ABAH TATUK (INZET) DAN SUASANA LOMBA DI SMM FEAT TEAM 76

LOMBA TANPA KORLAP DAN IP

Benarkah Banyak Disuka EO Karena Hemat, Abah Tatuk Bicara Blak-Blakan Awal Mula dan Latar Belakangnya

Event dengan format seperti SMM, benar-benar sedang menjadi trend setter. Banyak EO atau gantangan yang mencoba mengadopsi, baik sebagian maupun hampir secara keseluruhan, membatasi peserta membatasi 24-G, kemudian meniadakan fungsi Korlap dan IP.

Ada yang berpendapat, populernya format gantangan seperti SMM, dengan meniadakan Korlap, IP, dan juri yang hanya 4 orang, lebih karena pertimbangan anggaran. Dengan jumlah SDM yang lebih sedikit, anggaran bisa dihemat.

“Kalau di SMM-nya tentu tidak, maksudnya adalah untuk para pengikutnya, sepertinya anggaran menjadi salah satu pertimbangan yang menarik untuk ditiru,” ujar salah satu kicaumania yang juga pengurus EO kepada burungnews.com.

 

UNSUR ENTERTAIN SANGAT DIPERHATIKAN DI SMM. GANTANGAN DITATA MEGAH, JURI DIDANDANI NECIS DAN KEREN

 

Alasan yang masuk akal, tapi apakah benar mereka yang mencoba mengadopsi event tanpa Korlap, Tanpa IP, juri hanya 4 orang, lebih tertarik dengan hitungan anggaran yang akan lebih hemat, atau ke hal yang lebih substansial, agar lomba lebih terbuka dan fairplay?

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terang benderang, tentu harus memahami awal mula dan latar belakang hingga ada event tanpa Korlap dan tanpa IP. Salah satu yang tahu persis ihwal ini adalah pendiri dan sekarang Ketua SMM, Abah Tatuk.

Abah Tatuk dengan antusias menjelaskan soal sejarah dan latar belakang menggelar lomba tanpa Korlap dan IP, yang sekarang kemudian kita kenal dengan SMM.

“Kita coba jelaskan mulai dari kenapa menghilangkan Korlap dan IP dulu ya, jadi keputusan memilih burung mana yang dianggap layak juara benar-benar menjadi kewenangan masing-masing juri, sebab tidak boleh saling koordinasi kan,” jelas Abah Tatuk yang ditemui di sela-sela pagelaran Piala Raja, 18 September 2022.

Kenapa IP dan Korlap yang mesti dihilangkan, menurut Tatuk, pertimbangannya sama sekali bukan karena gaji mereka lebih tinggi dari juri. “Mohon maaf, bila selama ini sering orang bicara soal burung titipan, burung katrolan, dan semacamnya, faktanya dari dulu hal seperti itu memang nyata adanya.”

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

Abah Tatuk menyebut hal itu berlaku untuk event secara umum, semua EO termasuk yang menyebut independent. “Tidak menuduh salah satu ya. Semua seperti itu. Kenapa saya bisa ngomong, mohon maaf, dulu saya itu salah satu pelakunya. Singkat kata, saya itu mantan orang hitam dalam urusan lomba burung,” imbuhnya.

Dari lika-liku dan pengalamannya yang cukup panjang ketika menjadi “orang hitam” itulah, Abah Tatuk sangat paham, bila yang paling berperan bisa “mengatur” siapa juaranya, meskipun burung itu seringkali sesungguhnya bukan yang paling layak, tak lain dan tak bukan ada di pundak Korlap dan IP.

IP dan Korlap itu hampir selalu merasa lebih pintar dalam menentukan mana yang juara. “Bagi saya, ini membuat semacam pembodohan pada juri, membuatnya tidak bisa berkembang. Seharusnya biarkan juri menentukan pilihannya sendiri, tetapi IP dan Korlap selalu merasa berkuasa atas nasib juri ke depannya.”

 

ABAH TATUK DI PIALA RAJA, 18 SEPTEMBER 2022. SILATURAHMI TETAP BERJALAN

 

Padahal, lanjut Abah Tatuk, bila kita amati yang berhak dan layak menilai burung ya seharusnya juri yang lagi bertugas. “IP dan Korlap juga diambil dari juri yang lebih senior, lebih lama jam terbang menjurinya, sehingga punya jaringan yang lebih luas, atau teman bos banyak, bisa mengundang ke lomba biar sukses lombanya. Terkait hal ini biasa nya ada balas budi terhadap penjurian lewat Korlap atau IP, ini yang bahaya.”

Bukan rahasia umum, panitia memang kerap memilih juri, IP atau Korlap, yang dianggap punya massa, punya jaringan perkawanan dengan kicaumania yang luas, bisa mendatangkan mereka, sehingga lomba bisa ramai peserta. Bukan memilih yang pintar secara teknis dan berintegritas, tetapi tidak bisa mengundang peserta. Ini yang salah kaprah.

“Maka ketika ide membuat lomba dengan format yang baru, yang pertama harus dieliminasi adalah peran Korlap dan IP. Korlap dan IP mungkin perlu untuk lomba yang memakai juri muda, nota bene masih level training, tapi tidak diperlukan lagi ketika kita sudah memilih juri-juri yang benar-benar sudah lulus secara teknis, juga integritas,” tandasnya.

Ditambahkan Abah Tatuk, sebelum jadi seperti SMM yang sekarang ini, perdebatan di tingkat internal pun cukup panjang dan lama. Demikian pula upaya melakukan semacam simulasi. “Jadi sampai lahirnya SMM yang kemudian kita perkenalkan di awal di Malang itu, bukan lahir begitu saja. Itu sudah berproses cukup lama, mungkin 1 tahun ya.”

Sebagai pendiri, Abah Tatuk mengaku kekeh dan keras mempertahankan pendapat yang dianggapnya benar dan bertujuan baik. “Kalau ada usulan atau pendapat lain yang menurut saya bagus, pasti kita tampung dan upayakan bisa diterapkan. Tapi kalau saya mencium modus yang sebaliknya, pasti saya lawan. Kalau cocok dengan model dan konsep kita ayo kita gabung dan maju bareng, kalau tidak ya jangan dipaksakan. Nantinya kan juga ada seleksi alam. Kira-kira begitu.”

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Setelah sepakat membentuk semacam lembaga bernama SMM, juga tegas bila lembaga ini bukan komersial, bukan untuk mencari untung, bukan sebagai mata pencaharian. “Tujuan murni buat hobi, lomba harus benar-benar baik, dari sejak perencanaan sampai pelaksanaannya.”

Untuk bisa mencapai semua itu, ternyata memang butuh biaya lebih. “Itu risiko. Makanya sejak awal kita garisbawahi, untuk bergabung dengan SMM, secara ekonomi memang harus sudah mapan dulu. Mohon maaf, bukan bermaksud diskriminasi, tapi agar tujuan SMM tidak melenceng ke arah lembaga komersial, pondasinya memang harus kuatkan dulu.”

Setelah urusan peniadaan Korlap dan IP disetujui, barulah membicarakan hal-hal lebih teknis, seperti jumlah gantangan yang dibatasi, bagaimana pakem untuk menentukan burung yang layak juara, cara juri berjalan atau roling, hingga membuat ajuan yang terbuka. “Sesungguhnya, ini pun mengalami beberapa perkembangan seiring dengan bejalannya waktu, kita kan juga terus melakukan evaluasi dan kemudian ada temuan-temuan yang kita anggap bisa meningkatkan kualitas lomba.”

 

ABAH TATUK BERSAMA SEBAGIAN PUNGGAWA SMM LAINNYA

 

Dengan demikian, terkait ide awal dan latar belakang penghilangan peran IP dan Korlap di SMM, Abah Tatuk ingin menggarisbawahi bila hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan isu anggaran. Jumlah SDM memang lebih sedikit, tapi dengan tanggungjawab yang lebih besar, tuntutan kualitas yang lebih tinggi, tentu juga ada apresiasi yang lebih besar pula. “Bila ditotal, ya tetap lebih gede dari menggelar lomba konvensional yang memakai IP dan Korlap.”

Bagaimana dengan EO atau gantangan lain yang mencoba mengikuti apa yang dilakukan oleh SMM? “Bagi kami tidak ada masalah, kalau apa yang kami lakukan dianggap baik, kemudian diikuti, semoga menjadi ladang amal bagi kami. Berarti kami sudah ikut serta menyebarkan kebaikan di kalangan hobi burung.”

Menurut Abah Tatuk, teman-teman di SMM sebenarnya juga ingin berbuat baik, katakanlah ingin berdakwah juga. “Tetapi kami tidak pandai kalau harus berceramah di mimbar, ya ini adalah cara kami.”

 

 

Ada satu dua EO atau gantangan yang disebut sempat berkonsultasi, bahkan juga meminta semacam arahan supaya kelak jalannya lomba, juga organisasi, bisa berjalan baik. “Kepada yang seperti ini, kita juga terbuka untuk membagikan pengetahuan kami.”

Ada pula yang dari melihat event SMM sekali atau dua kali, atau malah hanya mengikuti dari pemberitaan sudah merasa cukup, lalu merilis event dengan konsep yang disebut-sebut mengikuti SMM. “Tidak masalah, tidak harus sama. Kita ikut senang dan bangga bila semakin banyak lomba yang kiblatnya itu ke arah terbuka dan fairplay, mau seperti  SMM atau lainnya silakan saja, apa pun model yang dipilih.”

Garis besar yang ingin disampaikan Abah Tatuk, tanpa adanya Korlap, IP, empat juri tidak boleh saling komunikasi, memaksa para juri harus jujur dan bertanggungjawab. Keputusan sepenuhnya mandiri di tangan masing-masing juri, sejak ajuan hingga menancapkan koncer.

 

 

“Tinggal pilih mau tetap lurus atau mencoba bengkok. Kalau ada modus dan upaya yang tidak benar, sudahlah, kita pasti tahu. Kita paham segala bentuk trik kalau ada sebagian atau seluruh juri punya niatan yang tidak baik,” tandas Abah Tatuk.

Konsep lomba SMM belakangan ini memang menjadi magnet baru dan kemudian banyak ditiru. Gantangannya yang dibuat megah, dipasangi karpet, team juri didandani necis dengan stelan hem dan dasi hingga terlihat keren, pedok-pedok juga megah. Jumlah gantangan yang terbatas pun banyak diikuti, G-24, menggunakan 4 juri tanpa Korlap dan IP. Beberapa mencoba menerapkan ajuan terbuka dengan model yang tidak selalu sama dengan di SMM. [maltimbus]

 

TWISTER GOLD, salah satu pakan burung yang disebut paling cocok untuk murai batu, hwamey, anis merah, kacer oleh para kicaumania yang sudah mencoba dan kemudian terus memakainya, termasuk untuk jenis burung pemakan serangga lainnya. Tersedia juga TWISTER SEAWEED, ANTI STRES, MASTER, serta TWISTER TROTOLAN untuk meloloh pemakan serangga dan TWISTER BUBUR untuk meloloh pemakan bijian.

 

KATA KUNCI: abah tatuk skmn pmm

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp