan tahun bergantung hidupnya dari jalak.Bisa makan, menyekolahkan anak, dan segala kebutuhan lainnya dari hasil ternak jalak. Kalau tiba-tiba ada aturan yang sangat mempersulit, bisa dikatakan hampir-hampir melarang, berarti sama saja dengan mau membunuh kami. Coba kalau itu menimpa yang lain, apa akan diam saja. Jadi mohon bu menteri dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, mohon membijaksanai aturannya. Pertimbangkan juga nasib kami, dapur kami, perut kami.”

Sugiyarto, ketua aksi di Klaten yang mengantarkan rombongan burungnews.com dan globalkicau chanel sebelumnya mengungkapkan, para peternak jalak suren benar-benar akan dibuat sulit bila masuk burung dilindungi.

“Meski peternaknya misalnya sudah punya ijin, tapi pasar lebih sulit menerima. Ini belajar dari jenis burung lain yang sebelumnya sudah dilindungi, jalak bali dan jalak putih. Syarat bisa jual, harus punya surat edar, bawa burung juga harus disertai surat angkut. Dulu jalak putih waktu masih bebas, kita jual 3 juta mudah. Sekarang meski lengkap dengan surat-surat, jual 1 juta sulit. Bayangkan jalak suren yang sekarang harga per pasangnya hanya 400 ribuan, kalau sudah jadi dilindungi, meski dilengkapi dokumen lengkap, pasar lebih sulit menerima. Bukan hanya peternak dan pedagangnya, pembeli pun jadi ikut dibuat ribet.”

 

 

Menurutnya, dari data sementara yang sudah dikumpulkan, peternak jalak suren sekitar 5 ribuan orang, dengan jumlah populasi hampir 20 ribu ekor. “Itu kami baru rampung 40 persen mendata, mulai peternaknya, hingga jumlah burungnya. Soalnya setelah ada permen, banyak peternak yang lebih tertutup, takut kalau ditanya-tanya soal data.”

Sugiarto juga menambahkan, bila dalam satu bulan sejak aksi pertama belum juga ada respon positif dari pemerintah, para peternak jalak suren di Klaten akan melanjutkan aksinya ke Jakarta. “Yang sudah siap berangkat seribu orang. Masih kami siapkan lebih matang, karena butuh setidaknya 20 bus besar buat mengantar kami ke Jakarta. Terus yang mau pergi juga harus memastikan di rumah tetap ada yang mengurus ternakan dan lolohannya.”

 

KATA KUNCI: ibu wagiyem sugiyarto warsono peternak jalak pernen 20/2018

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp