LOMBA ANIS MERAH MAKIN RAMAI, PERMINTAAN ANAKAN ANIS MENINGKAT

Mr. FAJAR BALI

ANIS MERAH RAMAI LAGI, GEMBIRA SEKALIGUS KAWATIR

 

 

Para penggemar anis merah mulai tersenyum lega, lantaran kelas ini mulai bergairah lagi. Lomba kembali ramai, peserta semakin banyak. Banyak lomba besar dan prestise, seperti di Valentine PBI Jogja 14 Februari 2016, peserta anis merah sudah mendekati penuh.

Sebagai salah satu penggemar anis merah, Mr. Fajar yang tingal di Bali tentu saja ikut gembira melihat perkembangan ini. Namun, ia juga mengaku menyimpan rasa khawatir. Lho...?

 

Mr. FAJAR BALI BERSAMA KURNIAWAN SRAGEN

 

Fajar kemudian menceritakan alasan kekawatirannya, dibalik rasa gembira. Menurut Fajar yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pengda PBI Bali, ramainya lomba anis merah, otomatis akan diikuti dengan meningkatnya permintaan terhadap bakalan anis merah.

Nah ke mana bakalan anis merah didapatkan dengan mudah dan dalam jumlah banyak? “Tentu ke Bali kan, yang selama ini memang jadi pemasok utama bakalan anis merah."

Meningkatnya permintaan anis merah dalam jumlah besar, yang berarti juga ada gemerincing uang di situ, dikawatirkan akan membuat laju eksploitasi terhadap anis merah dilakukan secara berlebihan dan serampangan.

Kalau dihitung, sudah puluhan ribu anis merah dari Bali yang dikirim ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa. “Apa itu lantas jadi burung lomba semua? Tidak. Hanya sebagian kecil yang lolos seleksi lomba. Selebihnya mungkin jadi burung afkir ” imbuhnya.

 

MENGE-CHAS ANIS MERAH SEBELUM DIGANTANGKAN

 

Apakah burung-burung yang tidak lolos seleksi untuk lomba lantas dilepas lagi ke alam bebas? Tidak juga. Tetap saja dipelihara, atau mungkin dijual lagi dan pembeli baru punya harapan siapa tahu mau nampil. Begitu seterusnya.

Di Bali, salah satu cara yang efektif untuk menjaga kelestarian burung anis merah (juga jenis yang lain) dari perburuan berlebihan adalah dengan awig-awig, atau semacam hukum adat. Dalam awig-awig itu, misalnya diatur bagaimana memanfaatkan atau memanen anakan anis merah secara bijaksana.

Misalnya, kalau dalam satu musim anis merah beranak-pinak 4 kali, yang dipanen tiga kali saja, sisakan satu kali anakan untuk menjadi bahan induk baru.

"Kalau dipanen semua, indukan yang lama makin tua, dan akan mati. Bisa diterka, kemungkinan besar 4 - 5 tahun lagi anis merah Bali tinggal cerita. Siapa yang rugi, masihkan belum terbuka matanya untuk mau peduli," kata Fajar.

Berita kurang bagusnya, saat ini sebagian masyarakat di Bali sudah kurang kuat berpegang pada awig-awig. Bahkan di beberapa daerah, awig-awig kaitannya dengan kelestarian burung sudah tidak diberlakukan lagi.

Di daerah yang tidak lagi menerapkan awig-awig, bukan hanya anakan anis yang dipanen semua, bahkan induknya pun ikut ditangkap!

Memang tidak gampang menjaga kelestarian alam, termasuk menjaga burung anis merah di Bali. Anakan anis merah ibarat durian runtuh. Ada gemerincing uang yang seakan bisa didapat dengan relatif mudah.

Para petani atau pemilik ladang tidak perlu membuat kandang, tidak usah repot-repot merawat dan kasih makan, tinggal intai kapan anakan bisa diambil dari pepohonan di kebunnya.

"Kalau mau peduli, harus bareng-bareng. Sebagai PBI misalnya, kita tidak bisa sendirian. Perlu kerja bareng dengan masyarakat adat, pemerintah, bara pemilik lahan dan para pengepul, dan tentunya yang  terakhir juga dengan para penggemar anis. Misalnya, batasi membeli bakalan," ujar Fajar lagi.

Selama ini berbagai usaha terus dilakukan. Misalnya, melakukan sosilasisasi kepada para pemilik ladang, juga mendekati pemerintah dan masyarakat adat supaya kembali menerapkan awig-awig secara ketat.

Awig-awig memang salah satu solusi yang efektif untuk Bali, karena masih bisa diaati oleh masyarakat. Bila bisa kembali jadi pegangan, anis merah khususnya di Bali bisa diharapkan kelestariannya.

Para penggemar burung berkicau, khususnya anis merah, pada generasi yang akan datang juga akan tetap bisa memelihara dan menikmati suara anis merah.

 

 

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp