ARIF SANGKAR CIBUBUR, SELURUH BAGIAN RUMAH TERISI BURUNG

ARIF SANGKAR CIBUBUR

Setahun Bisa Jual 500 Burung Murai Batu, Simak Rahasia Dapurnya

Di depan rumahnya, terdapat spanduk Arif Sangkar Cibubur yang cukup besar, tapi sudah agak usang. Kalau tidak sengaja sedang mencarinya, mungkin tak akan terbaca. Gerbangnya tertutup rapat. Apa toko atau kiosnya belum buka?

“Memang selalu begini. Tapi para kicau mania sudah tahu kok, biasanya konfirmasi dulu. Kalau bukan kawan atau pelanggan lama, biasanya tahu dari akun media sosial, lantas menghubungi lebih dahulu kalau mau datang,” terang Ikrom, pewarta dari Trend Kicau yang mengajak burungnews untuk bertandang ke tempat tinggal Arif.

Tak lama, tuan rumah membukakan pintu. Kami langsung disambut riang gembira, dirangkul, lantas diajak masuk. Arif menunjuk semua ruang di rumahnya yang besar dan memanjang ke belakang itu, penuh dengan beragam burung. Caranya menyambung yang penuh kehangantan, membuat kita jadi nyaman dan lebih akrab lagi.

 

BARU... TOPSONG PREMIUM, mengandung enzim alami serangga, burung lebih gacor, daya tahan lebih tinggi. Tersedia TOPSONG PREMIUM ANIS MERAHMURAI BATUHWAMEY (PREMIUM GOLD), LARK / BRANJANGANMINI PELETBEO.

Segera dapatkan di kios langganan Anda, buktikan perbedaannya.

 

Di ruang paling belakang yang dijadikan ruang tamu, perhatian langsung tertuju pada puluhan tropi. Dari wujudnya, sebagian tampak sudah kusam, terlihat cukup banyak tropi lawas era 90an sampai 2.000an awal. Ada tropi Piala Hamangkubuwono (sekarang jadi Piala Raja), tropi dari salah satu EO partikelir pertama dan legendaris, LKMI, IBI, dan lainnya.

“Ini tinggal sedikit, yang lain banyak saya kasihkan. Ada yang buat koleksi, ada yang diganti plakat buat hadiah 17an Agustus…, macam-macam lah,” ujarnya sambil tertawa.

Arif Sangkar Cibubur bukan nama yang asing. Kami pernah bertemu, sudah lama sekali, akhir dekade 90an atau awal 2000an. Arif memang sudah berkecimpung dalam hobi burung, ketika masih kuliah di UPN Yogyakarta, mulai tahun 90 hingga lulus 97 hingga beberapa tahun kemudian sebelum balik ke Jakarta.

 

BANYAK RAIH TROPI SEJAK ERA 90AN HINGGA JAMAN KEKINIAN

 

Banyak cerita nostalgia yang terlontar. Arif misalnya, mengisahkan bersama sesama mahasiswa perantau yang hobi burung, membentuk bird club atau team. Namanya Rantau 99 BC. “Dulu ada mas Ali Purbalingga, Nevi Justiva Semarang, Drg. Agung, Eko, Tomy Pekalongan, Joko Madiun, Gembong, dan lainnya. Saya ketuanya.”

Arif dipilih jadi ketua, mungkin karena dianggap yang paling paham burung di antara yang lain. Banyak kicaumania senior di Jogja yang dikenalinya dengan baik, bahkan juga menjadi konsumen Arif. “Di luar jual beli burung, di Babarsari dulu saya punya banyak lini usaha. Ini membantu membiayai hidup dan hobi burung yang sejujurnya memang tidak murah. Kita cukup punya sangku lah untuk ukuran waktu itu, bisa sewa mobil kalau lomba luar kota.”

Sebagai penjual beragam jenis burung seperti cucak rawa, anis merah, cendet, branjangan, murai, Arif melakukan dengan cukup serius dan menggunakan model pemasaran “modern” untuk ukuran jaman itu. “Saya sudah berani pasang iklan di koran KR (Kedaulatan Rakyat, red.), koran terbesar di Jogja, untuk menawarkan burung yang saya jual.”

 

 

Arif juga bak “konglomerat”, bila menilik pada lini usahanya yang bejibun. Mulai roti bakar, susu, nasi goreng di depan UPN Babarsari, cuci dan cetak foto hitam putih, tambal ban dan kompresor angin depan kampus Atmajaya.

“Selain jualan, saya menjalani hobi burung sambil mengorbitkan dan mencetak juara, kemudian langsung dijual. Terasa seninya, jadi dapat bonus materi dari hobi yang kita jalani.”

Sepak terjangnya setelah balik ke Jakarta ternyata juga mengagumkan. “Sebelum balik Jakarta, kan sudah kenal luas dengan banyak kicaumania Jakarta juga. Terutama yang sudah sering lomba. Dulu lomba belum sebanyak sekarang, kalau yang luar kota hampir semuanya evennya PBI. Terjadwal jelas.”

 

 

Betapa “sakral”-nya sebuah lomba, mau datang ke lomba itu sampai tak sabar seperti orang puasa nunggu lebaran. “Makanya lomba hampir selalu ramai, dan kita jadi ketemu dan kenal kicaumannia dari berbagai kota, karena ke mana-mana ada lomba ya awalnya sering ketemu. Tanya ini itu, tukar pikiran perawatan, dan lainnya. Apalagi saya basiknya bakul, memang harus lebih punya inisiatif lebih dulu untuk berkenalan kan.”

Selama puluhan tahun dari 97-an sampai sekarang, Arif banyak dianggap sebagai “guru”nya kicaumania bahkan juga “dokter”. Ternyata ada ceritanya juga. “Dulu di Jogja, juga sempat dipercaya mengelola rubrik klinik burung, di harian ternama Jogja, Kedaulatan Rakyat atau KR.”

Di Jakarta, banyak orang menghubungi Arif untuk konsultasi apa saja terkait burung. “Dari tanya burung yang baik seperti apa ciri-cirinya, pengin burung atau aksesoris tertentu carinya ke mana, hingga burung rusak atau sakit bagaimana menanganinya.

 

BERSAMA RANGGA PRAWIRA, KICAU MANIA MILENIAL

 

Yang mengagumkan, adalah ketika mengkonfirmasi burung yang berhasil dijualnya dalam waktu tertentu. “Setahun saya bisa jual 500 burung, itu murai batu saja, khusus murai batu. Kalau ditambah jenis burung lainnya, ya lebih banyak lagi.”

Angka yang harus dikui sangat fantastis. Bila dirata-rata, tiap bulan bisa menjual 40an lebih burung murai batu. “Baru tahun ini menurun lumayan, dair Januari sampai akhir April kemarin, baru tembus 120an ekor.”

Lalu apa rahasianya? “Pertama, saya ini terus terang itu kan memang bakul, ya sangkar, ya burung. Ini bukan pekerjaan sambilan. Saya serius sekali menekuni dan mengabdikan hidup saya di dunia jual beli burung dan sangkar. Tentu saya harus tahu persis apa-apa terutama kualitas yang mau saya jual. Jadi saya bisa ceritakan, ini sangkar atau burung tipenya begini, perlakuannya harus begini, level kualitasnya segini, dan semacamnya.”

 

Burung yang sebelumnya bunyi tiba-tiba MACET dan memBISU? Berikan MONCER-1 selama beberapa hari, lihat perbedaannya dalam 5-7 hari, dijamin langsung JOSS kembali.

 

Kedua, Arif mengaku selalu memberikan standar pelayanan terbaik untuk semua tamu, tanpa melihat latar belakang. “Tamu saya itu beragam. Ada yang datang baru mau tanya-tanya, ada yang ngebet pengin segera dapat burung atau sangkar. Dari yang hariannya hanya tukang sampah, sampai jenderal. Semua yang ke sini saya layani dengan cara yang sama, dengan keramahan yang sama, tidak saya beda-bedakan. Demikian pula dengan teman-teman media yang sering ke sini. Semua kita perlakukan dengan sama baiknya.”

Ketiga, Arif tidak pernah merasa tergesa-gesa lalu merayu apalagi sampai “memaksa” tamunya agar bisa segera membeli burungnya. “Saya mesti gali dulu informasi sebanyak dan selengkapnya. Misal cari burung, yang ia cari itu yang seperti apa, kebutuhannya untuk apa. Sekadar buat di rumah, atau lomba baru sebatas Latber dan Latpres. Sejauh mana pula pemahaman dan pengetahuan dia tentang burung. Barulah kemudian, kalau memang mau cari burung, menyesuaikan dengan anggarannya.”

 

 

Misalnya, ada calon pembeli yang secara anggaran mungkin tidak masalah, tapi ia baru memulai, kesukaannya pada burung berkicau belum sepenuhnya, masih menjajaki. Ia bahkan belum punya pengalaman meerawat burung, untuk kelas rumahan sekali pun. “Tentu kurang bijak kalau langsung kita tawari burung yang kualitasnya sudah level nasional kan. Bisa saja kita menawarkan paket dengan perawatnya. Tapi tetap saja menurut kita masih kurang pas. Jadi semua mesti bertahap.”

Atau sebaliknya, ada yang baru memulai lomba tingkat Latber-Latpres. Dia punya anggaran antara 5-10 juta. “Nah itu juga kita usahakan bisa cari di sekitar 5 juta, tapi buat levelt Latber-Latpres di seputar Jabodetabek ya sudah bisa bersaing lah. Setelah itu, kita juga akan terus komunikasi untuk bertukar pikiran bagaimana perjalanan burung itu, apakah ada trobel, kita selalu mencoba membantu mencarisikan solusi terbaik.”

Itulah obrolan dengan salah satu kicaumania yang ternyata juga seorang bakul burung yang sangat fenomenal, selain juga memproduksi sangkar burung beragam varian. [maltimbus, terimakasih ikrom Trend Kicau]

 

BERITA LAINNYA

KATA KUNCI: arif sangkar cibubur rantau 99 bc setahun jual 500 burung murai batu

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp