ITOK DI BURSA LOVE BIRD. SALAH SATU YANG BIKIN RAMAI LB NGEKEK

PEMISAHAN KELAS FIGHTER

Untuk Menggairahkan Love Bird, Bukan Menyingkirkan Konslet

Ide memisahkan kelas fighter dengan kelas umum / konslet, sama sekali tidak dimaksudkan untuk meminggirkan burung-burung konslet. Sebaliknya, agar lebih adil dan proporsional, justru akan menempatkan burung konslet dalam strata yang lebih tinggi.

Hal ini ditegaskan lagi oleh Itok LB Solo dan Egih Sugiharja Pekalongan. Keduanya saat ini getol mengkampanyekan dibukanya kelas fighter, terpisah dari kelas umum. Kelas fighter, dikhususkan bagi burung-burung fighter, sementara kelas umum, atau kelas bebas, atau apa pun nama yang ingin dipakai, bisa diikuti kategori apa saja, termasuk burung-burung konslet.

Itok juga dikenal sebagai penggagas Bursa Love Bird di Pasar Burung Depok, yang kemudian menjadi inspirasi di banyak daerah lainnya. Bursa Love Bird, diakui sebagai salah satu yang memicu ramainya kelas love bird singing atau ngekek, di saat eforia pada jenis burung warna (Lutino, albino, dan lainnya beberapa tahun yang lalu), sedang meredub.

 

 

BERSAMA H. SIGIT MARWANTA. DIHARAPKAN BISA MEWAKILI KICAUMANIA TANAH AIR.

 

Munculnya banyak love bird konslet, di satu sisi memang merupakan kabar gembira. Bisa dikatakan, di kategori singing, ini memang merupakan puncak pencapaian. Namun di sisi lain, burung konslet juga menjadi momok bagi banyak burung fighter, atau yang sering juga disebut sebagai burung “biasa” lainnya.

Normalnya, burung yang biasa-biasa saja, akan sulit bisa mengalahkan burung konslet. Artinya, ketika di lapang mendapati kenyataan ada burung konslet yang turun, burung-burung fighter atau biasa hampir pasti kalah. Ketika untuk tampil sudah tidak memiliki daya saing lagi, nyaris tidak ada peluang untuk menang, para pemilik love bird fighter memilih mundur, mlipir, kalau di saat yang sama ada even lain yang tidak terlalu jauh, akan pindah ke sana.

Begitulah fenomena baru yang banyak terjadi beberapa waktu belakangan ini. Lalu sejumlah EO ada yang mulai membuat batasan, atau terang-terang membuat larangan. Kalau ada burung konslet, kadang setelah turun sekali atau dua kali, tidak boleh lagi digantangkan. Alasannya, memberikan kesempatan kepada burung-burung lainnya.

 

Jangan mengaku kicaumania milenial kalau belum mengoleksi dan menggunakan yang satu ini... hubungi 0821.2959.4199 supaya Anda tak ketinggalan dengan yang lain.

 

“Cara yang adil dan bijak dalam menyikapi hal ini, kami kira memang dengan membuat pemisahan antara keduanya. Para pemilik love bird fighter atau biasa jadi merasa terlindungi hak-haknya, yaitu kesempatan menang. Sementara pemilik love bird konslet, tetap kita beri ruang yang cukup juga untuk bertarung, baik itu di kelas umum, atau kelas konslet, atau nama lainnya. Kami melihat hal ini cukup adil dan proporsional,” imbuh Itok lagi.

Sebenarnya, membuka kelas fighter secara terpisah, bukan hal baru. Hal yang sama, sebelumnya juga sudah dilakukan oleh Egih saat menggelar Piala Canting Pekalongan (8/7/2018). Ketua Ronggolawe Nusantara DPW Jateng IV ini pun punya pemikiran yang sama, bagaimana mencari solusi agar para pemilik love bird fighter atau love bird biasa itu masih mau turun ke lapangan tanpa ketakutaan.

“Jadi kami harus juga memberikan semangat dan harapan bahwa jago mereka juga punya kesempatan untuk meraih juara. Caranya, ya kasih ruang untuk bertarung dengan lawan yang relatif seimbang. Karena siapa juaranya, masih sulit ditebak-tebak. Mudahnya begitu,” ujarnya.

 

EGIH BERSAMA ANDRE KOMPLONG & DODY BM. IDE BAGUS, DIDUKUNG BANYAK TEMAN

 

Menurut Egih, idenya mendapat dukungan dari Ronggolawe, karena itu bisa berjalan baik di even besar seperti Piala Canting, maupun even-even regional lainnya yang digelar bersama DPC Pekalongan.

“Belum jadi program nasional, tapi alhamdulillah sudah diikuti beberapa daerah lainnya, seperti di Cirebon dan Indramayu. Kalau memang jelas tujuan dan terasa manfaatnya, kami yakin ide ini akan semakin bisa diterima secara luas, bukan di keluarga Ronggolawe saja, tapi juga oleh EO lain secara umum.”

Secara ide dan konsep, apa yang dungkapkan oleh Itok dan beberapa rekannya di Solo seperti Topan JIS, Deny Chelsea, lalu Egih dan kawan-kawan dari Ronggolawe Nusantara, memang cukup masuk akal.

 

BELUM mencoba dan membuktikan kemanjuran asupan yang ini... wah bakal ketinggalan. Ayo buruan

 

Hal sedikit berbeda diungkapkan oleh H. Samsulhadi dari PBI, yang sekarang sedang menyiapkan kemasan untuk Jogja Istimewa (nama baru untuk even Valentine), yang akan digelar pada 17 Februari 2019 yang akan datang.

Menurutnya, di lingkungan PBI sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah konslet vs fighter. PBI mencari kualitas dan kinerja di lapangan. Kualitas bisa saja muncul dari burung fighter, tak semata konslet. Pada kondisi fighter yang benar-benar berkualitas dengan penampilan yang maksimal, juga bisa menyisihkan burung konslet. Seperti yang  terjadi di even Bupati Cup Sleman, 9 Desember.

“Namun kami tetap menghormati dan berterimakasih dengan datangnya usulan agar kami, terutama di even Jogja Istimewa, mau membuka kelas khusus fighter, untuk mengakomodir pemilik Fighter yang populasinya banyak sekali. Intinya, kami baik itu di PBI Bantul maupun PBI secara umum, siap menerima dan menampung masukan apa pun itu, dari mana pun itu. Kalau setelah dikaji memang baik, ya akan dipertimbangkan untuk diuji coba.”

 

H. SAMSULHADI (KANAN) BERSAMA ESNAWAN SH. MENGHARGAI TIAP MASUKAN

 

Masalahnya, di lapangan akan muncul problem yang harus diselesaikan juga. Misalnya, adakah ciri atau tanda-tanda tegas yang bisa diterima oleh semua pihak, untuk menentukan apakah ini jenis fighter atau konslet. Ada beberapa karakter yang mungkin berada di batas antara keduanya. Disebut fighter sudah tidak lagi, disebut konslet juga belum. Ada yang menyebut ini burung semi konslet.

“Tetapi dengan berjalannya waktu dan jam terbang, masalah itu akan terselesaikan dengan sendirinya. Pada awalnya, memang akan ada kerancuan. Burung yang dikelas fihgter mungkin punya peluang menang terus, sementara dimasukkan ke konslet belum bisa bersaing dengan baik. Ingat, semangat dari menjalankan ide ini adalah agar kelas love bird ramai lagi. Kalau ramai, akan menguntungkan semuanya. Para EO tentu secara langsung akan merasakannya, kalau lomba ramai dipenuhi peserta. Para peternak dan bakul juga, demikian pula yang punya produk-produk pendukung seperti sangkar, aksesoris, pakan, dan lainnya. Jadi secara ide, saya kira tidak ada alasan untuk menolah konsep ini. Soal bagaimana melaksanakannya, kami siap diajak berembung, diskusi.”

 

NZR INDONESIA CUP 1MINGGU 27 JANUARI 2019 DI LAPANGAN RAMPAL MALANG. 2 Lapang, tiket terjangkau mulai 50 ribu, hadiah utama mobil, semua kelas hadiah UTUH TANPA POTONGAN, banjir doorprise super menarik. Pesanan tiket sudah mengalir deras, terlambat Anda bisa gigit jari karena tidak kebagian. KLIK BROSUR DI SINI. Pesan tiket hubungi Mr Yanto (WA) 0817.0454.012.

 

Seperti yang sudah disinggung, Gebyar Mutasi Solo, 2 Desember, bukanlah even pertama yang coba memisahkan dua kategori burung singing tersebut. Sebelumnya, di even yang sekalanya lebih besar seperti Piala Canting Pekalongan bersama Ronggolawe Nusantara DPC Pekalongan di bawah pimpinan Egih, juga sudah bisa berjalan dengan baik.

“Bedanya, di Gebyar Mutasi kan benar-benar even khusus love bird, tidak melibatkan jenis burung kicauan lainnya. Jadi kami memang lebih fokus bicara love bird, lebih fokus ingin mengajak semua unsur love bird mania untuk bersatu dan bersama-sama kembali meramaikannya. Kalau sepi, kita semua jadi galau. Kalau ramai lagi, kita semua juga kan yang merasakan senangnya.”

Bagi para EO yang baru ingin mencoba membuka kelas fihgter, memang tidak harus sih se-ekstrim yang dilakukan di Gebyar Mutasi Solo. Bisa saja dibalik, kelas fighter-nya beberapa kelas dulu, misal dua tau tiga kelas. Sebagai tahap uji coba, cukuplah itu. Kalau memang diterima oleh peserta, bisa dilanjutkan dengan (mungkin menambah sesi).

 

 

Ya, semangat mencari solusi agar love bird (singing) bisa kembali bergairah, adalah kata kunci yang harus bisa menyatukan semua elemen. Perbedaan, entah itu dalam ide awal atau dalam teknik pelaksanaan, tentu hal yang seharusnya bisa dicarikan titik temu sehingga lahir sebuah kesepakatan besar.  Seperti yang digarisbawahi Itok, kalau love bird kembali ramai dan bergemuruh, siapa yang akan senang dan menikmati, semua juga kan?

Ingin diskusi lebih lanjut? Silakan ngobrol dengan om Itok di 0853.2521.6660, Egih di 0821.3465.3487, (wa) 0856.4004.2781

 

CIRI-CIRI LOVE BIRD FIGHTER

Berikut ini batasan love bird fighter, menurut Itok dan kawan-kawan. Tentu saja, hal ini masih bisa didiskusikan lagi agar menghasilkan standar yang bisa diterima oleh semua pihak.

  • Respon fighter sama love bird lain di sebelahnya
  • Ngekek ngriwik setengah, seperti mau berangkat tidur (tidak sah)
  • Power, volume, keluar jelas dan lantang, merem-melek keluar volume dan power, tidak dibarengi ngriwik di sela-sela ngekek (sah)
  • Ngekek nge-ring (tidak sah)
  • Ngekek nebok (tidak sah)
  • Ngekek gigit jeruji (tidak sah)
  • Ngekek satu kaki nempel di jeruji, satu kaki lainnya di tangkringan, tetapi tidak gigit jeruji (sah)
  • Ngekek paruh di sela-sela jeruji (sah)
  • Ciak bulu hanya sebatas sedikit, hanya bagian baris di leher (sah).

 

BROSUR GALAMEDIA CUP BANDUNG, KLIK DI SINI

 

KATA KUNCI: itok lb solo egih sugiharja ronggolawe dpc pekalongan h samsulhadi kelas fighter ciri-ciri kelas fighter pemisahan kelas fighter bukan untuk menyingkirkan konslet

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp