DR MADE SRI PRANA

Dr. MADE SRI PRANA TENTANG PERMEN 2018

Penangkar & Penghobi Makin Resah dan Susah, Mungkin Hanya Oknum Pejabat/Petugas Tertentu yang Diuntungkan

Meski sudah tidak menjabat sebagai Ketua PBI lagi, nama Dr. Made Sri Prana sering dikait-kaitkan dengan keluarnya Permen 20/2018. Selain karena sikap resmi PBI yang menyatakan mendukung (meski dengan revisi), Made kebetulan pernah bekerja di LIPI, yang dianggap memberikan masukan kepada LHK.

Made 3 kali menjabat Ketua PBI, sejak tahun 1998-2013. Periode sebelumnya pada tahun 1988-1998, Made menjabat sebagai Wakil Ketua. Jabatan lain terkait burung, tahun 1987-2003, menjadi Manager Taman Burung TMII. Sejak 2010 sampai sekarang, Made menjadi anggota Dewan Pembina Fauna Flora TMII, juga anggota Dewan Penasehat Asosiasi Pelestari Curik/Jalak Bali.

Di LIPI sendiri, Pak Made lebih dikenal sebagai profesor talas, karena kegigihannya dalam meneliti salah satu sumber pangan lokal Indonesia ini. Bersama sejumlah peneliti lainnya, hasil penelitiannya sudah menghasilkan sejumlah varietas talas unggul. Dia juga pernah menjadi Sekretaris Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional (KPPN) sekaligus juga anggota organisasi serupa untuk Asia Tenggara.

Selepas tidak menjadi Ketua Umum PBI, sampai sekarang masih dipercaya menjadi Ketua Dewan Pembina PBI. Selama menjadi Ketua PBI, Made terus mengurangi jenis burung lokal yang dilombakan, hingga seperti sekarang ini. Arahnya adalah, kelak PBI hanya melombakan burung-burung ring hasil breeding, lepas dari tangkapan alam. Hal ini akan dilakukan secara bertahap, berbarengan dengan edukasi kepada para penghobi, juga pembinaan kepada para penangkar.

Meski belum berjalan semua, beberapa jenis burung hanya melombakan yang ring. Mulai dari anis kembang dan cucak rawa yang sudah diberlakukan di era Made, terakhir sejak tahun 2017 juga berlaku untuk murai batu di era ketua yang baru, Bagya Rakhmadi.

 

 

DR MADE BERSAMA HARTONO DAN BAGIYA RAKHMADI

 

PBI, kembali sering disebut karena sikapnya yang mengatakan memberikan dukungan penuh pada Permen 20/2018. Pada saat yang sama, banyak pihak, entah itu perorangan, kelompok atau EO, yang menyatakan menolak, atau setidaknya menuntut revisi. Bila kita mencermati lebih teliti, istilah yang dipakai sebagai “mendukung penuh” sesungguhnya juga kurang tepat, karena masih ada lanjutan menuntut sejumlah revisi.

Namun, pilihan sikap dan pemakaian istilah “mendukung penuh” ini kemudian membuat PBI jadi bulan-bulanan, seakan-akan tahu dan menjadi bagian dari keluarnya Permen 20/2018. Bila ingin diperjelas, bahkan ada yang menyebut seakan-akan Permen ini adalah “pesanan” PBI, dan pak Made yang kebetulan peneliti di LIPI menjadi salah satu aktor di belakang layar.

Meski pihak PBI, antara lain melalui akun Amin Lagas BF, terus membantah, tetapi opini ini telanjur berkembang luas melalui medsos. “PBI tidak pernah diajak ngomong terkait Permen, kami juga kaget dengan keluarnya Permen ini. Jelas PBI juga ikut dirugikan, karena itu kami juga akan mengajukan revisi. Soal istilah dukungan itu lebih mengarah pada visi dan misi PBI soal pelestarian yang sejalan,” ujar Amin saat ditemui burungnews di sela-sela even Dandim Cup Bantul.

 

BREEDING ATAU PENANGKARAN AKAN SEMAKIN BERPERAN SEBAGAI PENSUPLY BURUNG LOMBA. Topsong peduli dengan breeding, hingga mengeluarkan produk khusus TOPSONG BREEDING, pakan yang sesuai dengan kebutuhan indukan dan anakan. Produksi indukan tetap lancar miskin sedikit atau bahkan tanpa EF seperti jangkrik dan kroto. Anakan sehat, tidak mudah mati, dan cepat besar. HOTLINE 0813.2941.0510

 

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Samsulhadi selaku eksponen PBI juga menambahkan, selama ini konsen PBI ingin mengembangkan burung hasil breeding dengan bukti pemakaian ring, dan ini sungguh tidak ada hubungannya dengan Permen.

“Kami punya cita-cita besar, ke depan bisa melombakan hanya burung ring. Tapi ya jangan dikategorikan burung dilindungi. Yang kita inginkan adalah para penangkar berlomba-lomba menghasilkan anakan berkualitas juara, sehingga nama ring-nya terangkat, harga anakannya ikut terdongkrak naik, sebagaimana itu sudah berlangsung di dunia perkutut dan merpati. Bukan dijadikan burung dilindungi, urusannya akan sangat repot.”

Amien mengaku 4 kali mendatangi undangan terkait rencana mengatur lomba pada 2020 dan seterusnya. “Undangan pertama itu susulan. Awalnya yang diundang BnR, lalu PBI ditambahkan. Pertemuan kedua sampai keempat baru mengundang juga dari EO-EO lain. Dari 4 pertemuan itu, sama sekali tidak membicarakan masalah akan keluarnya Permen, atau minta pendapat soal burung-burung yang akan diusulkan menjadi dilindungi misalnya. Jadi kami semua sesungguhnya sama-sama kaget, benar-benar tidak menduga akan ada Permen yang memasukkan beberapa jenis yang sering dilombakan, juga sudah banyak ditangkar, dalam status perlindungan. Hal yang tentu saja akan membuat ruang gerak kita, baik bagi para EO termasuk PBI, penangkar, maupun penghobi menjadi sangat sempit. Semua urusan nanti akan jadi ribet.”

 

 

Lalu, bagaimana pula dengan tanggapan Pak Made. Burungnews pun mengkonfirmasinya. Berikut petikannya. Pertama, langsung mengerucut soal dugaan atau tuduhan bila dalam Permen ini PBI lewat Pak Made ada main mata dengan Pemerintah.

“Supaya tidak sekadar membantah, saya sedikit cerita. Dalam rapat di IPB, yang juga dihadiri Bang Boy dari BnR, lalu ada saudara Samsulhadi mewakili PBI, saya sudah menekankan agar Pemerintah jangan terburu-buru menambah satwa/burung yang dilindungi. Saya tegas mengatakan, kalau ada satwa yang dianggap langka, beri kesempatan masyarakat untuk menangkarkan supaya populasinya meningkat. Jadi tidak perlu dilindungi (dimasukkan dalam status perlindungan, red.).”

Pada kesempatan itu, Made kemudian melanjutkan dengan pertanyaan yang cukup retoris. “Tolong beri saya fakta, adakah satwa Indonesia yang dilindungi kemudian menjadi banyak sehingga berubah statusnya menjadi tidak dilindungi lagi (delisted)?. Curik/jalak Bali baru sebuah pilot project yang masih perlu kita uji/kaji lagi.”

Nah dari pernyataannya sewaktu di IPB itu, Made menyatakan bahwa segala tuduhan yang kemudian diunggah di media sosial bahwa PBI sebagai lembaga maupun dirinya sebagai pribadi ikut bermain dalam terbitnya Permen 20/2018 itu adalah fitnah, bukan hanya hoax.

“Bahkan dalam pertemuan kicaumania di Mega Farm hari Minggu, 12 Agustus yang lalu, melalui Pak Megananda dan Pak Tony Sumampauw, secara khusus saya TITIPKAN pesan agar sebelum membuat regulasi, Pemerintah meminta masukan (input) dulu dari para pemangku kepentingan/stakeholder agar tidak timbul keresahan dan kekacauan.”

 

SUDAH MULAI MENCOBA BREEDING, BELUM BERHASIL? Berikan Super Breeding dari Super Kicau Grup. Birahi bisa bersamaan, kawin lebih ngisi, telur bisa lebih banyak, piyik lebih kuat dan tidak mudah mati.

 

Ditambahkan Made, tujuan PBI merintis lomba burung hasil penangkaran juga supaya burung yang dilombakan lestari di alam, dengan demikian tidak perlu dinyatakan dilindungi. Kalau toh ada burung ocehan yang menjadi langka maka sebaiknya kaji dulu dong akar masalahnya. Apakah karena dilombakan, karena habitatnya rusak, atau karena apa?

“Jadi tolong beritahu para tukang fitnah itu untuk menanyakan kebenaran ucapan saya di atas kepada Dekan Fahutan IPB, mantan Direktur KKH, dan Bang Boy BnR yang waktu itu ada dan ikut jadi saksi atas apa yang saya ucapkan.”

Kepada burungnews, Made kemudian menyebutkan, secara umum tidak ada yang diuntungkan dengan terbitnya Permen tersebut. “Penangkar jadi sulit, penghobi dan pelomba juga, pihak terkait seperti pengrajin sangkar dan aksesori, penjual pakan, demikian juga perkumpulan atau EO termasuk PBI. Yang diuntungkan hanya oknum pejabat/petugas tertentu untuk kepentingan pribadi. Benar tidak?” ujarnya.

 

 

Lalu, bagaimana dengan dugaan bahwa Permen ini, ujung-ujungnya adalah duit. Dalam bahasa rakyat kebanyakan, Pemerintah ingin memajaki para penangkar, penghobi dan yang terkait?

“Mereka (para pejabat/petugas pemerintah, red.) mungkin mau meningkatkan PNBP atau Penerimaan Negara Bukan Pajak. Tapi dengan menimbulkan kegaduhan dan keresahan di kalangan akar rumput (grass root), tidak mikir panjang. Penangkaran, bila boleh saya sebut sebagai industri, baru mau tumbuh. Skalanya masih kecil dan mikro. Masak sudah mau diperas. Populasi burung sudah mau bertambah karena peran penangkar saja, Pemerintah seharusnya sudah bersyukur, karena sudah dibantu masyarakat. Mau untung apa lagi?”

Made juga membantah anggapan bila LIPI adalah pihak yang mendorong keluarnya Permen hingga menyusun lampiran data burung yang masuk status perlindungan. “LIPI sebenarnya hanya memberikan data populasi satwa dan mungkin menyampaikan rekomendasi tentang kebijakan yang sebaiknya diambil. Keputusan melindungi atau tidak, itu sepenuhnya kewenangan KLHK,” tandasnya.

KATA KUNCI: dr made sri prana permen 20/2018

MINGGU INI

AGENDA TERDEKAT

Developed by JogjaCamp