PANDEZT DI DEPAN KANDANG BURUNG. JADI BETAH DI RUMAH

PANDEZT FINCHERS

Indonesia Bird Convention (IBC), Menikmati Burung dengan Cara Berbeda

Menikmati burung ternyata bisa dengan beragam cara. Ada yang suka kicauan dan melombakannya. Ada cara yang lain, seperti yang dilakukan oleh Pandezt. Ia membuat kandang besar, lalu puluhan burung dari spesies berbeda dimasukkan dan dicampur ke dalamnya. Penggemar seperti Pandezt ternyata banyak sekali.

Pandezt, nama panggilan dari Dian Pandu, mengaku sudah cukup lama menyukai burung, khususnya jenis Finch. “Sudah dari tahun 2009, tapi baru dua tahun terakhir saya tahu kalau ada grub-grub atau komunitas yang  ada di media sosial. Akhirnya saya jadi bisa berteman dan bergaul dengan sesama penggemar finch,” jelasnya kepada burungnews.

Kenapa memilih Finch, salah satu alasannya karena ini adalah jenis burung yang paling  gampang beradaptasi. “Burung dari mana pun, dibawa ke Indonesia atau di Jogja tempat tinggal saya, gampang menyesuaikan diri, untuk bisa hidup dan semoga saja juga berkembang biak.”

 

 

PARADISE WHYDAH, FINCH DARI AFRIKA.

 

Di tempat tinggalnya di jalan Langensari, Pengok, ada beberapa kandang besar ukuran kisaran 3 x 3 x 3. Tiap kandang diisi puluhan burung dari spesies berbeda-beda. “Perawatan lebih praktis. Burung bisa relatif bebas beterbangan seperti di alam. Meski beda jenis bisa hidup berdampingan, tanpa saling menyerang dan menyakiti, seperti miniatur alam semesta. Itu yang kemudian saya lihat dan saya nikmati. Bagi saya, beginilah cara menikmati keindahan burung. Dengan cara seperti ini, saya merasa benar-benar bisa menjadi seorang penikmat burung.”

Saat ini, koleksi finch Pandezt boleh jadi yang paling lengkap, baik burung lokal Indonesia maupun impor. Di lokasi lain di Bantul, Pandezt juga memiliki puluhan kandang yang dibangun di lahan seluas 3.000 meter. “Isinya macam-macam, termasuk burung ocehan seperti murai batu. Konsep kandangnya sama, ombyokan atau aviary seperti di sini.”

Orang lain mungkin punya cara yang berbeda, misalnya merawatnya sedemikian rupa agar mau berkicau sesuai kemauan si empunya, lalu dilombakan kicauannya.  “Saya pernah juga mencoba melihat-lihat lomba burung berkicau, tapi malah bingung. Lha kalau menurut saya, ini jujur ya, malah lebih keras suara para pemiliknya yang pada teriak-teriak.  Jadi kan malah pusing. Tapi itu kan menurut saya, kalau menurut mereka yang terlibat mungkin itu mengasyikkan, memuaskan, ya silakan saja. Kita hormati. Setiap orang punya pilihan sendiri-sendiri. Tidak harus sama kan,” imbuhnya.

 

FIRE FINCH (AFRIKA), ASYIK MANDI DI PANCURAN

 

Setelah mengikuti dan bergabung dengan sejumlah komunitas burung finch, tidak hanya lokal Indoneisa tetapi juga komunitas internasional, Pandezt mengaku baru sadar bila jumlah orang-orang yang menikmati burung dengan cara seperti yang ia lakukan, ternyata juga banyak sekali.

“Banyak sekali, mungkin bisa sebanding juga dengan penggemar burung ocehan, hanya saja selama ini mereka kan seperti belum punya ruang untuk berekspresi, masih jalan sendiri-sendiri. Khususnya di Indonesia.”

Karena itulah, Pandezt pun punya ide untuk mewadahi mereka, menyatukan, salah satunya dengan membuat kontes. Ia yakin kalau ditekuni dengan serius dan profesional, ini juga akan bisa menjadi gerakan yang besar dan kuat. Ketemulah nama Indonesia Bird Convention (IBC).  Even IBC bila sudah rutin, akan menjadi semacam rumah untuk para penikmat burung seperti Pandezt.

 

Burung perlu sehat, dengan begitu bisa dinikmati sepenuhnya, apakah itu dari suaranya, atau postur dan kecantikannya. Pastikan Anda memiliki paket lengkap LEMAN'S, SNOTGO, dan QUATTRICK.

 

“Tapi kontes mesti kita lakukan dengan serius dan profesional. Kemasan harus menarik supaya orang  tertarik untuk ikut. Hadiah juga utuh semuanya, tidak ada kuota, atau pemotongan karena peserta tidak ramai. Saya kan juga sering dengar, dari lomba-lomba burung berkicau, banyak keluhan soal hadiah yang katanya pakai kuota. Nah, di lomba kita hal seperti ini tidak boleh terjadi.”

Dengan begitu, Pandezt pun sadar, kontes-kontes di  awal seperti yang akan digelar di JEC 1-3 Maret besuk, jelas bukan kegiatan yang langsung menguntungkan. “Tapi pada beberapa tahun ke depan, kita mungkin bisa mulai menikmati hasilnya. Itu sih berdasarkan pengalaman saat menggelar kegiatan yang lain, misalnya seperti Clothing Fest, atau pada kategori otomotif  ada Custom Fest, di mana dulu saya juga pernah ikut ada di dalamnya.”

Karena ingin serius dan profesional, Pandezt melalui bendera Finchers kemudian berpartner dengan Dyandra Promosindo. “Kalau EO gede seperti Dyandra kan pernah sukses menggelar even apa pun, maka ini semacam tantangan untuk menggelar even burung. Mungkin satu-satunya yang belum pernah digelar oleh Dyandra adalah kontes burung.”

 

 

Pihak Dyandra pun ternyata sepaham dengan ide yang dilontarkan Pandezt melalui Finchers. Maka jadilah keduanya berpartner menggelar IBC pada 1-3 Maret besuk di JEC Jogja. “Jadi IBC itu digelar oleh Finchers bersama Dyandra. Salah satu tidak ada, ya IBC juga tidak akan ada.”

Secara lomba burung, ini benar-benar pertama kali loh ada kontes yang  digelar tiga hari, dan dilakukan indoor, kecuali untuk lomba singing rencanya di parkir barat. Konsep IBC adalah bisa melibatkan semua komunitas dan elemen hobi burung yang ada di Indonesia.

Untuk kategori Finch yang dilombakan adalah postur atau beauty, juga rencanya ada love bird. Kemudian ada kategori lomba Free Fligh, mulai jenis kecil (finch, parkit) hingga burung-burung besar seperti Macow. 

 

 

Ini juga untuk pertama kalinya lomba free fligh tapi dilakukan indoor. “Jadi ruang di JEC yang ada 3 hall itu, semuanya dipakai, nantinya kita tata dekornya supaya menyerupai hutan. Menarik kan.”

Untuk kategori singing, inginnya juga merangkul semua EO dan komunitas. “Sementara yang kita bayangkan itu ada 6 gantangan dengan kapasitas 30-36 burung. Tiap gantangan dengan juri dari EO yang berbeda.  Pembicaraan dengan sejumlah EO memang belum rampung, makanya brosurnya juga belum kita publish.”

Siapa yang akan datang ke even IBC besuk? Selain penggemar burung dari dalam negeri, ternyata juga banyak yang bakal datang dari luar negeri, seperti Vietnam, Malaysia, Brunai Siangapura, dan paling banyak dari Australia. “Sesungguhnya mereka pengin ikut kontes, tapi kami secara IBC belum siap untuk memfasilitasinya, terutama mengurus ijin dan ekspedisinya. Jadi mereka hanya datang orang-orangnya karena untuk melihat-lihat. Next pada  gelaran berikutnya, semoga kita sudah siap mengundang peserta dari luar negeri.”

Menurut Pandezt, di Eropa lomba beauty contest untuk jenis Finch (selain kenari dan love bird) adalah hal yang sudah biasa. Pesertanya selalu ramai, bisa sampai ribuan. Beberapa jenis finch dari Indonesia seperti Bondol Haji dan Bondol Peking juga banyak diminati bahkan termasuk favorit di sana, sudah ikut dilombakan di even internasional.

IBC juga mengundang tokoh atau ahli burung dunia, seperti Bill Solomon, pakar finch dari Belanda yang asli Indonesia. Hadir juga Bob Wilson, pakar parkit.  Hal menarik lainnya dari gelaran IBC ini, karena setiap hari di bagian akhir ada acara segmen edukasi pengunjung berikut atraksi.

Hal baru lain yang akan diperkenalkan di IBC, adalah konsep tiket lomba yang diganti dengan ID. “Kalau di lomba-lomba selama ini, orang kan beli atau bayar tiket. Kalau di kita, beli ID. Peserta dapat ID seperti KTP, yang di dalamnya ada data ia ikut di kategori apa saja. Kalau disebut tiket, itu artinya tiket masuk ke arena indoor JEC.”

 

KATA KUNCI: pandezt finch finchers dyandra promosindo indonesia bird convention free flight

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp