SESI MURAI BATU, KEDEPANKAN KUALITAS, JAGO LOKAL MAMPU BERSAING

TEMU KANGEN KICAUMANIA BERSAMA HANDAYANI BC #1

Jago Tuan Rumah Mampu Bersaing, Lomba Bisa Rampung Sore Hari

Belakangan ramai dipercakapkan lomba yang baru rampung hingga larut malam. Padahal di masa pandemi, publik memahami batas akhir kegiatan seperti lomba burung adalah jam 18.00. Bisa? Gelaran yang dilakukan Handayani BC Gunung Kidul bahkan sudah rampung sebelum jam 17.00.

Bagaimana bisa? Menurut Cak Parno, salah satu dedengkot Handayani BC, gelaran yang dilakukan di eks terminal bus kota Wonosari itu, mau Latber, Latpres, sampai lomba reguler seperti yang baru digelar, tidak pernah berakhir sampai malam hari.

 

 

 

“Tanya caranya, sebenarnya ini bukan rahasia dan tidak butuh kecakapan khusus, saya kira semua EO juga tahu persis bagaimana caranya, hanya butuh nyali dan keberanian membuat lomba yang sesi dan kelasnya tidak usah terlalu banyak. Kebetulan kami-kami ini, sebagai pengurus EO yang ada di daerah pinggiran, bahkan bolehlah disebut ndeso, kan tidak pernah punya keinginan aneh-aneh.”

Yang inginkan oleh team pimpinan Yudi Basuki itu sederhana saja, lomba bisa cukup ramai, lancar tanpa komplain serius, lebih cepat rampung lebih baik, setelah itu semua bisa tersenyum lega. “Kami tidak mau ngoyo hanya karena ingin pecah rekor jumlah peserta misalnya, atau target profit sekian misalnya. Asal semua biaya sudah tercukupi, syukur ada lebih-lebihnya, itu sudah kami syukuri,” jelasnya kepada burungnews.com.

 

Hari ini belum pakai TWISTER? Segera merapat di kios-kios / agen terdekat, bila belum ada mintalah untuk menyediakan, biar Anda dan para kicau mania lainnya lebih mudah mendapatkannya. Coba dan buktikan kualitasnya, dan berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

Gelaran bertajuk Temu Kangen Kicaumania, hanya menawarkan kemasan tiket paling mahal 100 ribu (36-G) hadiah mulai 45%, tiket 70 ribu hadiah mulai 1,1 juta, dan tiket 40 ribu hadiah mulai 500 ribu rupiah. Meski pada saat yang sama juga ada beberapa lomba di sejumlah daerah yang berdekatan, toh partisipasi peserta terhitung bagus. Selain dijubeli kicaumania Gunung Kidul, hadir pula dari kota Jogja dan sekitarnya, Klaten dan Wonogiri, hingga dari Pacitan.

Kelas seperti murai batu, cucak hijau, dan love bird peserta penuh, ada sesi yang bolong satu dua gantangan. Tentu hal yang lumrah dan oleh kawan-kawan Handayani BC dianggap sudah sangat bagus.

 

 

“Berita baiknya, para pemain lokal Gunung Kidul tetap fighter, kendati kedatangan jago-jago dari luar daerah yang notabene secara kualitas umumnya lebih bagus. Dulu suka minder kalau kedatangan burung-burung dari luar, sekarang sudah tidak lagi. Beberapa jago lokal juga sudah mampu bersaing dan menang.”

Memang, ada sedikit catatan. Teman-teman dari luar daerah datang dengan kebiasaan atau tradisi yang kurang bagus dan kemudian “menular” atau ditiru oleh para peserta lokal: teriak dan bikin berisik saat berlangsungnya penilaian.

 

Apapun problem "bunyi" pada burung Anda, dari mulai MACET sampai hanya mau tampil angot-angotan, berikan MONCER-1, tunggu beberapa hari, langsung JOSS.

 

Panitia hanya membuka 19 kelas, atau di bawah 20. Sesuatu yang saat ini jarang dilakukan oleh EO lain, yang umumnya membuka di atas 25 bahkan banyak yang lewat dari 30 kelas. Entahlah, mungkin banyak EO yang memang mengejar target jumlah peserta, yang berarti juga akan naik pula jumlah pendapatan dari penjualan tiket. Alasannya biasanya klise, karena permintaan kicaumania. Padahal, lomba yang ramai belum tentu berbanding lurus dengan fee atau gaji para juri dan panitia lainnya.

“Alhamdulillah, kami di sini masih bisa mempertahankan keluguan, tidak berharap yang muluk-muluk dari suatu lomba, apakah itu jumlah peserta yang mencapai sekian ribu, atau menumpuk keuntungan dalam jumlah tertentu. Secukupnya saja.”

 

DAFI DKK SIDOKABUL YK, CENDET DEWA NYARIS SEMPURNA

 

Dalam hal penilaian, Cak Parno dan kawan-kawan juga berusaha menerapkan pakem yang mengedepankan kualitas, ketimbang condong mencari-cari kesalahan burung. “Kenapa, karena kami ingin burung-burung lokal Gunung Kidul yang telah melalui seleksi di gantangan kami, saat dibawa ke luar daerah pun masih bisa bersaing, bahkan bisa mencuri prestasi.”

Di gelaran ini, sejumlah jago mampu meraih prestasi, baik jago tamu maupun pemain lokal Gunung Kidul. Dari tamu, Misalnya cendet Dewa milik Davi dari Sidokabul Yogyakarta, yang penampilannya di sesi awal disebut-sebut nyaris sempurna. Demikian pula dengan kacer Guntur Geni milik H. Cahyo dari Big City (Kota Gede), yang disebut masih baru.

 

H CAHYO MERAPI DKK BIG CITY

 

H. Cahyo juga menurunkan cendet Merapi yang kerap juara di berbagai event akbar lainnya, sayang kali ini masih kurang beruntung. Namun cendet lainnya, Gandiwa mampu menempati runner-up di sesi kedua, di bawah Beatles milik koleganya, Kelik/Bintang dari Gerobak SF.

Hadirnya gaco-gaco cendet dari luar kota, tak lepas dari undangan yang dilakukan oleh Konco Cendet Gunung Kidul (KCGK). “Jadi kami ucapkan terima kasih dukungan dari KCGK, yang telah membuat lomba makin meriah, persaingan juga tambah seru dengan hadirnya jago-jago luar kota ke Gunung Kidul.”

 

FAKHRI DAN KACER GAMBIRAN, RAIH RUNNER UP

 

Dari Pacitan, murai batu Arjuna yang diturunkan Ahmadihfal Saputra meraih posisi ke-2 di kelas Jawara.

Sementara itu, Teddy BKS yang menurunkan gaco baru milik Sigit KM Klaten, murai batu Bintang Sakti, baru bisa meraih dua kali juara 3. “Sudah apik tampilnya, ini jago baru, baru saya turunkan 3 kali. Menarik karena ini ekornya panjang, saya ukur bener 23 cm,” jelas Tedy. Namun gaco kenari Yellow Dancer milik Dodit Kober yang ia bawa, mampu merebut juara 1 di kelas kalitan.

 

JUARA CUCAK HIJAU

 

Jago-jago tuan rumah Gunung Kicul pun mampu bersaing. Di kelas murai batu misalnya. Kelas utama Special 36-G, juara direbut Ucil milik Abah Sholeh dari Watu Putih. Ini disebut jago baru, transfer dari Jakarta 45 juta. Begitu selesai mabung, turun perdana langsung koncer. Pun di kelas Jawara, pemenangnya adalah Jebreet milik Tyo. Jebret dikabarkan sudah ditawar 60 juta oleh pemain top, belum dilepas.

Di kelas kacer, Fakhri menurunkan gaco yang antik, di bagian leher ada blorok. Main lagunya kombinasi roll speed yang ciamik, sambil duduk. Sayang sempat nakal hingga harus puas di urutan kedua. Dua kelas love bird fighter direbut jago tuan rumah, Jambrong milik Mbah Gejud dan Centini milik Mr. Embek, keduanya dari Wonosari. Selain volume kenceng, keduanya juga memilik durasi yang panjang-panjang. [maltimbus]

 

DATA JUARA TEMU KANGEN KICAUMANIA, KLIK DI SINI

 

WASPADA dengan produk yang logonya MIRIP, dibaca/dilafalkan dengan cara yang SAMA, tetapi BUKAN produk yang dikeluarkan TOPSONG. Lihat selengkapnya DI SINI.

 

KATA KUNCI: handayani bc temu kangen kicau mania

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp