DR MADE SRI PRANA DI FORUM MUNAS / RAKERNAS PBI, 3-4 MEI 2018

DR. MADE SRI PRANA

Mantan Ketua PBI Ini Tak Hanya Pakar Fauna, Juga Profesor Talas

Pada Jumat 21 Mei 2010, 8 tahun yang lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan  3 orang profesor riset. Salah satunya adalah Dr. Made Sri Prana, mantan ketua PBI Pusat selama 3 periode sebelum digantikan oleh H. Bagya Rakhmadi, SH.

Majelis Profesor Riset LIPI mengukuhkan Dr. Made Sri Prana sebagai Profesor di bidang plasma nutfah. Pakar bidang botani ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul  Konservasi Plasa Nutfah Talas (Colocasia Esculenta (L) Schoot) di Indonesia.

“Talas merupakan plasma nutfah yang penting, karena merupakan salah satu jenis ubi-ubian asli Indonesia, sudah teruji dan terbukti bisa beradaptasi dengan baik pada kondisi setempat.”

 

 

 

Made mengaku prihatin dengan kondisi tanaman talas yang secara umum kurang mendapatkan perhatian semestinya. “Padahal talas adalah penghasil karbohidrat yang tinggi sehingga sangat potensial untuk dikembangkan.”

Setahun kemudian, pada Kamis 11 Agustus 2011, Made kembali menyatakan keprihatinannya saat diwawancari Kompas. Ia menyayangkan di negeri kita ini banyak hasil riset yang seakan teronggok begitu saja tanpa pemanfaatan, termasuk talas. Wawancara ini terkait dengan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-16, sehari sebelumnya.

”Australia menggalakkan pertanian talas secara modern dan besar-besaran di bagian utara negara itu. Vietnam dan AS (Amerika Serikat) mengembangkan tepung talas untuk substitusi terigu,” kata Made. Ada pun Indonesia belum melakukan apa pun terkait hasil penelitian.

 

TALAS PRATAMA HASIL TANAMAN TATANG BSc., UMUR 7 BULAN, BERAT 7,6 KG

 

Saat dikonfirmasi burungnews.com, Made mengaku tidak terlalu memikirkan terkait pengukuhan profesor tersebut. “Itu karena beberapa teman di PBI memaksa. Sebenarnya secara pribadi saya tidak terlalu memikirkannya, sebab dengan gelar ini kan tidak membuat saya  berubah atau jadi tambah pinter. Tapi bagaimana pun, terimakasih sekali atas perhatiannya.”

Dalam bincang-bincang dengan burungnews.com di sela-sela Munas / Rakernas PBI di Jogjakarta, 3-4 Mei 2018 yang lalu, Made bercerita salah satu penelitiaan yang ia lakukan dengan teamnya, menghasilkan varietas talas yang tahan penyakit dan produktivitas tinggi, pada umur 4-5 bulan ubinya bisa mencapai 4 kilogram.

Dalam uji coba tanaman oleh pak Tatang, salah satu peneliti, mencatatkan rekor 7,6 kilogram pada umur 7 bulan. Talas lain pada umur yang sama umbinya hanya berkisar 3 kilogram. Varietas ini hasil riset dari proyek TARONET, yang kemudian diberi nama PRATAMA, singkatan dari nama penemunya yaitu PRAna (Made Sri Prana), TAtang Kuswara Bsc., dan MAria Imelda MSc.

Lalu apa hubungannya keahlian di atas dengan jabatan Made di PBI yang mengurusi hobi burung? Secara formal, keahlian Made memang lebih di bidang botani. Tetapi, Made juga cukup fasih bicara soal burung bahkan fauna secara umum. Ini bisa dilihat dari beberapa jabatan seperti Manajer Taman Burung TMII, anggota Dewan Pembina Fauna Flora TMII, hingga anggota Dewan Penasehat Asosiasi Curik Bali / Jalak Bali.

 

 

Tulisan ini ingin memberikan sisi lain dari seorang (mantan) ketua PBI, dengan harapan bisa memberikan warna dan suasana baru bagi para penghobi burung untuk sekali-kali rilek mengalihkan pikiran, tidak melulu ngomong dan mikir burung saja.

Selama memimpin PBI dari 1998-2013, Made dikenang karena sudah meletakkan dasar-dasar organisasi yang modern. Hal ini membuat PBI tidak bergantung pada orang perorangan, pengurus bisa saja terus berganti-ganti, tetapi sistemnya tetap jalan.

Di PBI, tak bisa mengubah aturan oleh orang perorangan, ketua umum sekali pun. Semua hanya bisa dilakukan secara organisatoris, apakah di forum Rakernas atau Munas, sesuai tingkatannya.

Made juga kekeh menempatkan faktor pelestarian menjadi hal yang lebih penting dari pada menggelar lomba. Di era itulah jumlah jenis burung lokal yang dilombakan terus dikurangi. Beberapa jenis burung yang sebelumnya ada di lomba PBI, lantas dihilangkan. Misalnya, branjangan, prenjak/ciblek, decu. 

Di era H. Bagya, penghapusan melombakan burung non ring ditambah lagi yaitu murai batu, berlaku sejak 1 Januari 2017 yang lalu. Pada Munas / Rakernas  3 – 4 Mei 2018 yang lalu, kembali diprogramkan untuk menghapus kacer non ring yang akan diberlakukan 5 tahun ke depan.

 

BREEDING menjadi harapan dan masa depan lomba burung di tanah air. Para kicaumania semakin sadar untuk meninggalkan burung tangkapan alam, dan beralih ke burung hasil breeding. Pemerintah juga semakin ketat dalam mengawal regulasi terkait lingkungan hidup.

Ingat breeding, ingat TOPSONG BREEDING. Cocok untuk indukan, juga untuk lolohan basah baby. Tersedia dalam kemasan 1, 5, 10, 15, dan 25 kg. HOTLINE 0813.2941.0510.

 

Alasannya, karena burung-burung tersebut populasinya di alam bebas terus menyusut dan di ambang kepunahan. Dengan tidak dilombakan, diharapkan perburuan terhadap jenis-jenis dimaksud diharapkan juga bisa menurun, sehingga sekecil apa pun bisa berperan menjaga dari kepunahan.

Cita-cita besar PBI, ke depan hanya akan melombakan burung-burung hasil penangkaran, dan tidak lagi melombakan burung tangkapan alam. Secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat, satu persatu jenis burung lokal non ring atau hasil tangkapan alam tidak lagi dilombakan.

PBI juga mengharamkan menggelar lomba yang di dalamnya masih ada burung-burung non ring di lokasi-lokasi yang merupakan tempat konservasi, seperti Kebun Raya, Kebun Binatang, Taman Mini, Taman Nasional, dan lainnya. PBI Pernah menggelar lomba burung di komplek Taman Burung TMII, tapi khusus burung ring termasuk kelas jalak yang waktu itu sedang booming.

Beberapa tahun terakhir, PBI juga mulai melepasliarkan jenis-jenis burung yang dilombakan seperti anis merah dan kacer, ke alam bebas. Pelepasliaran ini berjalan beriringan dengan sosialisasi, edukasi, dan mengajak serta masyarakat sekitar untuk ikut berperan aktif menjaga lingkungan sekitar. Kelak, masyarakat boleh saja mengambil manfaat secara bijaksana.

Sebagai ketua Dewan Pembina, Dr. Made ikut diundang dalam Munas V / Rakernas XII PBI di Yogyakarta, 3-4 Mei yang lalu di Yogyakarta. Kehadiran Dr. Made juga memberikan warna tersendiri. Setiap kali berbicara selalu diselingi dengan joke-joke cerdas yang mengundang tawa.

 

 

Di tengah-tengah alam demokrasi yang semuanya menjadi serba  terbuka dan bebas, termasuk dengan munculnya banyak organisasi baru dunia hobi burung, Made berharap PBI tetap konsisten menjaga roh konservasi. Lomba, hanya salah satu bagian dari program, dan itu tetap harus terkendali, dalam kerangka mendukung konservasi.

 

Berikut beberapa jabatan yang pernah dipegang Dr. Made Sri Prana

  1. Wakil Ketua PBI, 1988 – 1998
  2. Ketua Umum PBI, 1998-2013
  3. Ketua Dewan Pembina PBI, 2013 – sampai sekarang
  4. Manager Taman Burung TMII, 1987 – 2003
  5. Anggota Dewa Pembina Fauna Flora TMII & Anggota Dewa Penasehat Asosiasi Pelestari Curik / Jalak Bali, 2010 – sekarang
  6. Pertama Meneliti Talas dengan dana dari FAO, 1979 – 1981 (saat masih di Kebun Raya Bogor)
  7. National Coordinator Proyek Talas Internasional TANSAO (Taro Network for Souteast Asia and Oceania), 1998 – 2003
  8. National Coordinator Projek Talas Internasional (sekitar 20 negara Asia, Eropa, Afrika Pasifik, dan Amerika), 2011 – 2013.
  9. Menjalankan program riset kerja sama LIPI dengan International Network for Edible Aroids (INEA) periode 2011-2015.

 

BACAN TERKAIT

LIPI KUKUHKAN 3 PROFESOR RISET, KLIK DI SINI

RISET BERJALAN TANPA PEMANFAATAN, KLIK DI SINI

KATA KUNCI: dr made sri prana munas rakernas pbi di yogyakarta riset talas profesor riset lipi

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp