WW ANGGA BERSAMA JIMMY, SAAT MENJADI PANITIA LOMBA

WW ANGGA

Kalau Kesalahan Burung yang Dicari Untuk Menganulir Juara, Anak SD Pun Bisa

Sejumlah peserta memprotes juara yang mendapat koncer dari juri di Anniversary Kacer Mania Klaten bersama Radjawali Indonesia (17/11). Si juara dianggap nabrak jeruji saat penilaian berlangsung. Berita yang ditayangkan burungnews.com itu kemudian viral, kemudian mengundang diskusi yang luas dan mendalam.

Dalam berita itu, burungnews.com melakukan konfirmasi kepada Totok Perkasa, selaku pengawas lomba dari Radjawali Indonesia (RI). Apakah benar burung itu sempat nabrak saat penilaian berlangsung, dan apakah RI masih mentolerir burung yang nabrak, nebok, atau kesalahan kecil lainnya dalam kadar yang minimal, sementara secara keseluruhan si burung memang layak jadi juara?

 

 

ABAH SULIS (BERSARUNG DAN BERPECI) MEMBUKA RUANG DISKUSI PAKEM PENILAIAN BURUNG.

 

Jawaban Totok adalah, bahwa selama jalannya penilaian, para juri dan korlap tidak menjumpai apa yang dipermasalahkan sebagian peserta. “Kita semua memang melihat itu burung sempat nabrak-nabrak, tapi itu terjadi setelah penilaian terkunci, para juri sudah mundur menunggu hasil rumusan untuk bendera nominasi. Setelah kejadian itu, kami juga sudah mengundang perwakilan komunitas untuk menjelaskan masalah itu. Sudah clear.”

Sementara itu, Hersat yang menjadi korlap juga menguatkan jawaban Totok. "Secara kualitas dan perfoma, setelah kita mencoba membandingkan beberapa burung yagn dianggap layak juara, saat itu dia memang paling menonjol. Dari kinerja burung, irama lagu, volume, durasi, dan gaya masuk. Ajuan juri semua juga ke situ. Saat saya umumkan waktu penilaian selesai, burung baru gelisah lalu sempat nabrak-nabrak. Jadi, secara umum itu memang tidak bisa mempengaruhi penilaian. Itu keputusan yang insya Allah sesuai hati nurani dan bisa kami pertanggungjawabkan."


BELUM BACA BERITA TENTANG INI? SILAKAN KLIK "Sempat Diprotes, Ini Alasan Juri RI Keukeuh Memenangkan Kacer Over Speed"

 

Alasan yang disampaikan Totok dan Hersat itu yang menguatkan keputusan juri tetap  memenangkan burung yang kemudian diketahui bernama Over Speed milik Mr. JKP Sragen.

Diskusi dibuka saat Abah Sulis dari Solo mengomentari postingan link berita burungnews di lini masa face book. Abah Sulis menuliskan, “Mau nabrak, mau ngruji, atau apa pun, selama tidak lebih dari 10 % dari total penilaian, it’s ok saja selama burung memang layak juara.”

 

BROSUR LENGKAP BALEKAMBANG KUMANDANG, KLIK BANER DI ATAS ATAU DI SINI

 

Sulis kemudian menjelaskan, nilai burung itu dicari kelebihan dan keindahan bawa lagunya, bukan dicari kekurangannya. “Emang paling gampang itu nyari kelemahan burung. Kami datang dan beli tiket itu supaya para juri bisa melihat keindahan dan kelebihan suara burung berkicau, bukan malah lebih fokus dicari kelemahannya.”

Komentar Sulis lalu ditanggapi oleh akun Willy Angga, yang lebih dikenal sebagai WW Angga. WW setuju dengan pendapat Abah Sulis, karena menurutnya dari dulunya pakem yang benar memang mencari keindahan dulu, bukan mencari kesalahan burung.

“Gak usah pakai juri kalau cuma cari kesalahan burung. Anak SD juga bisa.”

 

KOMENTAR ABAH SULIS DI POSTINGAN BURUNGNEWS, PEMANTIK AWAL DISKUSI YANG MENDALAM

 

Menurut WW, kesalahan atau kelemahan burung baru bisa jadi pertimbangan, ketika ada dua atau lebih burung yang secara kualitas dan kinerja berimbang, sama-sama sedang dipertimbangkan untuk jadi juara.

“Kalau keadaan di lapangan persaingan ketat, kualitas 11-12 saat menentukan juara 1-nya, baru bisa dibenarkan mengggunakan cara tersebut. Siapa yang ada nampar, siapa ada turun ya harus kalah dengan yang tidak melakukan hal tersebut. Ini baru namanya juri kelas.  Masalahnya mampukah SDM juri yang ada saat ini menerapkan cara tersebut.”

 

 

Sementara itu, bila kualitas burung yang dibandingkan cukup lebar, katakanlah 7 banding 12, tapi yang 12 ada kesalahan sedikit, misalnya sekali dua kali nebok atau nabrak, lalu dianulir sehingga yang kemudian jadi juara adalah burung dengan kualitas 7, menurut WW itu namanya lomba yang naif.

“Kalau hal seperti itu misalnya terjadi, menurut saya itu sebenarnya bukan salahnya burung, tapi memang kemampuan SDM jurinya masih sebatas itu.”

Situasi ini terjadi karena sejumlah EO dalam beberapa tahun terakhir membuat aturan atau pakem seperti itu. Secara filosofi, EO tersebut tidak menyebut mencari kelemahan burung, tapi ingin burung juara itu mesti sempurna, tidak hanya indah suaranya, tapi juga tidak memiliki kelemahan, atau paling tidak memiliki paling sedikit kelemahan.

Namun kemudian yang terjadi di lapangan, dalam penerapannya orang melihat kesannya memang lebih banyak mencari-cari kesalahan burung. Juaranya kemudian adalah burung yang paling sedikit membuat kesalahan. Seakan-akan kualitas burung dikesampingkan.

 

Yang di desa, di kota. Yang ikut lomba atau sekadar didengar suaranya di rumah. Dari generasi ke generasi sudah memakai TOPSONG.

 

Celakanya, model seperti ini kemudian diikuti oleh banyak EO lain di berbagai daerah. Alasannya, kemungkinan besar karena sistem ini memang lebih mudah menerapkannya.

Karena EO-EO itu banyak menggelar lomba di mana-mana hingga ke pelosok, akhirnya aturan itu seperti mengdoktrinasi para kicaumania jaman now. Di mata banyak kicaumania jaman sekarang, kalau ada burung nabrak atau nebok, seakan itu adalah sudah nilai mati, menghilangkan kesempatan baginya untuk jadi juara.

Itulah barangkali yang bisa menjadi penjelasan, kenapa ada cukup banyak peserta di event Anniversary Kacer Mania Klaten yang melakukan protes. Mereka mempertanyakan kenapa burung yang nebok / nabrak bisa dapat nominasi bahkan kemudian koncer A.

 

 

Hal ini menunjukkan, bila kebiasaan yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun ini, sudah “menginveksi” pikiran kicumania. Burung yang nabrak, nebok, turun, loncat, nglawa, oncling, mbalon, dan sebagainya kendati hanya sebentar tapi ketahuan, itu haram jadi juara, sudah dianggap sebagai kebenaran.

Karenanya, untuk mencari solusi maksimal dari masalah ini, memang butuh duduk bersama di antara para EO. Kalau diamati secara lebih detil, tiap EO memang memiliki pakem tersendiri dalam membatasi atau memberikan rambu-rambu pelanggaran yang dilakukan burung.

Wajar bila WW pun kemudian berujar, “Semoga bos-bos EO sepaham agar suasana lomba bisa nyaman ceria, kondusif, tidak saling cari kesalahan burung, karena kicauan mereka itu indah.”

 

Komentar Willy Angga itu kemudian dicopas dan sebar lagi oleh Adry Riady dan Benz Wira sehingga semakin memancing diskusi yang luas.

 

Benz Wira, salah satu kicaumania muda yang cukup aktif di jagad medsos, juga ikut memberikan komentar. Secara pribadi, ia mengaku sangat setuju dengan apa yang dilontarkan Abah Sulis dan kemudian ditegaskan lagi oleh WW Angga.

“Masalahnya para kicau mania atau peserta sendiri bisa gak menerima statemen ini, karena pemahaman peserta yang sudah terlanjur ‘salah’ sebetulnya juga perlu di benahi.”

Pemahaman salah tapi sudah dianggap sebagai sebuah kebenaran oleh khalawak kicaumania, digambarkan dengan cukup baik oleh Abah Sulis dalam komentar berikutnya.

 

BENZ WIRA, PESERTA JUGA PERLU PENCERAHAN (dok. benz wira)

 

“Lomba sekarang ini menurut aku, burung yang membawakan lagu indah dengan intonasi jelas, verbalnya juga cetho, perpindahan lagunya juga yahud, tetapi begitu ketahuan ada kesalahan kecil meskipun bukan hal yang fatal, akan hilang dari penilaian juri.”

Benz Wira yang saat ini juga menjabat sebagai salah satu pengurus harian di EO Kambing Hitam Indonesia (KHI) yang masih relatif baru mengungkapkan, bila sejak awal di KHI mencoba menerapkan pakem yang mengedepankan kualitas burung, bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan burung.

 

Sambut kehadiran TEAM PROMO TWISTER di event-event terpilih, termasuk Balekambang Kumandang Surakarta, 24 November dan BnR Award 15 Desember. Dapatkan sampelnya, coba dan buktikan kualitasnya, berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

 

“Kalau di EO kami sendiri, pakem-pakem lama yang harus diakui berawal dari PBI, kalau memang menurut kita masih baik ya kita teruskan, kita adopsi dengan sejumlah perbaikan di sana-sini yang kita anggap perlu. Namun, perbaikan atau penyempurnaan itu jangan sampai mencederai konsep dasarnya, bila dalam lomba burung yang dicari itu kualitas kicauannya, bukan mencari-cari kesalahannya. Tentu semua ini masih akan terus berproses sejalan dengan waktu dan pengalaman kami sebagai sebuah EO.”

Sementara itu, Wawan seorang juri senior dari PBI Surakarta yang hendak menggelar event akbar Balekambang Kumandang (24/11) saat diminta komentarnya oleh burungnews mengungkapkan, bila selama ini, konsep besar pakem di PBI masih sama seperti dulu.

“Konsep besarnya masih tetap, kita cari kualitas kicauan, bukan kelemahan. Dalam tataran teknis, tentu ada beberapa perubahan untuk menyesuaikan perkembangan jaman.”

 

WAWAN, 2 DARI KIRI, SAAT SERAH TERIMA JABATAN KETUA PBI CAB. SOLO

 

Menurut Wawan, kalau burung sebagai makhluk hidup memiliki beberapa kelemahan itu masih wajar dan alamiah, misalnya burung kadang kala berhenti atau ngetem untuk istirahat ambil nafas, burung kadang-kadang lompat, bahkan nabrak.

“Kita punya hitungan, selama secara umum di masa penjurian 80 persennya masih kerja, kalau memang burung itu punya kualitas juara, ya bisa menang. Karena pendekatannya adalah kualitas, maka kualitas suara atau variasi lagu, bobot nilainya paling tinggi dibanding pendukung seperti kerajinan, volume, gaya, dan fisik.”

 

BROSUR BALEKAMBANG KUMANDANG, KLIK DI SINI

BROSUR MALIOBORO VAGANZA, KLIK DI SINI

BROSUR AKARATU CUP KLATEN, KLIK DI SINI

BROSUR BnR AWARD, KLIK DI SINI

BROSUR BONITA CUP BOYOLALI, KLIK DI SINI

 

Lemans bisa dibeli lewat bukalapak, tokopedia, atau hubungi 08113010789, 0822.4260.5493 (Jatim Tapalkuda), 0813.2880.0432 (Jogja dan sekitar), 0815.4846.9464 (Solo Raya dan sekitar), 0813.2799.2345 (Banyumas dan sekitar)

KATA KUNCI: ww angga anniversary kacer mania klaten

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp