IBU EMIK DI DEPAN RUMAH

ONE STOP PLECI V #1

Bayar Nginap Seiklhasnya, Sambutannya Luar Biasa Hangat

Lomba burung khusus pleci One Stop Pleci V – Piala Gusti Prabu memang beda dari lomba-lomba lain. Mulai dari sisi lokasi, hingga konsep lomba yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar gantangan. Baru pertama kali dan bisa jadi contoh buat EO lain.

Kawasan Candi Banyunibo, memang benar-benar baru pertama kali digunakan untuk lomba burung. Candi ini juga belum begitu dikenal, bahkan juga oleh penduduk yang ada di sekitar candi Prambanan.

Ketika awak burungnews mencoba menanyakan ke warga sekitar Prambanan, juga banyak yang geleng-geleng kepala. Selain Candi Prambanan, mereka lebih tahu Candi Boko, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Sari. Lokasi Candi Banyunibo ada di selatan komplek Candi Boko, dari pertigaan prambanan terus ke selatan arah Piyungan.

Karena sebelumnya belum pernah ada kegiatan lomba burung, masyarakat sekitar pun banyak yang belum begitu paham, lomba burung itu seperti apa. Tak salah bila jauh hari, pihak panitia sudah melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat.

 

 

 

“Kenapa kami memilih di sini, bukan yang lain. Pertama, kami ingin memperkenalkan wahana wisata yang potensial tapi belum banyak dikenal. Sekarang selain pleci mania yang datang, kicau mania lain yang baca beritanya atau lihat brosur kami, paling tidak jadi tahu ada candi bernama Banyunibo yang tak jauh dari kawasan terkenal candi Prambanan apalagi Ratu Boko,” ujar Mr. Mac, penggagas even One Stop Pleci.

Hal lain yang ingin disasar ialah pelibatan sekaligus pemberdayaan masyarakat sekitar. “Selama ini lomba burung kan kurang melibatkan masyarakat. Jadi mereka bisa dikatakan hanya bisa jadi penonton. Paling beberapa di antaranya berdagang makanan, itu pun tidak seberapa, karena yang besar-besar tetap datang dari luar juga yang sudah tahu potensi lomba burung.”

Untuk even-even yang banyak didatangi tamu luar kota, biasanya juga menginap di hotel-hotel. Kadang jaraknya cukup jauh dari lapang, membuat peserta jadi lumayan repot karena harus menyiapkan dan mengadaptasikan burung di hotel.

Lalu ke lapang pagi-pagi mencari tempat istirahat atau basecamp, lagi-lagi juga mengkondisikan burung agar beradaptasi dengan lingkungan baru.

 

 

Dari situlah kepikiran menyediakan tempat menginap yang sedekat mungkin dengan lapangan lomba. “Jadi biar masyarakat tak hanya jadi penonton, tapi benar-benar dilibatkan. Jadi mereka ikut merasakan manfaatnya juga. Selain kampung jadi ramai, regeng, hangat, juga ada tambahan penghasilan. Yang jelas juga tambah saudara,” imbuh Mr. Mac lagi.

Salah satu rumah penduduk yang dijadikan tempat nginap adalah tempat tinggal Ibu Emik dan pak Sukardi, di dusun Copit, Bokoharjo. Ibu Emik menyiapkan dua kamar untuk para tamunya. Karena satu rombongan yang datang lumayan banyak, akhirnya sebagian juga tidur di ruang tamu.

Kepada burungnews, bu Emik mengaku awalnya bingung dan takut juga. “Belum pernah buat pengingapan soalnya. Takut maksudnya kawatir nanti tamu tidak suka atau tidak betah wong rumah kita kan ya sederhana begini, rumah ndeso.”

Tapi jauh hari pihak panitia meluli pak dukuh memang sudah memberi tahu apa saja yang mesti disiapkan dan dilakukan. Pesan dari panitia dan pak dukuh, persiapannya biasa saja tidak perlu mengada-ada, apa adanya saja.

 

 

“Katanya yang penting bersih, rapi. Sambut seperti kita kedatangan saudara sendiri. Kasih jamuan juga seperti saat kita kedatangan tamu saudara sendiri, biar tamu merasa senang dan betah. Ya itu yang coba kami lakukan,” jelas bu Emik lagi.

Lalu untuk biaya penginapan, bu Emik sendiri hanya tersenyum saja. Ia rupanya malu untuk menyebutkan nominal rupiah.

Dari peserta sendiri mengaku biaya yang harus keluar benar-benar sangat ekonomis, berkisar 150 – 300an ribu rupiah per rumah. Beberapa rumah tidak mematok harga, jadi seikhlasnya.

“Jadi kami yang harus pengertian. Misalnya kalau kami satu grup cukup banyak, kan mereka sedikit repot juga mesti bersih-bersih dan merapikan sebelumnya, kasih minum dan camilan juga, bahkan ada yang kasih sarapan,” ujar Bah Kicau, salah satu kru DT 23 Bandung.

Meski rumah penduduk rata-rata memang sederhana, Bah Kicau mengaku senang dengan keramahannya. “Yang jelas kami senang dengan suasana pedesaan terutama keramahan penduduknya yang benar-benar ikhlas dan tidak dibuat-buat.”

“Rumah juga bukan sekadar buat menginap, sekaligus juga buat basecamp selama lomba, kan seharian nanti sampai malam, sebagian mungkin juga lanjut nginap sebelum pulang Senin pagi. Kalau di hotel, selain lebih mahal, juga jadi ribet. Minggu pagi harus bergebas berangkat ke sini, lalu cari lokasi yang cocok buat basecamp,” imbuhnya.

KATA KUNCI: osp v one stop pleci piala gusti prabu pleci prambanan candi banyunibo ratu boko one stop

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp