BIMA P-MAN, HASIL BREEDING BUAT BIAYA KULIAH.

P-MAN BF SURABAYA

Sering Juara Kelas Paud, Hasil Breeding Buat Biaya Kuliah

 

 

Berbekal sejoli indukan warisan orang tua, Bima Sakti Romadhoni akhirnya menerjuni breeding lovebird. Dengan indukan yang terus beranak-pinak, kini Bima mampu memproduksi 20-25 anakan per bulan. Hasilnya lumayan, bisa buat biaya kuliah.

Bima Sakti Romadhoni merupakan salah satu breeder love bird yang menjadi jujukan pemain pemula di Surabaya. Karena, hasil tangkarannya sering koncer di kelas Paud. Setiap bulannya mampu mengeluarkan 20 hingga 25 anakan love bird yang hasilnya dibuat untuk biaya kuliah.

 

 

 

Awalnya, cowok kelahiran Surabaya ini kurang berminat bergelut di dunia burung. Dia lebih memilih dunia otomotif. Tapi berkat dorongan orang tuanya serta melihat tetangga dan temannya yang setiap hari berkecimpung dengan burung berkicau, akhirnya Bima banting setir ke menggeluti burung.

“Sebenarnya saya sudah diperkenalkan burung sama ayah sejak SMP, tapi saya lebih tertarik dunia otomotif. Sampai akhirnya 3 tahun lalu saya bertekad berternak love bird warisan ayah yaitu indukkan Baron,” bukanya kepada burungnews di rumahnya Wonokitri 8 nomor 57 Surabaya.

Bima belajar secara otodidak dalam menangkar love bird, mulai dari menjodohkan, memisahkan hasil ternakkan hingga meloloh anakkan love birnya. Berbekal sepasang love bird pemberian orang tuanya, sampai hari ini sudah berkembang menjadi 13 pasang.

 

P-MAN BF SURABAYA, BERBEKAL SEPASANG INDUKKAN SEKARANG BERKEMBANG JADI 13 PASANG.

 

Banyak suka duka yang dialami Bima dalam berternak yang memanfaatkan lahan tidak seberapa luas di lantai atas rumah calon istrinya, April. Bahkan tidak jarang sang calon juga ikutan membantu memberi makan serta merawat anakan. “Demi masa depan kita berdua,”candanya sambil tersenyum.

Untuk mengembangkan breedingnya, Bima membeli indukan baru, dari hasil menjual anakan. Demikian seterusnya sehingga kini Bima sudah mengoleksi 13 pasang indukan yang rata-rata sudah berproduksi. Dari jumlah indukan itu, paling tidak, kata Bima, mampu diproduksi 20-25 anakan lovebird. “Jumlah anakan itu rata-rata siap lomba, dan katanya teman-teman, produk saya sering juara di kelas Paud,” kata Bima yang memberi nama farmnya dengan P Man BF. P Man adalah singkatan dari Pak Man, ayah Bima.

Harga yang dipatok Bima tidaklah super wah, karena konsumsi pasarnya pemain pemula. Harga termurah mulai dari 200 ribu hingga 500 ribu per ekor. “Alhamdulillah hasil dari ternak ini selain bisa buat menabung juga bisa untuk membiayai kuliah saya,” terang Bima.

 

INDUKKAN BATMAN, ANAKKANNYA PALING LARIS DAN JADI MOST WANTED.

 

Bima, saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester 5 jurusan Pariwisata Universitas 45 Surabaya. Untuk bisa menjalankan aktifitasnya sebagai mahasiswa dan usaha breedingnya, Bima sangat jeli mengatur waktu.

Setiap pagi sebelum berangkat kuliah, Bima menyempatkan diri untuk memandikan indukan dan juga memberi makan. Bila ada indukan yang sedang bertelur, maka perlu perhatian khusus supaya bisa menetas dan menghasilkan anakan meski dengan resiko berangkat kuliah mepet jam pelajaran.

 

APRIL, CALON ISTRI YANG SETIA MEMBANTU MENGURUS BREEDING BILA BIMA KULIAH.

 

“Bila tidak memungkinkan, saya menyerahkan sepenuhnya kepada April. Karena belajar breeding bareng-bareng, jadi April sudah tahu banyak berternak love bird,” tegasnya. Sementara ini, Bima belum punya penampung khusus produk ternakannya. Karena itu sebagian besar pelanggannya adalah pemain pemula yang merupakan teman-temannya sendiri.

Bima akan terus berupaya mengembangkan usahanya sebagai breeder love bird. Karena menurut dia, breeding lovebird dan juga burung berkicau saat ini sangat prospek. Selain bisa menjadi pekerjaan tetap juga bisa membuka lapangan pekerjaan. “Orangtua saya sudah menawarkan pekerjaan setelah saya lulus kuliah, tapi bila hasil breeding lebih menjanjikan saya bertekad untuk menekuninya lebih dalam lagi,” tutupnya bersemangat.

 

AGENDA &  BROSUR LOMBA, KLIK DI SINI

 

 

BERITA LAINNYA

KATA KUNCI: bima p-man surabaya

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp