MR ONE D, BELAJAR SPORTIF MULAI DARI DIRI SENDIRI

CATATAN AKHIR TAHUN #1 KANG ONE D BANDUNG

Unfairplay Jadi Masalah di Mana-Mana, Perebutan Juara Umum Makin Memperparah Keadaan

Selama kurun waktu 2020, unfairplay, atau lomba yang jauh dari kesan fairplay, jadi masalah umum. Tak semata menyalahkan EO atau team juri, (sebagian) peserta juga jadi bagian dari masalah.

Keluhan lomba yang kurang fairplay masih menjadi pemandangan sehari-hari. Setidaknya, kalau kita memperhatikan banyak postingan di laman media sosial. Mungkin hanya yang juara 1 yang merasa juri sudah bekerja dengan baik, selebihnya menganggap sebaliknya.

Ini memang bukan masalah baru. Dari tahun ke tahun selalu begitu. Apakah ini suatu kemunduran, atau setidaknya situasi dan kondisi jalan di tempat, bisa diperdebatkan panjang lebar.

 

 

Hari gini belum pakai TWISTER? Segera merapat di kios-kios / agen terdekat, bila belum ada mintalah untuk menyediakan, biar Anda dan para kicau mania lainnya lebih mudah mendapatkannya. Coba dan buktikan kualitasnya, dan berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

“Itu berlaku umum di semua EO, di semua level lomba, dari yang paling bawah setingkat Latber hingga event-event akbar skala nasional. Bahkan di event-event besar, situasi lomba yang “penuh tekanan” semakin terasa dan kentara auranya,” ujar Mr. One D, salah satu tokoh kicaumania asal Bandung yang dikenal kritis.

Banyak pihak cenderung menyalahkan atau menganggap ini adalah dosa EO atau penyelenggara lomba dengan para juri bertindak jadi aktor utamanya. “Kalau mau jujur, kalau mau adil dalam menilai, ya semua ikut berperan menyumbang atmosfir lomba yang cenderung unfairplay,” imbuha One D.

Masih menurut One D, kalau kita menganggap suatu lomba kurang atau tidak fairplay, kita menilai apakah itu sebagian juri secara individual atau secara team sengaja memenangkan burung tertentu yang semestinya tidak juara, jelas itu melibatkan sedikitnya dua pihak, juri dan peserta.

 

 

“Artinya, kalau kita sepakat perkara unfairplay itu salah satu masalah terbesar lomba burung, maka (sebagian) kita para penghobi, para pelomba, juga ikut menjadi bagian dari masalah besar itu.”

Bukan rahasia lagi, sebelum sebuah lomba dimulai, banyak dari kicaumania atau calon peserta lomba yang aktif dan mengambil inisiatif mencoba kasak-kusuk menghubungi EO atau juri. Semakin besar skup dan level lomba, aura “pengkondisian” juga akan semakin terasa.

“Maka, kita sering mendengar, di sejumlah event akbar, ada saja peserta yang konon rela menggelontorkan puluhan hingga ratusan juta rupiah demi mengkondisikan burung-burungnya agar bisa juara. Tidak mudah membuktikan hal ini, tapi baunya bisa kita rasakan dengan jelas,” imbuhnya.

 

ONE D DI GRANDPRIX MB HPBI, LOMBA KE DEPAN PESERTA TERTIB DAN TAATI PROKES

 

Situasi akan semakin menjadi-jadi, kalau ada perebutan Juara Umum. “Demi merebut juara umum, banyak penghobi yang mau melakukan apa saja, mulai meminjam atau menyewa burung milik orang lain, hingga melakukan upaya ekstra supaya para juri lebih memenangkan burung-burung yang mendukung mereka, demi menambah pundi-pundi poin juara umum, baik yang SF maupun BC. Maka, nestapalah burung-burung yang tidak ikut bergabung dengan SF atau BC tertentu. Tentu tidak semuanya, tapi ada kecenderungan umum seperti itu.”

Di mata One D, gelar Juara Umum ide awalnya sangat bagus, untuk kebanggaan bagi peraihnya. Namun, karena dilakukan dengan cara-cara tersebut di atas, jadi terasa lucu. “Secara pribadi dan banyak teman-teman yang masih mencoba menggunakan akal sehat, juara umum jadi jauh dari kesan membanggakan, malah memalukan sesungguhnya. Anehnya, sampai sekarang masih saja banyak orang mau melakukan hal tersebut.”

 

Apapun problem "bunyi" pada burung Anda, dari mulai MACET sampai hanya mau tampil angot-angotan, berikan MONCER-1, tunggu beberapa hari, langsung JOSS.

 

Banyak kritik yang sudah dilontarkan, kita tentu sudah sering melihat. Ada yang dilakukan terbuka di media sosial dengan beragam bahasa, ada yang terang-terangan, ada yang menyalak kasar dan sarkas, ada yang halus tapi nylekit, ada yang malu-malu sehingga terkesan nyindir-nyindir, ada pula yang dilakukan tertutup dengan menyampaikan secara langsung kepada pimpinan EO atau juri.

Toh itu semua belum cukup memberikan dampak. “Masalahnya memang komplek. Ada peserta yang mengaku terpaksa ikut “bermain” sebab kalau tidak ikut nyebur, ya pasti akan tertinggal jauh dari persaingan dengan lawannya. Ia membela diri, apa yang dilakukannya adalah upaya agar tetap bisa mengimbangi lawan. Pun pola keterkaitan antara peserta dengan EO atau team juri, sudah seperti hubungan saling membutuhkan. Jadi rumit seperti mengurai benang kusut, seperti pepatah lawas yang harus menebak mana yang lebih dulu ada, ayam atau telur.”

 

Yang di desa, di kota. Yang ikut lomba atau sekadar didengar suaranya di rumah. Dari generasi ke generasi sudah memakai TOPSONG.

 

Di tengah-tengah kebuntuan itu, Mr. One D mengaku sedikit tercerahkan tatkala ada event yang menawarkan hal-hal yang sepintas tampak sederhana, tapi terlihat jelas ada upaya sistematis untuk menjadikan lomba lebih fairplay.

“Jujur, itu yang saya lihat dari gelaran Grand Prix Murai Batu HPBI Bandung, 20 Desember silam. Seperti diakui Keke sang penggagas dan komandan HPBI, secara teknis sebenarnya ini sesuatu yang bersahaja, hanya serba membatasi dan menahan diri. Membatasi jenis burung dalam hal ini hanya jenis murai batu ditambah hwamey dan branjangan, membatasi jumlah sesi atau kelas, membatasi peserta tiap-tiap sesi maksimal 36 saja, ujung-ujungnya ya untuk membatasi jumlah orang yang masuk ke sekitar area lomba,” ujar One D coba mengulangi pernyataan Keke.

Mudah secara teknis, tidak baru-baru amat secara ide, kenapa tidak banyak EO yang melakukannya? Menurut Keke sebagaimana pernah disampaikan dalam berita di burungnews.com, karena justru itu bagian terberat atau tersulitnya.

 

 

 

“Serba membatasi dan menahan diri itu, artinya membuang peluang menangguk untung besar, ya mana pada mau. Kalau event kita ini memang ingin mencoba membuat sesuatu yang bisa memuaskan peserta di satu sisi, serta taat prokes di sisi lain. Di mata kami, hanya dengan cara itu hobi bisa tetap jalan, lomba bisa tetap berlangsung di masa pandemi yang tidak bisa diprediksi bakal sampai kapan berakhir.”

Keke pun berharap, apa yang sudah dilakukan itu bisa jadi sumbangsih buat bangsa. Ia mempersilakan saja kalau konsep ini bermanfaat bisa diambil oleh EO lain. “Sekali lagi, secara teknis sangat mudah, bahkan lebih mudah dilakukan dari event-event akbar lain pada umumnya. Hanya butuh kemauan saja. Secara hitungan bisnis, tentu kurang masuk. Kalau secara kami di HPBI, asal semua biaya tertutup, masih ada sedikit lebih sih sudah cukup disyukuri. Semoga teman-teman EO lainnya juga mau mencobanya.” tandas Keke.

 

 

Dengan jumlah yang serba terbatas itu, terutama jumlah orang, tentu saja membuat jalannya lomba secara umum lebih mudah dikendalikan. “Maka kita melihat bagaimana lomba yang benar-benar pesertanya gampang diatur, mereka nurut supaya tidak teriak. Asyik sekali kan, sudah pesertanya hanya maksimal 36, para pemilik atau penonton bisa tenang tanpa teriak. Kita bisa ikut memantau dan mendengar suara burung dengan baik. Apalagi panitia membuat pagar yang jaraknya dekat dengan burung, selain menyediakan kursi untuk pemilik/joki di dalam pagar. Ini sama saja dengan memberikan ruang kepada peserta atau penonton ikut mengawasi jalannya penjurian,” imbuh One D.

Para peserta juga nurut untuk segera menggantang burung tanpa saling menunggu. Sementara waktu penilaian berikut perumusan untuk menentukan nominasi juga bisa lebih cepat. One D cenderung menyukai nominasi terbuka, setidaknya bisa lebih tranparan mengetahui mana-mana burung yang layak juara, hingga layak apresiasi untuk rangking 4 dan seterusnya sesuai kuota yang mungkin ditetapkan oleh panitia.

 

 

Ketegangan yang jamak terjadi di event-event prestis lain saat penghitungan poin juara umum juga tidak terjadi di sini. “Saya kira keputusan panitia untuk tidak membuka perebutan juara umum adalah tepat. Selain mengurangi ketegangan karena persaingan, juga semakin mendukung fairplay."

“Panitia juga perlu menjelaskan secara detil pakem penilaian yang akan berlaku dari awal, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang tidak perlu. Setidaknya, antara peserta dan team juri bisa muncul pemahaman yang mendekati sama. Peserta tertentu yang mungkin memiliki cukup koleksi burung dengan type berbeda bisa menyesuaikan diri, burung mana yang cocok dengan pakem yang berlaku.”

 

 

Itu baru secara teknis dan pakem lomba. Konsep lomba di Grand Prix Murai Batu HPBI Bandung juga menggambarkan bagaimana upaya menyesuaikan diri dari EO dalam menghadapi situasi pandemi covid yang sedang melanda dunia. Pembatasn jumlah jenis burung hingga jumlah peserta tiap kelas/sesi, adalah bagian dari mengikuti era new normal / tatanan baru.

“Mungkin saja, pandemi kali ini sekaligus memberikan pelajaran dan penyadaran kepada kita semua supaya memulai melakukan hobi dengan lebih menggunakan hati. Pandemi membuka hati kita, apa yang sepatutnya dilakukan dan apa yang semestinya dijauhi dalam menjalani hobi, termasuk kontes atau lomba burung.”

 

 

Mr. One D pun mencoba mengajak pada dirinya sendiri dan orang lain. Mau jadi penghobi sejati, marilah dimulai dari diri kita sendiri, mau lomba ya niatkan akan melakukan dengan cara sportif, fairplay, tidak perlu berusaha melakukan pengkondisian atau meminta bantuan ke juri supaya lebih memantau burung kita.

Bisa saja burung milik kita “dibantu” hingga jadi juara, tetapi ada pihak lain yang merasa tersakiti, karena merasa lebih berhak menjadi juara. Tentunya ini akan menjadi doa yang tidak baik buat kita, juga merusak apa yang sering kita dengung-dengungkan bahwa ikut lomba burung itu bagian dari silaturahmi.

“Semoga saja, mohon maaf kalau ada salah kata dan kurang berkenan. Semoga tahun depan kita bisa menjalani hobi dengan lebih baik, apa yang selama ini kerap jadi slogan bahwa hobi, mengikuti lomba burung, adalah lebih untuk silaturahmi pun bisa semakin bermakna.” [maltimbus]

 

ARTIKEL MENARIK YANG MESTI ANDA BACA:

LEBIH DARI 90 PERSEN JURI PERNAH TERIMA ODENG

 

KACER DADA HITAM, BISA KOK MENANG LAWAN DADA PUTIH, ASAL ...

 

AGENDA & BROSUR LOMBA, KLIK DI SINI

 

 

BERITA LAINNYA

KATA KUNCI: catatan akhir tahun kang one d bandung

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp