CATATAN 2020 #2, BLAK-BLAKAN DENGAN JURI, EO, DAN PESERTA

Lebih dari 90 % Juri Pernah Terima Odeng

Ngomong soal fairplay dalam lomba burung, salah satu yang berperan krusial untuk menjaga adalah team juri. Burungnews mencoba merangkum obrolan dari beberapa juri, peserta, dan pengurus EO yang berkenan bicara blak-blakan. Benarkan 90% lebih juri pernah terima uang pelicin dari peserta?

Salah satu nara sumber yang mau bicara blak-blakan dengan burungnews adalah juri yang sudah cukup senior. Ia memulai “karir”-nya dari melombakan burung milik sendiri, puluhan tahun silam. Tentu saja, kualitasnya pas-pasan. Bisa nyantol 10 besar sudah senang bukan kepalang, apalagi kemudian bisa laku lumayan mahal.

Dari situ ia terus belajar seperti apa burung yang bagus dan layak juara, selain juga terus belajar merawat dan memahami karakter tiap-tiap (jenis) burung yang dilombakan. Ia semakin banyak kenal dengan sesama peserta, entah itu yang mengantang burungnya sendiri, perawat atau joki, sang bos, termasuk hingga panitia dan juri.

 

 

Yang di desa, di kota. Yang ikut lomba atau sekadar didengar suaranya di rumah. Dari generasi ke generasi sudah memakai TOPSONG.

 

“Dulu kan panitia dan juri ya itu-itu saja. EO-nya juga masih bisa dihitung dengan jari, belum sebanyak sekarang. Gantangan rutin Latber – Latpres belum ada. Jadi kalau lombanya tidak jauh-jauh amat ke luar kota, ya ketemunya itu-itu saja, ya pesertanya, ya para jurinya. Jadi itu membuat kami semakin kenal akrab,” jelasnya.

Semakin meningkat pengetahuan tentang burung, juga semakin luas pergaulan, membuat ia bergabung dengan salah satu bos, yang punya cukup banyak burung. Awalnya hanya jadi perawat biasa, hingga di lapang ikut menggantang. Ia juga sempat gonta-ganti ikut pemilik burung atau bos yang berbeda.

Ia lalu “naik pangkat”, menjadi apa yang sekarang sering disebut sebagai “striker”. Penghubung antara pemilik burung dengan team juri. Memastikan para juri memantau jangan sampai abai pada burung sang bos.

 

 

Pekerjaan barunya itu membuat ia semakin mengenal dekat dengan banyak juri lintas EO, termasuk yang dari luar daerah. “Jaman dulu kalau titip ya masih cukup dengan memberikan janji, nanti kalau juara tidak akan lupalah, lomba rampung kasih salam tempel. Besarnya memang tidak sama, yang lebih tinggi pangkat atau dianggap lebih berpengaruh, tentu dapat bagian lebih gede.”

Dari situ, ia pun mengenal banyak karakter juri. Ada yang kalau dikasih salam tempel menerima dengan malu-malu, ada yang bahkan berani nagih kalau nunggu kelamaan. “Hampir semua juri mau kok dikasih angpao, meski sebagian menerima dengan malu-malu, atau basa-basi menyebut tidak usah. Kalau saya bilang di atas 90 persen, mungkin 95 bahkan lebih dari juri-juri yang ada sekarang saya yakin pernah menerima odengan atau uang pelicin, paling tidak yang saya pernah mengenalnya.”

Bedanya, jaman dulu lebih “sopan” karena lebih dianggap sebagai uang terimakasih, diberikan setelah lomba. Artinya, seberapa pun besarnya ya diterima. Hanya saja, lama-lama juri juga mengenali karakter para peserta, bisa membedakan mana bos yang kalau kasih sekadarnya saja, pas-pasan, mana yang kalau kasih cukup banyak. Yang kasihnya banyak, kelak akan diberikan service lebih baik tentu saja.

 

Apapun problem "bunyi" pada burung Anda, dari mulai MACET sampai hanya mau tampil angot-angotan, berikan MONCER-1, tunggu beberapa hari, langsung JOSS.

 

“Sekarang jaman berubah, banyak juri di event-event tertentu sudah berani hitung-hitungan di depan. Nominalnya ngarani atau minta jumlah yang sudah ditentukan, sudah begitu minta dibayar di depan. Kalau kebetulan burung tidak atau kurang kerja, ya sudah… duit hilang itu. Tapi karena alamnya memang sudah dianggap begitu, ya pilihannya mau main dengan peluang menang asal burung kerja (dan layak), atau peluang terbuang meski burung mungkin kerja bagus dan sesungguhnya layak.”

Kini, orang tersebut sudah bergabung dalam salah satu juri di EO nasional. Ia kerap bertugas luar daerah. Di kala kosong, masih sempat juga bertugas di EO independen, atau menjadi pengawal atau striker burung milik bos tertentu. Jaringan jelas semakin luas, dan kuat.

 

“CASING” BERSIH DAN ODENG SAMAR-SAMAR

Ia bahkan sempat menantang burungnews untuk menyebut nama-nama juri yang mungkin secara umum dikenal jujur dan tidak pernah KKN. Ia lalu mengabsen sejumlah nama. “Nah, orang-orang itu sekarang kan coba pasang casing seakan juri yang bersih dan objektif. Sering kasih nasehat ke juri yang lain, sering mengisi forum diklat atau semacamnya. Saya tahu betul mereka karena saat jadi striker atau setelah jadi juri dan bertugas membagikan tanda terimakasih, pernah juga ngasih upeti ke nama-nama itu dan mau terima kok.”

 

 

Ia pribadi sebenarnya tidak kaku, masih mau bantu, tapi ya syaratnya secara kualitas dan penampilan harus imbang, tidak ada cacat yang mencolok dari penampilannya. "Kalau burung itu hanya sekadar kerja saja, paling bantunya diseselkan dapat nominasi. Kalau terlihat jelas dan nyata ada cacat, atau melakukan pelanggaran yang menurut pakem di EO tersebut tidak bisa juara, ya mau apa lagi, itu kan standar yang diketahui semua orang. Saya berusaha tetap tegas dan objektif.”

Karena sikapnya itu, ia mengaku sejumlah orang, bahkan sebenarnya termasuk teman-teman dekatnya, jadi tidak menyukainya, bahkan cenderung seperti memusuhinya. “Tapi ya itu risiko, itu pilihan dalam bersikap. Kalau saya terlalu kentara membantu burung tertentu atau bos tertentu, nama baik saya yang bisa jatuh terlalu dalam, terus banyak kicaumania akan menolak kalau saya tugas. Saya jelas bukan malaikat, punya banyak sisi lemah, tetapi tetap berusaha jaga harga diri dan nama baik.”

 

Hari gini belum pakai TWISTER? Segera merapat di kios-kios / agen terdekat, bila belum ada mintalah untuk menyediakan, biar Anda dan para kicau mania lainnya lebih mudah mendapatkannya. Coba dan buktikan kualitasnya, dan berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

Perhitungan atau lebih tepatnya keyakinan dia bahwa 90-95 persen juri pernah mau terima uang pelicin mungkin akan membengkak lagi kalau pengertiannya diperluas lagi tidak semata uang tunai atau transferan saja.

“Faktanya banyak juri yang berangkat ke suatu lomba ikut numpang mobil peserta, bahkan menginapnya juga bareng. Mungkin juga dijamu dengan entertain tertentu. Apa mau tutup mata. Kita bisa berdepat panjang apa ini termasuk odeng apa bukan, tapi menurut saya sebagai seorang juri, sekecil apa pun jelas menimbulkan konfilik kepentingan kalau burung dia juga turun saat kita menjuri.”

Ada juga model transaksi yang besar, tapi dikemas lebih halus. “Ada cara yang lebih halus untuk melakukan pendekatan dengan juri. Si peserta membeli burung dari si juri meski burung itu tidak dibutuhkan atau burung itu dibutuhkan tapi dengan harga yang jauh di atas harga pasarannya. Misalnya, burung harga 1-2 juta dibeli 5-10 juta. Bahkan ada yang lebih fenomenal karena beli burung dari juri sampai ratusan juta rupiah. Burung itu mungkin akan dikawal terus, bahkan untuk burung-burung di luar yang dibeli juga akan terus dikawal. Salah satu syarat bisa jual burung mahal, selain burung itu memang kualitas (walau pun si juri mungkin sebenarnya hanya broker), juri tersebut juga harus punya pengaruh kuat, bila perlu juga punya kuasa mengatur penugasan juri,” tandasnya.

 

 

Burungnews juga melakukan obrolan dengan salah satu peserta yang kerap juara lintas EO. Mungkin lebih tepat disebut sebagai manajer. “Bukan burung saya, hanya dititipi saja. Beberapa bos pernah titip ke saya. Burung di rumah, saya yang rawat, terus bawa ke lomba. Sering atas inisiatif saya sendiri pilih eventnya, kadang juga karena permintaan langsung bos. Di lapangan saya juga bawa beberapa kru.”

Pemain tersebut mengaku ada beberapa pertimbangan sebelum memilih event yang hendak diiikuti, termasuk kelas-kelas yang dipilih. “Formasi juri termasuk jadi pertimbangan, terus melihat peta kekuatan yang mau turun ke event tersebut siapa saja. Kan kita paham juri-juri itu cenderung sedang dekat dengan bos siapa, bahkan bahasa kasarnya orang menyebut itu jurinya si A, si B, dan seterusnya. Kalau lawan kita hitung terlalu kuat baik secara kualitas jago maupun dukungan dari dalam, ya pilih mlipir ke event lain yang lebih aman dan pasti saja.”

Ia juga mengaku bermain dengan juri. “Ya sebenarnya lebih tepat memberikan tanda terimakasih kalau burung juara dan hadiahnya juga lumayan, bagi-bagi rejeki. Memang dalam beberapa kasus ada yang minta bayar di depan. Itu berlaku untuk peserta yang relatif baru bermain, trek rekor-nya belum dikenali. Kalau saya kan pemain lama, juri paham saya tidak pernah ingkar janji, ya kasih tanda terimakasih di belakang tidak masalah.”

 

 

Namun, ia menggarisbawahi. Sebagai pemain lawas, sebenarnya dia juga tidak ingin bermain terlalu dalam dalam mengkondisikan burung. Maunya sekadar tahu terimakasih saja kalau pas burung menang.

“Secara kualitas, burung-burung milik bos saya kan memang bagus, belinya sudah lewat proses mantau lama, harga mahal juga relatif tidak masalah. Jadi, main apa adanya saja dalam kondisi burung tampil maksimal juga berani bersaing. Tapi karena banyak pemain baru saat ini juga berani sekali main pengkondisiannya, mau tidak mau saya harus mengimbangi kalau masih ingin tetap bersaing. Kalau tidak, benar-benar bisa kebuang. Banyak juri jaman now yang benar-benar jadi pasukan berani mati,” tandasnya.

Terakhir, burungnews ngobrol dengan pengurus salah satu EO. Ia pun mengakui, saat ini kondisi para juri memang sudah seperti itu. “Mau lomba fairplay 100 persen kok kayaknya hanya ada di angan-angan. Ini sudah sistemik sekali, kalau mau disebut mafia, mereka sudah telanjur besar dan kuat sekali, sulit dilawan. Ini sudah lumrah terjadi di semua EO, bahkan yang independen tanpa naungan EO pun sama saja.  Jangan salah, di dalam EO juga ada faksi-faksi, ada grubnya juri si A, grubnya si B, dan seterusnya.”

 

 

Ia lantas mengajak untuk melihat sejumlah nama ketika masuk suatu EO, mencoba mengubah keadaan. “Ia ngotot ingin membuat perubahan, ingin organisasi tersebut bisa lebih lempeng, lurus, antara lain mengupayakan bagaimana para juri bisa objektif dan fairplay. Kita bisa lihat ending-nya kan. Mereka sendiri yang akhirnya terpental ke luar EO tersebut.”

Ia juga mengkonfirmasi sejumlah isu yang menurutnya kurang tepat. “Ada semacam omongan, kalau kita kebetulan jadi pengrus suatu EO, apakah itu di Cabang, Wilayah, Daerah, bahkan pengurus Pusat, seakan dapat jatah juara. Saya kira itu kurang tepat. Pada awalnya mungkin iya, sekali, dua kali, tiga kali, coba ditolong disisip-sisipkan biar bisa masuk peringkat.”

Serlanjutnya, kalau pengurus yang sudah dibantu itu kok terus diam saja, tidak tahu terimakasih, ya lama-lama akan ditinggal. “Jadi yang jadi pertimbangan juri membantu itu bukan karena dia pengurus atau bukan pengurus, tapi seberapa tahu terimakasih dia kalau sudah dibantu. Kecuali pengurus tersebut punya kewenangan mengatur siapa juri yang bisa bertugas dan mana yang tidak, tentu itu lain soal. Pengurus yang seperti ini bahkan berpotensi ikut bermain mengatur jalannya lomba, bagian dari yang terima odengan yang jatahnya bisa jadi lebih besar dari para juri lainnya.” [team burungnews]

 

ARTIKEL MENARIK DAN PENTING LAINNYA YANG PERLU ANDA BACA:

Celoteh Kang One D, Unfairplay Jadi Masalah di Mana-Mana

Kacer Dada Hitam, Bisa Kok Mengalahkan Dada Putih, Asal ...

Murai Batu Ini Tiba-Tiba Sakit Dikira Mau Mati, Ternyata Bisa Sembuh dan Juara, Simak Tips-nya 

 

AGENDA & BROSUR LOMBA, KLIK DI SINI

 

 

KATA KUNCI: catatan 2020 juri terima odeng lomba fairplay lomba unfairplay one d grand prix murai batu hpbi

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp