GUSTI PRABU, DUA DARI KIRI, MENINJAU KAWASAN PELEPASAN BURUNG ANIS DI GIRIKERTO, TURI, SLEMAN

MASYARAKAT LERENG MERAPI KEPADA GUSTI PRABU

Saat Pandemi Covid, Kami Semakin Dimusuhi Pemburu Liar

Pada Senin 29 Juni yang lalu, Gusti Prabu didampingi Ketua PBI H. Bagya Rakhmadi dan sejumlah pejabat seperti Camat Turi, perwakilan Taman Nasional Gunung Merapi, serta Kepala Desa Girikerto mengunjungi dusun yang berbatasan langsung dengan hutan lereng Merapi. Pada 2014, PBI melepas burung anis merah di pinggiran desa ini.

Kunjungan Gusti Prabu tentu saja ingin melihat secara langsung perkembangan dan keberadaan burung yang dilepasliarkan di alam bebas. Apalagi, sejak awal pelepasliaran juga melibatkan masyarakat sekitar, disertai edukasi agar benar-benar ikut menjaga keberadaan burung-burung tersebut, baik yang baru dilepas maupun yang sudah ada sebelumnya.

 

 

Hari ini belum pakai TWISTER? Segera merapat di kios-kios / agen terdekat, bila belum ada mintalah untuk menyediakan, biar Anda dan para kicau mania lainnya lebih mudah mendapatkannya. Coba dan buktikan kualitasnya, dan berikan respon melalui hotline 08112663908.

 

Burung-burung memang perlu dijaga, sebab sejak awal, ancaman memang sudah datang dari manusia, para pemburu liar. Yoto, salah satu masyarakat yang ikut aktif tergabung dalam kelompok penjaga burung mengungkapkan, bila sejak sebelum ada burung anis dilepas pun, para pemburu sudah ada.

“Setelah ada anis merah, jenis burung yang memiliki nilai jual cukup tinggi, tentu saja ini lebih menarik kehadiran para pengganggu. Apalagi belakangan ini saat pandemi Corona, semakin bertambah pemburu yang nekat mendekat ke kawasan yang kami jaga. Alasannya ya ekonomi, mereka butuh uang karena tidak ada penghasilan,” ujar Yatno, rekan Yoto, kepada para tamunya.

 

 

Tak jarang Yoto, Yatno, dan kawan-kawan pun harus berkonflik dengan para pemburu liar. “Bulan Februari – April tahun ini kan musim beranaknya anis merah, banyak pemburu datang, tentu kami hadang. Memang ada sebagian yang lolos dari pengawasan kami. Yang jelas, kami jadi dimusuhi. Tapi ya tidak apa-apa, itu memang risiko jadi penjaga,” imbuhnya.

Menurut Yatno, sebagaimana pernah disampaikan kepada burungnews, ancaman dari para pemburu liar itu bukan hanya gertak sambal. “Seperti terorganisir juga. Pernah juga ada puluhan orang dari mereka, tampang galak-galak, datang ke sini mencari kami. Mereka mengancam akan membunuh kami kalau masih terus mengganggu aktivitas mereka. Tapi kami ya tidak takut, karena bagaimana pun kami orang sini, pasti lebih paham seluk beluk hutan di sini juga.”

 

Apapun problem "bunyi" pada burung Anda, dari mulai MACET sampai hanya mau tampil angot-angotan, berikan MONCER-1, tunggu beberapa hari, langsung JOSS.

 

Soal gangguan dari para pemburu liar yang semakin meningkat juga ditegaskan oleh H. Bagya Rakhmadi. “Pagebluk covid memang mematikan banyak sumber-sumber ekonomi. Anakan anis merah yang punya nilai jual tinggi jadi sangat menggoda para pemburu liar untuk mengatasi perekonomiannya.”

Selain itu, H. Bagya juga menjelaskan, bila saat ini burung mulai bergeser naik ke daerah yang lebih tinggi. “Jadi untuk anakan tahun 2020 ini, selain sebagian dijarah para pemburu liar, sebagian lain sudah mulai muncul di hutan-hutan lereng gunung yang lebih tinggi.”

 

WASPADA dengan produk yang logonya MIRIP, dibaca/dilafalkan dengan cara yang SAMA, tetapi BUKAN produk yang dikeluarkan TOPSONG. Lihat selengkapnya DI SINI.

 

Sementara itu, Camat Turi bapak Haris juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam baik kepada Gusti Prabu maupun PBI. “Maturnuwun sekali karena bapak-bapak ini sudah sangat peduli dengan lingkungan khususnya satwa di wilayah kami. Wilayah kami memang berbatasan langsung dengan hutan lereng merapi. Keberadaan satwa termasuk burung itu sebenarnya juga sangat bermanfaat bagi masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.”

Haris menuturkan, burung ikut menjaga ekosistem seperti membantu mengendalikan hama bagi para petani, beberapa jenis juga ikut membantu penyerbukan tanaman pertanian. “Satwa termasuk burung juga akan memberikan sinyal atau tanda terkait gejala alam, misalnya kalau ada ancaman dari Merapi, burung juga akan ‘memberi tahu’ kepada kita, sehingga kita bisa cepat mengantisipasinya. Karena itu sudah seharusnya kita semua ikut menjaga lingkungan, termasuk kelestarian burung. Jadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, termasuk dari Taman Nasional Gunung Merapi, atau organisasi hobi seperti PBI, tetapi peran masyarakat yang langsung berdampingan dengan hutan juga sangat penting, karena benar-benar berada di garda paling depan.”

 

 

GUSTI PRABU: PERLU PERDES UNTUK PAYUNG HUKUM

Setelah melihat secara langsung model pelepasliaran burung anis merah di alam bebas yang melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk ikut menjaga dan memelihara, Gusti Prabu pun menyampaikan rasa salutnya.

“Saya kira ini sangat bagus dan bisa ditindak lanjuti dengan program-program semacam ini di tempat lain. Tentu perlu juga evaluasi di mana titik lemahnya agar bisa terus diperbaiki. Bagaimana agar keberadaan burung-burung yang memang aslinya punya habitat di sini, selain bisa hidup aman dan nyaman, bisa terus melanjutkan generasinya, juga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya,” ujarnya.

 

Sebagai obat, terbukti efektif. Sudah sering mampu mengatasi kondisi kritis, apalagi cuma sakit "biasa". Di saat perubahan musim dari kemarau menuju penghujan seperti sekarang, juga sangat baik untuk mencegah dan menjaga agar burung tetap sehat dan selalu dalam kondisi fit, siap tempur. Bisa diberikan secara rutin 2-3 hari sekali sesuai kebutuhan. LEMAN'S, satu-satunya obat burung dengan formula + vitamin.

Lemans bisa dibeli lewat bukalapak, tokopedia, atau hubungi 08113010789, 0822.4260.5493 (Jatim Tapalkuda), 0813.2880.0432 (Jogja dan sekitar), 0815.4846.9464 (Solo Raya dan sekitar), 0813.2799.2345 (Banyumas dan sekitar)

 

Menurut Gusti Prabu, selama ini banyak kegiatan pelepasliaran burung, tapi hanya sebatas seremonial saja. “Mungkin setelah kita yang melepas meninggalkan tempat, burung-burung itu kalau dianggap punya nilai ekonomi, kembali ditangkapi. Nah, yang seperti ini sangat bagus, ada partisipasi dan edukasi pada masyarakat supaya bersama-sama ikut menjaga dan mengawasi agar tidak diganggu oleh tangan-tangan jahil. Yang merusak itu memang bukan siapa-siapa, sebangsa kita juga,” ujarnya disambut tawa para hadirin.

Hanya saja, apa yang sudah dilakukan oleh Yoto dan kawan-kawan memang belum ada semacam payung hukum. Saran yang disampaikan oleh Gusti Prabu, juga H. Bagya adalah, agar segera disiapkan Perdes, karena itu produk hukum yang paling sederhana, tapi cukup kuat dan mengikut masyarakat.

 

PANTAUAN BULAN FEBRUARI - APRIL

 

“Di beberapa desa sudah ada Perdes yang mengatur soal larangan perburuan, tidak hanya pada burung, juga satwa lain bahkan juga ada yang menyertakan larangan menebang pohon secara sembarangan. Di sini sudah ada kesepakatan sanksi kalau tertangkap basah menangkap burung, yang bersangkutan harus menggantinya dengan sejumlah burung, nah itu tinggal menguatkan lagi dalam bentuk Perdes, jadi lebih mengikat semua masyarakat,” ujar Gusti Prabu.

Gusti Prabu juga sempat diperlihatkan beberapa vidio pemantauan selama bulan Februari – April, seperti sejumlah sarang berikut telur anis merah. Hal ini membuktikan bila burung anis merah yang sebelumnya bisa dikatakan sudah menghilang, kini sudah kembali eksis di lereng merapi.

“Ini sungguh luar biasa, kebetulan saya diundang untuk bicara soal ini di kampus UGM. Jadi saya sekaligus ingin mengajak para akademisi, pemerhati, dan aktivis lingkungan hidup untuk bersama-sama melakukan langkah nyata yang seirama dan bisa saling sinergi.” [maltimbus]

KATA KUNCI: h bagya rakhmadi gusti prabu pemburuan liar pbi

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp